Pangeran Li Wei mulai menunjukkan sisi dirinya yang ceria dan penuh semangat, sesuatu yang jarang terlihat sebelumnya. Senyumannya kini lebih sering menghiasi wajahnya, dan matanya bersinar dengan harapan. Ia menjadi lebih percaya diri, berani bermimpi tentang masa depan yang lebih cerah. Bersama Xiao Ling, ia merencanakan petualangan-petualangan baru, menjelajahi setiap sudut kerajaan dengan penuh antusiasme.
Mereka sering duduk di taman istana, di bawah pohon sakura yang sedang berbunga, berbagi cerita dan impian. Angin sepoi-sepoi yang membawa aroma bunga membuat suasana semakin magis. Xiao Ling selalu tahu cara membuat Pangeran Li Wei tertawa, dan kehadirannya memberikan kehangatan yang tak tergantikan.
Senja di ufuk barat telah menunjukkan sinarnya, warna langit oranye menambah kesan magis pada sore itu. Pangeran Li Wei dan Xiao Ling duduk di tepi danau istana, menikmati pemandangan yang menakjubkan. Angin sepoi-sepoi berhembus lembut, membawa aroma bunga yang sedang mekar.
"Indah sekali, bukan?" kata Xiao Ling sambil tersenyum, matanya memandang jauh ke cakrawala.
Pangeran Li Wei mengangguk, merasakan kedamaian yang jarang ia rasakan sebelumnya.
"Ya, sangat indah. Aku merasa sangat beruntung memiliki teman sepertimu, Xiao Ling."
Xiao Ling tertawa kecil, suaranya seperti musik yang menenangkan.
"Aku juga merasa beruntung, Pangeran. Bersamamu, setiap hari terasa seperti petualangan baru."
Mereka berdua terdiam sejenak, menikmati keheningan yang nyaman. Burung-burung mulai kembali ke sarangnya, dan suara gemericik air danau menambah suasana tenang. Pangeran Li Wei merasa hatinya penuh dengan kebahagiaan dan harapan.
"Apakah kamu pernah berpikir tentang masa depan, Xiao Ling?" tanya Pangeran Li Wei tiba-tiba, matanya penuh rasa ingin tahu.
Xiao Ling menoleh, menatap Pangeran dengan lembut. "Tentu saja. Aku bermimpi tentang masa depan di mana kita bisa terus bersama, menjelajahi dunia dan menemukan keajaiban-keajaiban baru."
Pangeran Li Wei tersenyum, merasa semangatnya semakin berkobar. "Aku juga. Bersamamu, aku merasa bisa menghadapi apa pun."
Senja terus berlanjut, dan langit semakin gelap. Namun, di hati Pangeran Li Wei dan Xiao Ling, cahaya harapan dan persahabatan terus bersinar terang.
Sampai suatu hari, ketika mereka akan melakukan janji temu, Malam itu, langit dipenuhi bintang-bintang yang berkelap-kelip, seolah-olah mereka tahu bahwa sesuatu yang penting sedang terjadi. Pangeran Li Wei berdiri di taman istana, menunggu Xiao Ling yang telah berjanji untuk menemuinya. Namun, yang datang bukanlah sosok yang ia harapkan, melainkan seorang pelayan yang membawa sebuah kotak kecil.
"Pangeran, ini titipan dari Nona Xiao Ling," kata pelayan itu dengan suara pelan, menyerahkan kotak tersebut kepada Li Wei.
Dengan tangan gemetar, Li Wei membuka kotak itu dan menemukan sebuah serpihan batu giok berbentuk separuh hati. Tidak ada surat, tidak ada penjelasan. Hanya batu giok yang dingin dan sunyi. Hatinya seketika hancur, seperti batu giok yang terbelah itu.
"Kenapa, Xiao Ling? Kenapa kau pergi tanpa alasan?" bisiknya, matanya mulai berkaca-kaca.
Hari-hari berikutnya terasa seperti mimpi buruk bagi Pangeran Li Wei. Ia mencari Xiao Ling ke seluruh penjuru istana, namun tidak ada yang tahu ke mana gadis itu pergi. Setiap sudut istana yang dulu penuh dengan tawa mereka kini terasa kosong dan sunyi.
Li Wei sering duduk di bawah pohon sakura, tempat favorit mereka, memandangi serpihan batu giok itu. Ia merasakan dinginnya batu itu di tangannya, seolah-olah menggambarkan kehampaan yang kini mengisi hatinya.
"Xiao Ling, apa yang sebenarnya terjadi? Mengapa kau meninggalkanku?" tanyanya pada angin yang berhembus lembut, berharap ada jawaban yang datang.
Namun, tidak ada jawaban. Hanya kesunyian yang menemani Pangeran Li Wei. Meski begitu, ia tetap menyimpan serpihan batu giok itu dengan hati-hati, sebagai kenangan terakhir dari sahabat yang pernah mengisi hidupnya dengan kebahagiaan.
