Bab 4: Cahaya yang Pudar

Athena berjalan dengan langkah berat, udara dingin pegunungan mulai menusuk kulitnya. Malam terasa abadi, gelap yang menyelimuti dunia seperti menggambarkan kekosongan di hatinya. Kehilangan Elias adalah pukulan telak, tetapi ia tahu dirinya tidak bisa berhenti. Medali di lehernya kini terasa lebih berat, seperti membawa tanggung jawab yang bukan hanya miliknya.

Di kejauhan, langit mulai memancarkan warna abu-abu pucat. Fajar menyingsing perlahan, menerangi pegunungan yang menjulang tinggi di depan Athena. Puncak Relic, tujuan yang terus memanggilnya, kini lebih jelas terlihat. Namun, jalan menuju ke sana bukanlah jalan yang mudah.

---

Athena tiba di lembah yang sempit, sebuah jalur berliku yang membelah dua tebing tinggi. Pohon-pohon mati dengan ranting-ranting tajam berdiri seperti penjaga bisu. Ia tahu tempat ini berbahaya. Lembah seperti ini adalah tempat sempurna untuk penyergapan.

Athena mengencangkan genggamannya pada pisau yang terselip di pinggangnya. Langkahnya pelan, setiap derit ranting di bawah sepatu membuat jantungnya berdetak lebih cepat. Ia berhenti ketika mendengar suara samar—suara rantai yang diseret.

Clink... clink... clink.

“Ada seseorang,” gumamnya pada dirinya sendiri.

Dengan hati-hati, ia bersembunyi di balik batu besar, mengintip ke depan. Di sana, ia melihat tiga orang bergerak dengan langkah tertatih-tatih. Mereka kurus, wajah mereka seperti bayangan kematian, tubuh mereka penuh luka dan memar. Di belakang mereka, seorang pria besar bersenjata cambuk memaksa mereka maju.

“Tahanan?” pikir Athena.

Ia merasakan dorongan untuk membantu, tetapi pikirannya penuh pertimbangan. Melawan pria itu bisa berarti kematiannya. Namun, membiarkan para tahanan itu begitu saja bertentangan dengan nuraninya.

Saat Athena berpikir, suara cambuk terdengar keras di udara.

“Cepat, kalian anjing tak berguna!” teriak pria itu, suaranya menggema di lembah.

Athena tahu ia harus bertindak. Dengan napas dalam, ia merayap lebih dekat, mencoba mengintai lebih jelas. Ia melihat senjata pria itu—sebuah pistol tua tergantung di pinggangnya, bersama cambuk berduri yang ia gunakan.

Athena menyiapkan pisaunya. Ia tahu bahwa keberhasilannya bergantung pada serangan yang cepat dan tepat.

---

Athena melompat dari tempat persembunyiannya, melemparkan pisaunya ke arah pria besar itu. Pisau itu mengenai lengannya, membuatnya menjatuhkan cambuknya. Ia berteriak kesakitan, tetapi segera menarik pistolnya.

Athena tidak memberi kesempatan. Ia berlari, menendang pistol itu dari tangannya sebelum meninju wajahnya dengan kekuatan yang ia miliki. Pria itu terhuyung, tetapi tidak jatuh. Ia memukul balik, membuat Athena terjatuh ke tanah.

Pria itu tertawa, darah menetes dari lukanya. “Gadis kecil, kau pikir bisa melawanku?”

Athena menggertakkan giginya, mengangkat tubuhnya perlahan. Ia meraih batu di dekatnya dan melemparkannya ke wajah pria itu. Ketika pria itu teralihkan, Athena melompat ke arahnya, mengambil cambuk berduri yang terjatuh. Dengan satu gerakan cepat, ia melilitkan cambuk itu di leher pria itu dan menariknya dengan keras.

Pria itu tercekik, mencoba melawan, tetapi Athena tidak berhenti sampai tubuhnya roboh ke tanah. Napas pria itu berhenti, dan lembah itu menjadi sunyi.

---

Setelah memastikan pria itu mati, Athena menghampiri para tahanan yang kini menatapnya dengan campuran rasa takut dan harapan.

“Kalian baik-baik saja?” tanya Athena.

Salah satu dari mereka, seorang pria tua dengan rambut putih kotor, menjawab dengan suara lemah, “Kami... kami adalah buronan dari kelompok Militer Timur. Dia menangkap kami untuk dijual.”

Athena mengernyit. Militer Timur adalah salah satu kelompok faksi besar yang tersisa, terkenal karena kekejaman mereka.

“Kalian bisa pergi sekarang,” kata Athena, melepas rantai dari tubuh mereka.

Namun, salah satu dari mereka, seorang wanita muda dengan mata tajam, menatap Athena dengan curiga. “Kenapa kau membantu kami?”

Athena menghela napas. “Karena aku tidak tahan melihat orang menderita seperti ini.”

