Debitur menunggak

“Mama sedang apa?”

Ifan bangun dan berdiri didekat pintu masuk sambil mengucek matanya, aku menghampirinya dan mengusap kepalanya.

  “lapar, kan? ayo ikut ibu kita akan membuat nasi goreng kesukaan kamu” aku mengajaknya masuk kemudian menutup pintu dan berjalan kedapur.

    Aku menatap putraku yang makan dengan lahap, sesekali dia memuji masakanku, aku tersenyum dan mengulurkan tangan mengusap lembut rambut tebalnya.

   Aku bersyukur memilikinya, dia anak yang ceria dan cerdas, ketika aku memberinya uang jajan dia akan selalu menabungnya.

    Pernah suatu hari, uangku kurang untuk membayar kontrakan, mataku tak bisa tidur memikirkannya. Aku duduk di ranjang Ifan sambil memijat kepalaku yang sakit.. Tiba tiba Ifan datang dan membawa celengan dan menyodorkannya padaku.

  Kupeluk erat tubuhnya dengan mata berlinang. Aku menjatuhkan kecupan di kepalanya secara berulang.

  “mah, jangan nangis! Ifan ada tabungan buat bayar rumah. Kita tidak jadi di usir kan mah?”

  Aku mengangguk menahan tangis. “mama pinjam yah nak? Nanti mama ganti” ku hapus air mata putraku yang ikut terjatuh.

   “mah, ketika Ifan dewasa nanti, mama tidak akan kesusahan lagi mama tidak akan kekurangan lagi, Ifan akan menghidupi mama”

“Amin...”

Semoga apa yang dinginkan oleh putraku dijawab oleh Allah.

Sungguh besar tekad anakku. anak seusia dia seharusnya bermain dengan teman-temannya, bukan malah memikirkan beban keluarganya.

Tanpa terasa air mataku menetes mengingat kala itu.

 Tapi, beberapa hari ini Ifan terlihat murung, mungkinkah karena dia merindukan papanya.

 “hp mama bunyi” suara Ifan membuyarkan lamunanku, aku beranjak dan menjawab telpon.

  “Halo.”

“Mah. aku belum bisa pulang! disini ibu sedang sakit sejak kepergian bapak dia begitu terpukul, aku ajak untuk tinggal bersama dikota tapi ibu tidak mau” keluh suamiku.

 Aku tahu bagaimana ibu mertuaku, dia tidak menyukai dan tidak ingin tinggal dikota.

  “tapi mas, bagaimna dengan bank? Tidak lama lagi dia akan datang menagih, sedangkan uangnya belum juga terkumpul”

  “aku juga pusing mah, tidak tahu lagi harus pinjaman dimana. Sementara tanah juga belum laku”

“tanah siapa yang ingin mas jual?” tanyaku heran. sangking putus asanya kah suamiku sampai ingin menjual tanah yang entah milik siapa itu.

   “Tanah warisan bagianku mah, bagian Nita, rumah”

   Mas Herman memiliki adik perempuan bernama Nita yang masih sekolah menengah, dan tahun ini sebentar lagi akan tamat.

“Sabar ya mah! Begitu semuanya selesai aku akan kembali”

  Aku menghela napas berat mendengarnya. Aku tahu! pasti dia juga sedang pusing disana, memikirkan ibunya, memikirkan tanggungannya, diriku dan juga putranya.

    Bukankah aku seorang istri tidak mempersulitnya, seharusnya aku mendukungnya bukan?.

 “mah aku merindukanmu” ujar mas Herman diujung sana terdengar lirih..

   Hanya aku yang tahu maksud dari ucapannya.

Seketika mataku berkaca kaca, jika dia sudah begini aku selalu ada disisinya untuk mendukungnya memberinya semangat. Dapat kubayangkan betapa lelahnya wajah suamiku disana.

   “semoga semuanya dipermudah yah mas! Mas Jangan lupa sholat.!”

 “iya mah jaga diri baik baik disana, dan juga putra kita”

  Aku menutup panggilan tak kuasa menahan air mata. Aku ke dapur agar tak terlihat oleh Ifan. Aku terisak dengan memeluk kedua lutut. Aku tidak punya siapa siapa untuk bercerita keluh kesahku dan selalu memendam semuanya sendiri.

   Apa yang harus aku lakukan Tuhan, kenapa tidak ada jalan keluarnya, aku harus bagaimana? dimana aku harus mencari uang.