Setiap malam, saat ia berbaring di tempat tidurnya, bayangan Xiao Ling selalu menghantui pikirannya. Ia teringat senyuman manisnya, tawa riangnya, dan bagaimana gadis itu selalu tahu cara membuatnya merasa lebih baik. Kini, tanpa kehadiran Xiao Ling, hidupnya terasa hampa dan tak berarti.
Pangeran Li Wei merasa seolah-olah sebagian dari dirinya telah hilang bersama kepergian Xiao Ling. Rasa sakit dan kehilangan itu begitu mendalam, menghancurkan setiap harapan dan impian yang pernah ia miliki. Ia merasa terjebak dalam kegelapan, tanpa tahu bagaimana cara keluar dari kesedihan yang melanda hatinya.
**
**
**
Dua puluh tahun kemudian, Pangeran Li Wei telah beranjak dewasa. Ia kini menjadi seorang pemuda yang tampan dengan tubuh tinggi dan kekar, membuat banyak wanita terpesona padanya. Rambut hitamnya yang tebal dan mata tajamnya menambah pesona yang sulit diabaikan. Namun, di balik penampilan luar yang memukau, sifat dan sikapnya masih belum berubah. Ia masih sering bertingkah seperti anak kecil, dengan tingkah laku yang kadang-kadang kekanak-kanakan dan spontan.
Di istana yang megah, Li Wei sering terlihat berjalan-jalan di taman, menikmati keindahan bunga-bunga yang bermekaran. Angin sepoi-sepoi yang membawa aroma harum bunga membuat suasana semakin menenangkan. Namun, di balik senyumannya yang menawan, ada kekosongan yang tak terisi. Ia merasa terjebak dalam kehidupan istana yang penuh dengan aturan dan harapan yang membebani.
Suatu hari, saat matahari mulai terbenam dan langit berubah menjadi jingga keemasan, Li Wei duduk di bawah pohon sakura, merenung. Air kolam yang tenang memantulkan bayangan wajahnya, seolah-olah mengingatkannya pada masa kecil yang penuh kebebasan. Ia merindukan saat-saat itu, ketika ia bisa bermain tanpa beban dan tertawa lepas tanpa khawatir akan tanggung jawab yang menantinya.
Pangeran Li Wei termenung di taman istana, memandang jauh ke arah langit yang mulai redup dengan awan-awan kelabu yang berarak pelan. Angin sepoi-sepoi menyapu wajahnya, membawa aroma bunga-bunga yang sedang mekar di sekitar taman.
"Lihat siapa yang kita temukan di sini, Pangeran Li Wei yang terkenal dengan kelemahannya," ucap Pangeran Zhao dengan nada mengejek, datang bersama Pangeran Ming. Mereka berjalan dengan langkah mantap, bayangan mereka memanjang di bawah sinar matahari sore.
"Ah, benar sekali. Pangeran yang bahkan takut pada bayangannya sendiri," sahut Pangeran Ming sambil tertawa ringan, suaranya menggema di antara pepohonan.
"Apa yang kalian inginkan?" balas Pangeran Li Wei, terkejut dan menoleh dengan cepat. Matanya yang biasanya tenang kini memancarkan ketegangan.
"Kami hanya ingin melihat apakah rumor itu benar. Ternyata, memang benar. Kau memang pangeran yang paling lemah di antara kita," sambung Pangeran Zhao dengan nada mencemooh, senyum sinis menghiasi wajahnya.
"Mungkin kau lebih cocok menjadi pelayan daripada pangeran," celetuk Pangeran Ming, mengejek dengan tawa yang terdengar meremehkan.
"Jika kalian hanya datang untuk mencemoohku, lebih baik kalian berdua pergi dari sini," balas Pangeran Li Wei dengan suara yang bergetar, mencoba menahan amarah dan rasa malunya.
"Wah. Kau sudah mulai berani, ya?" ucap Pangeran Zhao, mendekat ke arah Pangeran Li Wei dengan tatapan tajam yang membuat jantung Li Wei berdegup kencang.
Melihat tatapan tajam Pangeran Zhao, Pangeran Li Wei merasa takut dan mundur secara perlahan, langkahnya terasa berat seolah-olah tanah di bawahnya berubah menjadi lumpur.
"Kakak, jangan membuatnya takut. Siapa yang akan menenangkan dirinya saat ia menangis nanti? Hahaha," Pangeran Ming menepuk pundak Pangeran Zhao, tawa mereka berdua terdengar seperti cemoohan yang menusuk hati.
"Kau benar, adik. Siapa yang akan menenangkannya? Bahkan satu-satunya orang yang selalu menemaninya pun malah pergi meninggalkan dirinya. Sungguh kasihan," tambah Pangeran Zhao dengan nada yang penuh kepuasan, seolah-olah menikmati penderitaan Li Wei.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 26 Episodes
Comments