Wanita itu tersenyum tipis, tetapi tetap berjaga-jaga. “Hati-hati, tidak semua orang yang kau selamatkan akan berterima kasih.”

Athena merasa ada kebenaran dalam kata-kata itu. Namun, ia memutuskan untuk tidak memikirkan kemungkinan buruk. Para tahanan itu pergi, meninggalkan Athena sendirian lagi.

---

Athena melanjutkan perjalanan, tetapi langit mulai gelap. Awan hitam tebal menggantung di atas, dan aroma aneh memenuhi udara. Athena tahu apa yang akan datang.

“Hujan asam,” katanya dengan suara rendah.

Ia segera mencari perlindungan. Di kejauhan, ia melihat sebuah bangunan kecil yang masih berdiri di atas bukit. Dengan langkah cepat, ia berlari menuju tempat itu, berusaha mengalahkan hujan yang mulai turun.

Setibanya di sana, ia mendapati bangunan itu adalah sebuah gereja tua, dindingnya penuh dengan retakan dan lumut. Athena masuk, tubuhnya menggigil karena basah.

Di dalam, ia menemukan tempat yang lebih hangat, meski tak terlalu nyaman. Salib besar masih tergantung di depan altar, meski warnanya telah memudar. Athena duduk di bangku kayu, membiarkan tubuhnya beristirahat.

Namun, rasa aman itu hanya sementara. Dari sudut ruangan, ia mendengar suara langkah pelan.

“Siapa di sana?” Athena bertanya, menggenggam pisaunya.

Sosok kurus muncul dari kegelapan, seorang pria tua dengan jubah robek. Wajahnya penuh dengan bekas luka, matanya tampak lelah tetapi tajam.

“Tenang, aku bukan musuh,” katanya. “Aku penjaga tempat ini... atau setidaknya, itulah yang aku pikirkan.”

Athena menurunkan pisaunya sedikit. “Penjaga? Kau tinggal di sini?”

Pria itu mengangguk. “Sudah bertahun-tahun. Tapi tidak ada yang tersisa untuk dijaga, kecuali kenangan.”

Athena merasakan kesedihan dalam kata-kata pria itu. Mereka berbicara selama beberapa saat, berbagi cerita tentang dunia yang telah hancur.

Pria itu, yang memperkenalkan dirinya sebagai Father Gideon, memberikan Athena sebuah peta kecil dengan jalur alternatif ke Puncak Relic.

“Jalur utama terlalu berbahaya,” katanya. “Kalau kau ingin selamat, ambil jalan ini.”

Athena menerima peta itu dengan rasa terima kasih. Namun, ketika ia hendak pergi, Gideon berkata, “Hati-hati, anak muda. Tidak semua orang yang mencari Relic melakukannya untuk tujuan mulia.”

---

Athena meninggalkan gereja itu saat hujan mulai reda, peta baru di tangannya. Ia tidak tahu apa yang menantinya di depan, tetapi kata-kata Gideon terus terngiang di pikirannya.

Puncak Relic semakin dekat, tetapi bahaya dan kebenaran tentang tempat itu mungkin lebih gelap dari yang ia bayangkan.

---

Episodes
1 Bab 1: Bayang-Bayang Reruntuhan
2 Bab 2: Jejak ke Puncak Relic
3 Bab 3: Jalan Berdarah ke Relic
4 Bab 4: Cahaya yang Pudar
5 Bab 5: Jejak yang Terlupakan
6 Bab 6: Faksi Militer dan Negara Atlantis yang Menindas
7 Bab 7: Bayang-bayang Penindasan
8 Bab 8: Api Perlawanan yang Mulai Berkobar
9 Bab 9: Di Ambang Harapan dan Ketakutan
10 Bab 10: Pertempuran di Hakar
11 Bab 11: Kekalahan yang Mematahkan semangat
12 Bab 12: Eksekusi di Bawah Langit Kelabu
13 Bab 13: Air Mata di Bawah Langit Kelam
14 Bab 14: Bara di Ibu Kota
15 Bab 15: Bara yang Menyala di Pelosok
16 Bab 16: Perpecahan di Tengah Api
17 Bab 17: Ruang Tahta Atlantis
18 Bab 18: Bara di Balik Gunung
19 Bab 19: Pertemuan yang Diganggu
20 Bab 20: Ikatan di Tengah Api
21 Bab 21: Genosida di Pulau Mistik
22 Bab 22: Api yang Tak Padam
23 Bab 23: Nyala Api Revolusi
24 Bab 24: Serangan Pertama
25 Bab 25: Propaganda Atlantis
26 Bab 26: Cahaya di Tengah Kegelapan
27 Bab 27: di Balik Tirai Kekuasaan
28 Bab 28: Nyala Api yang Semakin Membara
29 BAB 29 Perkenalan Tiga Jenderal Besar dan Jenderal Tertinggi Atlantis
30 Bab 30: Api yang Tidak Pernah Padam
31 Bab 31: Pertempuran Tak Terelakkan
32 Bab 32: Intervensi Atlantis
33 Bab 33: Di Ambang Kehancuran
34 Bab 34: Taktik Terakhir
35 Bab 35: Suara dari Timur
36 Bab 36: Bayangan Perang di Timur
37 Bab 37: Kabut Pengkhianatan
38 Bab 38: Langit Berdarah
39 Bab 39: Pelarian yang Membara
40 Bab 40: Nyali di Balik Pelarian
41 Bab 41: Kilatan di Tengah Malam
42 Bab 42: Neraka di Balik Kabut
43 Bab 43: Pertarungan di Perbatasan Bayangan
44 Bab 44: Bayangan Kematian
45 Bab 45: Bara di Tengah Kegelapan
46 Bab 46: Kobaran Api Revolusi
47 Bab 47: Jejak Darah di Tengah Konflik
48 Bab 48: Jejak Api di Bawah Langit Berdarah
49 Bab 49: Tanah yang Berlumur Darah
50 Bab 50: Kekacauan di Tepi Jurang
51 Bab 51: Neraka di Kaki Gunung Karst
52 Bab 52: Api di Tengah Kegelapan
53 Bab 53: Duel di Tengah Badai
54 Bab 54: Bara yang Tak Padam
55 Bab 55: Penyerbuan ke Jantung Atlantis
56 Bab 56: Amarah yang Membakar Langit
57 Bab 57: Badai Balas Dendam
58 Bab 58: Pertempuran Terakhir di Kegelapan Abadi
Episodes

