Bagian 4

Revan Katamjo, saat ini umurnya 27 tahun, pemuda tampan yang sejak kecil sudah dipersiapkan sebagai pewaris kerjaan bisnis gajah ayah dan ibunya, pertanyaannya, bisnis apa yang sebenarnya dijalankan oleh ayah dan ibunya?

Bisnis jasa ....

Terdengar bisnis yang sangat sederhana bukan?

Bagi banyak orang mungkin bisnis jasa adalah bisnis yang sederhana, tapi bagi keluarga Miranda, bisnis yang semula milik keluarga Katamjo, atau kakek dari Rendra, suaminya Miranda, bisnis jasa adalah bisnis kecil-kecilan.

Berawal dari sebuah motel kecil yang berada di pulau jawa bagian timur, bisnis itu dibangun oleh pak Rahmadi Katamjo dengan hati, dari modal menjual rumah warisan keluarga, dia membangun sebuah motel kecil dengan layanan jasa yang sangat baik.

Pada zamannya motel adalah bisnis yang dianggap tidak mumpuni, karena pada zaman itu tingkat pendapatan masih sangat rendah, orang berlibur juga sangat jarang, hanya orang yang sangat kaya saja yang bisa berpergian, tapi Rahmadi tetap membangun tanah kosongnya menjadi motel sekaligus tempat tinggal.

Satu-satunya motel yang ada di tempat itu.

Apakah motelnya berjalan dengan baik?

Tentu setiap usaha ada naik turunnya, tapi tetap saja, Rahmadi berkeyakinan bahwa usahanya akan berjalan dengan baik kelak.

Motelnya hanya motel biasa dengan luar kamar kira-kira 15-20 meter persegi, ada tempat tidur dengan kasur empuk pada 15 kamar yang dia sediakan, layanan restoran yang juga disediakan dengan menu sederhana, lalu antar jemput dari stasiun, meski mobil Rahmadi adalah mobil lama peninggalan ayahnya yang harus dia beli adik dan kakaknya sebagai bagian dari warisan, tetap saja, itu termasuk bagian dari layanan yang membuat hotel itu digemari.

Pertanyaannya, apakah memang benar, bahwa ... motel itu memang hanya menyediakan jasa penginapan saja hingga akhirnya bisa menjadi bisnis gajah yang mengakar pada setiap daerah?

Pada masa ini, bahkan ketika Rahmadi telah meninggal dunia, meninggalkan harta yang berlimpah untuk anak cucunya hanya dari bisnis motel tersebut, maka Rendra sebagai penerus tunggal mengurus usaha keluarga dengan istrinya hingga menjadi perusahaan yang semakin besar dan berkembang.

Keluarga Katamjo terkenal memiliki bisnis dalam bidang jasa, setidaknya itu yang orang tahu, walau binis lain yang lebih besar, tidak banyak orang tahu dan ternyata mengendalikan banyak hal di setiap lini kehidupan, baik sistem maupun orang.

Tak heran, banyak orang memang sangat tunduk pada keinginan keluarga itu, tidak hanya berputar pada Miranda dan Rendra saja, tapi pada dua anaknya, Revan dan Revina, sejak kecil walau Revan dididik keras tapi tetap saja, dia adalah tuan muda yang kaya raya, sehingga teman-temannya tak ada yang berani padanya.

“Apa yang kau dapatkan?” Revan bertanya pada seorang wanita.

“Dia seperti biasa, datang ke kantor, meeting dan bertemu teman-temannya.” Wanita itu melaporkan apa yang dia selidiki selama satu minggu ini.

Namanya Mima, dia adalah orang kepercayaan Revan, dia mengenal Mima sejak SMP, orang tua Mima bangkrut dan akhirnya keluarga Revanlah yang membantu sekolah Mima hingga selesai melalui yayasan orang tuanya.

Mima sangat berterima kasih pada Revan dan sampai sekarang dia mengabdikan hidupnya untuk menjadi ... pesuruh Revan.

“Apakah dia masih sering datang ke studio Mike?” Revan bertanya.

“Ya, 3 kali seminggu, Van.”

“Dan dia masih pulang belakangan dari teman-temannya?” Revan bertanya lagi.

“Ya, dia selalu pulang paling telat.”

“Sepertinya Mike mainan baru ibuku.”

“Van, aku pikir dia memang hanya latihan saja, tante Miranda itu suka sekali dengan hal-hal yang indah, mungkin ....”

“Aku tidak meminta pendapatmu Mima, aku pikir sudah cukup untuk hari ini, pastikan jangan terlihat kalau kau datang ke tempatku.” Revan meminta Mima keluar dari ruangannya.