   Aku beranjak mengambil air wudhu untuk menunaikan sholat magrib. Tak apa aku tidak punya tempat untuk bercerita aku masih punya Tuhan. Akan aku sampaikan padanya betapa sakitnya saat tidak punya apa apa.

...----------------...

  Malam hari, aku duduk didepan teras setalah Ifan tidur. aku menatap dimana langit sedang gelap yang sepertinya sebentar lagi akan turun hujan.

  Saat ini sudah memasuki bulan Desember sebentar lagi pergantian tahun, dan kehidupanku masih begini begini saja, tidak ada yang berubah malahan semakin bergantinya tahun semakin sulit saja.

   Panggilan masuk, yang aku beri nama Bank, seketika aku dilema, antara ingin menjawab dan tidak. Tapi ini adalah resikonya yang harus aku hadapi.

  ”Atas nama ibu Riyanti, mohon segera melakukan pembayaran yah Bu, ini sudah dua bulan menunggak. Dan kami akan datang ketempat ibu untuk menempelkan stiker Debitur menunggak dirumah ibu”

 “maaf pak, saya belum ada uang.”

  “Tolong diusahakan secepatnya ya bu”

  “baik pak!”

“Baiklah terimakasih bu Riyanti”

Panggilan berakhir.

  Pandanganku kosong, begitu banyaknya beban pikiranku saat ini.

    Jika aku menjual ginjalku seberapa besar kemungkinan aku hidup, dan seandainya jika aku mati, bagaimna dengan putraku?

   Aku melirik keadaan sekitarku, disini sebenarnya cukup ramai. Ada perumahan, kontrakan bahkan ada juga rumah pribadi orang orang elit.

   Mataku terkunci tatkala menangkap satu orang yang berjalan sambil membawa kantong.

 Bukankah itu Rais? Sedang apa dia didepan pintu pagarku?.

Aku menghampirinya.

 “Sedang apa disitu?”

   Rais tertawa kaku, “anu.. kak! aku membawa telur dan beberapa bahan dapur lainnya”

   Bingung sudah aku. Dia memindahkan kantong kresek di tanganku.

 ”jangan ditolak ya kak! Itu untuk telur yang aku pecahkan tadi siang, dan sisanya, yah.. Aku ingin numpang makan kak, bosan makan diluar terus”

  Hatiku masam saat kata bosan terucap dari bibir Rais, ternyata sebagian orang tidak mensyukuri apa yang mereka miliki. diluar sana ada begitu banyak orang yang kesulitan ekonomi, bahkan untuk makan saja susah. salah satunya diriku, dan dengan entengnya dia mengatakan bosan.

  “melamun saja kak!”

Lamunanku pecah saat dia menepuk pelan bahuku.

“kak Jangan terlalu lama menatapku, nanti jatuh cinta loh, heheh.”

  Aku tidak habis pikir, ternyata Rais juga orang yang humoris.

  “Terlalu PD itu gak baik”

Aku menggeleng, kemudian berjalan masuk kedalam dan Rais mengekor di belakangku.

 “kak, apa aku diundang masuk?”

“Tidak..! tunggu saja di teras. Begitu masakannya jadi kamu bisa membawanya pulang”

Aku melanjutkan langkahku.

“yah.. Kak. Mana enak makan sendiri”

“yah.. Terus?”

“makan dengan kakak yang cantik lah”

Rais kembali menggodaku.

“baiklah tunggu di teras, ohiya kamu ingin makan apa?”

“Astaga kak. Mana ada orang makan di teras. dan aku, yah..!! aku tidak pemilih”

“iya iya masuk.. tapi jangan berisik! putraku sedang tidur”

Aku meninggalkan nya diruang tamu sendiri lalu sibuk didapur.

Aku berpikir sepertinya dia bukan orang jahat.

   Aku menyelesaikan masakan ku setelah menghabiskan waktu 15 menit, dua mangkuk mie ayam siap disantap.

   “um masakan apa ini namanya kak?”

Rais mengambil sendok lalu mencicipi kuahnya.

 “Rasanya enak”

“Ternyata kakak pintar masak yah, emm... gimana kalau kakak masakin aku setiap hari? aku gaji deh! gajinya biar kak Riya yang tentukan” ujar Rais kembali melanjutkan acara makanya.

Bersambung.

Terpopuler

Comments

kalea rizuky

kalea rizuky

suami gk becus istri gk bs apa2 krja kn bisa

2025-03-30

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!