Updated 58 Episodes

1
Bab 1: Bayang-Bayang Reruntuhan
2
Bab 2: Jejak ke Puncak Relic
3
Bab 3: Jalan Berdarah ke Relic
4
Bab 4: Cahaya yang Pudar
5
Bab 5: Jejak yang Terlupakan
6
Bab 6: Faksi Militer dan Negara Atlantis yang Menindas
7
Bab 7: Bayang-bayang Penindasan
8
Bab 8: Api Perlawanan yang Mulai Berkobar
9
Bab 9: Di Ambang Harapan dan Ketakutan
10
Bab 10: Pertempuran di Hakar
11
Bab 11: Kekalahan yang Mematahkan semangat
12
Bab 12: Eksekusi di Bawah Langit Kelabu
13
Bab 13: Air Mata di Bawah Langit Kelam
14
Bab 14: Bara di Ibu Kota
15
Bab 15: Bara yang Menyala di Pelosok
16
Bab 16: Perpecahan di Tengah Api
17
Bab 17: Ruang Tahta Atlantis
18
Bab 18: Bara di Balik Gunung
19
Bab 19: Pertemuan yang Diganggu
20
Bab 20: Ikatan di Tengah Api
21
Bab 21: Genosida di Pulau Mistik
22
Bab 22: Api yang Tak Padam
23
Bab 23: Nyala Api Revolusi
24
Bab 24: Serangan Pertama
25
Bab 25: Propaganda Atlantis
26
Bab 26: Cahaya di Tengah Kegelapan
27
Bab 27: di Balik Tirai Kekuasaan
28
Bab 28: Nyala Api yang Semakin Membara
29
BAB 29 Perkenalan Tiga Jenderal Besar dan Jenderal Tertinggi Atlantis
30
Bab 30: Api yang Tidak Pernah Padam
31
Bab 31: Pertempuran Tak Terelakkan
32
Bab 32: Intervensi Atlantis
33
Bab 33: Di Ambang Kehancuran
34
Bab 34: Taktik Terakhir
35
Bab 35: Suara dari Timur
36
Bab 36: Bayangan Perang di Timur
37
Bab 37: Kabut Pengkhianatan
38
Bab 38: Langit Berdarah
39
Bab 39: Pelarian yang Membara
40
Bab 40: Nyali di Balik Pelarian
41
Bab 41: Kilatan di Tengah Malam
42
Bab 42: Neraka di Balik Kabut
43
Bab 43: Pertarungan di Perbatasan Bayangan
44
Bab 44: Bayangan Kematian
45
Bab 45: Bara di Tengah Kegelapan
46
Bab 46: Kobaran Api Revolusi
47
Bab 47: Jejak Darah di Tengah Konflik
48
Bab 48: Jejak Api di Bawah Langit Berdarah
49
Bab 49: Tanah yang Berlumur Darah
50
Bab 50: Kekacauan di Tepi Jurang
51
Bab 51: Neraka di Kaki Gunung Karst
52
Bab 52: Api di Tengah Kegelapan
53
Bab 53: Duel di Tengah Badai
54
Bab 54: Bara yang Tak Padam
55
Bab 55: Penyerbuan ke Jantung Atlantis
56
Bab 56: Amarah yang Membakar Langit
57
Bab 57: Badai Balas Dendam
58
Bab 58: Pertempuran Terakhir di Kegelapan Abadi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!