Mima sebelum keluar, memakai hoody dari jaketnya, lalu masker pada mulutnya dan keluar dari ruangan itu dengan cepat, hari sudah sangat malam, Mima keluar dari pintu khusus yang hanya Revan dan Mima pegang kuncinya, hingga tak ada yang tahu Mima datang ke tempat Revan secara berkala.

Mima setelah keluar dari gedung itu, melanjutkan larinya, dia memang memakai setelan jogging yang cukup keren, sweater berhoodie berwarna hitam, dipadukan dengan celana parasut yang pas, sepatu kets ternama dengan warna senada, membuat kegiatan larinya sungguh terlihat elegant.

Mia menyusuri jalan dan akhirnya sampai di apartemen murah pinggiran kota, dia masuk ke unit lalu meminum satu botol air putih dari kulkas, lalu mandi dan ketika hendak tidur, dia melihat telepon genggamnya berbunyi.

“Halo tante, ada apa?” Miranda menelponnya, Mima tahu apa yang akan dibahas, selalu hal yang sama.

“Revan tidak suka calon itu, apakah kau bisa bantu tante untuk mendapatkan calon lain yang sekelas dengan 2 wanita sebelumnya?” Miranda bertanya pada Mima karena Mima bekerja pada perusahaan yang dipimpin Miranda sebagai PR Manager, Mima yang mengatur hubungan antar perusahaan dengan pihak luar, baik client maupun vendor jika berkaitan dengan citra perusahaan.

Maka karena wawasannya yang luas itulah, Miranda percaya Mima bisa mendapatkan nama-nama orang yang tepat.

“Duh Tan, itu udah yang paling tinggi loh yang saya sortir, memang Revan tidak mau ketemunya kenapa?” Nada bicara Mima jadi jauh lebih hangat, berbeda saat dia berbicara dengan Revan tadi, dingin dan berat.

Tapi bicara dengan Miranda, Mima jadi lebih hangat dan terkesan manja.

“Kan kamu tahu, dia itu paling nggak suka dijodohin, dia itu suka perempuan nggak sih, Mim?” Miranda tiba-tiba bertanya.

Mima tertawa dengan spontan, “Suka kok Tan, kan tante tahu dia pernah punya pacar pas  SMA.” Mima menjawab walau tawa masih tersisa di sana.

“Iya sih, tapi habis itu kan nggak ada lagi, emang sakit hatinya parah apa? Sampai dia kayak gitu, single terus, aneh sekali.” Miranda masih mencoba untuk mengorek informasi, kalau Miranda tahu, Mima adalah sahabat Revan sejak lama.

“Nggak kok Tante, Revan itu sepertinya berpikir bahwa, menjalin hubungan itu hal yang sia-sia, dia pernah bilang kalau dulu itu pacaran membuatnya seringkali kesal karena harus menuruti kemauan pacarnya, repot katanya, makanya dia akhirnya putus, bukan karena wanita itu menyakitinya atau apapun, lagi pula, mana ada sejarahnya Revan disakiti, Tan.”  Mima menjawab dengan yakin untuk menangkan hati bosnya.

Walau Mima tahu alasan sebenarnya Revan tak mau menikah dulu, Revan sangat ingin mengalahkan ibunya, dia ingin menjadi pemimpin perusahaan, dia tak ingin lagi dikendalikan oleh ibunya, dia tak bisa fokus pada hal lain saat ini.

Dan Mima juga tahu kenapa Miranda sangat ingin Revan menikah, Revan bilang pada Mima kalau Miranda hanya akan menjadikan orang lain sebagai ikatan pada kaki dan tangan Revan agar Revan berhenti mencoba mengambil alih posisi ibu dan ayahnya, termasuk perempuan yang akan dijodohkan itu.

“Yaudah, kalau begitu, bantu tante cari wanita lain, tidak perlu atur pernikahan, tapi ... atur pertemuan mendadak ya, Mima ingat, kalau perjodohan ini berhasil, aku akan memberikanmu hadiah.” Miranda memang menganggap Mima hanyalah seorang wanita kelas pekerja yang akan sangat senang jika diberi hadiah mahal karena sudah melakukan pekerjaan sesuai target.

“Ok Tan, aku akan berusaha cari lagi, terima kasih ya.” Mima menggunakan suara manjanya untuk membuat Miranda senang, karena hangat dan manja akan membuat musuhmu akhirnya menyepelekanmu, Mima sengaja memberikan citra palsu pada dirinya di perusahaan ini, bagaimana mungkin seorang perempuan yang hidupnya hancur bisa berlagak manis di depan banyak orang kecuali itu adalah ekspresi palsu yang sedang dia tunjukan.

