Malam itu angin terasa sangat dingin, tubuhku begitu tegang mengingat besok adalah hari dimana aku harus berpisah denga orang tuaku.
Aku harus meninggalkan mereka dan mengikuti perintah Buyut Ayu. Selama ini aku hanya tau kota Jakarta dari televisi, tak terbayang sedikit pun di benakku jika aku harus pergi jauh sampai kesana.
Sampai jam menunjukan pukul 01.00 dini hari, mataku masih saja segar. Kepalaku pusing memikirkan keberangkatanku.
Aku memutuskan untuk mengambil Wudhu, aku mencoba untuk Shalat Tahajud. Meskipun aku belum sempat tidur, aku tetap melakukannya. Aku ingin berdo'a agar aku bisa di beri ketenangan.
Usai shalat aku masih saja belum bisa tidur, aku melangkahkan kaki menuju kamar Ibu dan Bapak. Saat hendak mengetuk pintu, ternyata ruang keluarga masih menyala Lampunya.
Ternyata benar dugaan ku, Bapak masih terjaga. Ku alunkan senyumanku, aku melangkah mendekati Bapak yang saat itu sedang memejamkan matanya. Matanya terpejam tapi pikirannya masih tetap terjaga.
Bapak langsung tau saat aku duduk di sebelahnya, aku menyenderkan kepalaku di bahunya. Aku merasakan ketenangan saat tangannya mulai membelai lembut puncak kepalaku.
Bapak : Kamu pasti gak bisa tidur ya? pasti nanti Mbak Murni seneng kamu datang kesana.
Ayu : Apa keputusan ini sudah benar? apa Ayu menyakiti hati kalian?
Bapak : Bapak sama Ibu akan selalu dukung semua keputusan Ayu dan Buyut. Selama itu baik dan tidak melanggar norma agama.
Ayu : Terimaksih ya Pak, sudah memaafkan kesalahan Ayu. Bapak sama Ibu pasti sangat berat mengambil keputusan ini.
Bapak hanya membalas dengan sentuhan lembut ya, tidak banyak kata yang mampu kami rangkai. Diam nya kami adalah keputusan yang tepat. Jika di lanjutkan, hanya akan ada air mata yang menyelimuti kesedihan kami.
Pagi pun mejelang, sesuai dengan janjinya. Buyut Ayu sudah datang jam 6 pagi tepat. Tidak kurang dan tidak lebih, Buyut memang di kenal orang yang sangat disiplin.
Dia hanya mempunyai dua anak, Mbak Murni dan Mas Aditya. Keduanya sudah menikah dan tinggal terpisah dengan Buyut. Kalo kata Ibu, pada gak kerasan karena Buyut cukup keras dalam mendidik anak anaknya.
Mas Aditya sudah memiliki 1 orang anak perempuan seusiaku bernama Marcella, sedangkan mbak Murni sudah 2 tahun menikah dan masih belum di karuniai momongan.
Akhirnya aku dan Buyut berangkat, tentu saja keberangkatan ku di sertai dengan isak tangis Ibu Bapak dan sanak saudaraku. Meraka sedih aku harus hidup jauh dari keluargaku.
Tak lupa pula do'a mereka menyertai langkah ku, aku harus menahan air mataku. Jika aku menangis, mereka akan ingat tangisan ku. Meraka akan khawatir dengan keadaan ku.
Aku mencoba untuk menahan air mataku sekuat mungkin. Aku tersenyum, seolah olah hari ini adalah hari yang sangat aku nantikan.
Usut punya usut, ternyata Buyut tau aku tidak di sekolahkan dari tetanggaku yang kerjaannya kulakan ( pedagang sayur keliling).
Dia bercerita kalo Ibuku cerita anaknya mogok makan selama beberapa hari karena tidak bisa lanjut sekolah.
Mendengar hal itu, Buyutku naik pitam. Sehingga malam malam beliau langsung datang ke rumahku.
Setelah perjalanan kurang lebih 8 jam menggunakan Bus. saat itu belum ada tol Cipali ceritanya, jadi masih lewat jalan pantura dari Jawa Tengah ke Jakarta. Akhirnya kami sampai juga di rumah Mbak Murni. Rumah tersebut merupakan rumah dinas Mas Ali sebagai Polisi di Jakarta.
Kami di sambut dengan baik sama Mas Ali, namun ada senyum getir di wajah Mbak Murni. Tapi aku tak ambil hati, mungkin karena aku baru bertemu lagi setelah 2 tahun tidak bertemu.
Setelah menikah, Mbak Murni jarang sekali pulang. Lebih sering Buyut yang datang untuk berkunjung.
Karena kami datang sudah sore, Buyut menyuruh ku untuk mandi, makan dan istirahat. Aku mematuhi perintahnya, aku pun masuk dalam dunia mimpi dengan lelapnya karena letih sekali rasanya setelah perjalanan jauh.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 201 Episodes
Comments