Setelah telepon ditutup, Mima lalu akhirnya memeluk guling dan hendak tidur, tapi saat tertidur, dia mengusap air mata pada matanya, jika saja dunia jauh lebih baik padanya, mungkin dia bisa bersama orang yang dia cintai.

...

“Aku tidak akan memaksamu kuliah jika kau tak ingin, terserah saja, kau bisa menggunakan masalah hilang ayahmu sebagai alasan, tapi percayalah, jika kerjamu hanya menangis saja, kau takkan pernah bisa hidup dengan baik.” Miranda setelah bicara dia menutup kembali pintu kamar Revina yang sudah 1 minggu absen dari kuliahnya.

Anak itu terlalu dimanja oleh Rendra, walau memang Miranda tahu, Rendra hanya keras pada orang-orang yang dia percaya, termasuk pada Miranda. Tapi terkadang hal seperti ini membuat Miranda dan Rendra sedikit kesal.

“Rani, kau beli kue tart dari tempat kesukaanku, kirim untuk rektornya Revina, jangan lupa selipkan 20 juta, bilang padanya Revina sedang tidak baik-baik saja, mohon bantuannya untuk nilai Revina, kau antar sendiri dan temui rektor itu.”

“Baik bu.” Rani mengangguk dan mereka bersiap untuk pergi ke kantor pagi ini, Rani seperti biasa duduk di depan.

“Bagaimana dengan mobil baruku? Kapan sampai!” Miranda bertanya.

“Sedang diproses bu, mungkin dalam 2 atau 3 hari sampai.” Rani menjawab dengan sedikit khawatir, karena Miranda ini adalah ratu yang keinginannya harus segera terpenuhi atau dia akan mengamuk.

Miranda hanya diam setelah itu, meneguk kopi yang biasa dibeli dari sebuah kafe dekat rumah oleh Rani, Miranda menatap jalan dan sekilas, dia berharap kalau mimpi buruk ini segera berlalu.

Mereka sampai kantor, Miranda dan Rani turun di lobby, seorang wanita dengan sepatu hak tinggi berwarna merah, kemeja berwarna senada dengan menyala yang sama, dipadankan dengan rok mini berwarna hitam, untung saja warna roknya hitam, jika saja merah, dia seperti seorang dari suatu partai di negeri ini.

“Pagi ibu Miranda.”

“Mima! Ayo ikut ke ruanganku.”

Wanita itu adalah Mima, dia memang sangat kontras dengan wanita semalam yang jogging dengan pakaian serba hitamnya, bahkan cara jalannya sungguh membuat siapapun yang melihatnya menganggap Mima adalah wanita kosong yang hanya punya wajah cantik saja sebagai bahan jualan untuk mendapatkan uang.

“Gimana? Sudah dapat calon lain?” Miranda bertanya.

“Udah Bu, nanti buka email ya, aku sudah kirim ke email ibu beberapa biodata, aku tak sabar dengan hadiahnya!” Mima memang memanggil Miranda dengan sebutan ibu karena di kantor, kalau di rumah dia akan memanggilnya tante.

“Aku akan memberimu berlian jika kali ini berhasil!” Miranda ikut bersemangat dan dia membuka email, sementara Mima pergi dari ruangan itu dengan berjalan centil, setelah masuk ke ruangan, dia berdiri dengan tegak dan berjalan seperti diri aslinya, berjalan dengan wajah yang dingin.

Dia memberi pesan singkat pada Revan.

[Bersiaplah, ibumu akan menyiapkan wanita lain.] Mima lalu duduk di mejanya dan menghapus lipstik merah yang sebenarnya membuat dia jijik. Dia harus memalsukan dirinya hanya agar lukanya tak pernah terlihat orang lain, agar yang terlihat hanyalah wajah cantik dan tingkah polosnya saja, agar jika ada hal buruk yang terjadi di sekitarnya, dia akan menjadi orang yang terakhir dicurigai karena tingkah kosongnya.

Revan mendapat pesan itu hanya membalas, [Kali ini aku akan menerimanya.]

Mima melihat balasan itu hanya menutup kedua matanya, dari ujung matanya keluar air yang selama ini dia tahan.

Terpopuler

Comments

Naviandha Icha

Naviandha Icha

wah apa mima suka sama revan nih

2025-03-16

0

Heri Wibowo

Heri Wibowo

Mima ternyata menyukai Revan.

2024-12-20

0

Elmi yulia Pratama

Elmi yulia Pratama

mima suka revan

2024-12-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!