Sosok di Rooftop

Seperti halnya perintah Asyama kemarin, hari ini Rain melakukan survei lokasi. Rain benar-benar menuruti ucapan kakaknya. Ia datang ke tempat tujuan tanpa motornya.

Rain belum masuk langsung ke dalam kontrakan kecil itu. Ia malah sibuk berbincang dengan beberapa penghuni komplek.

"Yang bener, Bu?" tanya Rain.

"Iya, nak Rain. Ibu dengar sendiri dengan telinga ibu. Itu sebabnya, satu bulan yang lalu, anak-anak gadis yang baru menempati kontrakan itu langsung pindah. Iya kan, nak Nelli?" Paruh baya itu menatap Nelli meminta persetujuan.

Gadis bernama Nelli itu mengangguk cepat. "Iya. Mbak kalo gak percaya, tanya semua penghuni komplek ini. Kami semua saksi ketika mereka berteriak histeris keluar dari rumah pas malam-malam. Mereka bilang rumah itu ada penghuninya. Besoknya mereka langsung pindah."

"Nak Rain, cari kontrakan yang lain aja. Jangan yang itu, bahaya!"

"E hemm!"

Dehaman keras membuat mereka menoleh terkejut. Termasuk Rain.

"Kalian jangan bicara sembarangan tentang kontrakan saya, ya!"

Inilah orang yang Rain tunggu-tunggu sejak tadi. Pemilik kontrakan.

"Kontrakan saya gak angker. Lagi pula, dimana-mana itu ada hantu. Nah, kamu Jumi." Pemilik kontrakan menunjuk ibu-ibu yang bercerita tadi. "Di samping kamu juga ada hantu."

Ibu Jumi melirik sampingnya dengan takut. "Bu Halidah jangan bercanda," katanya memelas.

"Sudah-sudah! Pada bubar semuanya! Jangan ada cerita-cerita begitu lagi, semuanya itu hoaks. Kalian semua senang sekali pembeli saya pada kabur semua," kata Bu Halidah dengan menatap mereka semua tajam.

Satu-persatu, orang-orang mulai bubar. Bu Jumi sempat-sempatnya berbisik ke arah Rain. "Makanya kontrakannya murah, emang karena ada hantunya, nak Rain."

"Bu Jumi!" kesal Bu Halidah.

Bu Jumi segera lari terbirit-birit, meninggalkan Rain yang terkekeh pelan dan Bu Halidah yang siap menguliti paru baya itu.

Bu Halidah segera tersenyum setelah Bu Jumi tak nampak. Ia menatap Rain. "Jangan percaya omongan mereka, nak Rain. Mari, ikut ibu memeriksa tempatnya!"

Rain mengangguk dan mengikuti Bu Halidah dari belakang. Bukan hanya mereka berdua, ada satu lagi paru baya yang ikut beserta mereka. Kemungkinan, dia adalah penjaga keamanan di komplek itu.

Mereka berhenti di depan kontrakan paling sudut. Posisi paling ekstrim memang. Beberapa pohon, sekitar dua atau tiga mengelilingi kontrakan itu. Dibandingkan dengan kontrakan yang lain, kontrakan satu ini terlihat lebih sejuk. Dari luar, Rain langsung menyukai tempat ini.

Posisi Kontrakan di komplek ini tidak terlalu berdempetan. Setiap bangunannya memiliki jarak 3-5 meter. Semuanya sederhana dan terdiri dari satu lantai. Kontrakan yang sangat ideal bagi kaum muda seperti Rain.

"Ayo masuk!"

Rain mengangguk dan mengikuti Bu Halidah masuk ke dalam.

Saat mereka sudah di dalam, pintu yang tadinya terbuka sedikit, tiba-tiba terbuka lebar.

Brak!

"Astagfirullah!"

"Allahuakbar!"

Rain hanya terperanjat sedikit sambil memegang dadanya tanpa mengeluarkan suara sedikit pun.

Mereka serentak menoleh ke arah pintu yang terbuka lebar.

"hehehe... Maaf! Saya boleh ikutan, gak?"

"Nelli!" teriak Bu Halimah dengan ekspresi marahnya. Tangannya memegang dada. Hampir saja jantungnya copot.

Rain geleng-geleng kepala melihat gadis muda itu. Rain tahu, gadis itu mungkin berusia beberapa tahun di bawahnya. Jadi, ia bersikap ala kadarnya saja dengan gadis itu ketika baru mengenalnya tadi.

"Maaf Bu Ali!" kata gadis itu cengengesan.

"CK! Nyusahin aja."

Nelli segera berlari ke arah Rain. "Saya ikut mbak, ya! Hehehe..."

Rain tersenyum sambil mengangguk.

Setelah itu, Bu Halidah mulai menunjukkan bagian-bagian ruangan.

Rain mengamati seluruh isi ruangan. Kalau boleh jujur, ini terlalu berantakan untuk ukuran ruangan sebagus ini. Rain suka desainnya yang tidak ribet. Hanya saja, caranya menyusun perabotan sangat berantakan.

Saat masuk, di depan bagian kiri Rain adalah ruang tamu, sementara di kanan ada satu kamar. Di depannya lagi, di bagian kiri ada meja panjang dan dua kursi yang menghadap ruang tamu. Itu adalah meja makan sederhana. Antara meja makan dan ruang tamu ada pembatas setinggi meja. Dari atas pembatas, menjuntai tanaman gantung berwarna ungu yang memanjang. Benar-benar asri.

Kemudian, di bagian kanan belakang ada dapur dan kamar mandi/toilet. Benar-benar simpel. Rain benar-benar suka desainnya.

Ketika Bu Halimah menjelaskan lebih banyak lagi, mata Rain terpaku pada lukisan-lukisan abstrak yang melekat di dinding kanan, di samping pintu kamar. Di bawah lukisan itu, berdiri satu laci besar. Dan atas laci dipenuhi patung-patung tanah liat dan kayu.

Namun, Rain lebih tertarik dengan lukisan-lukisan itu. Ia hendak menyentuhnya, namun dengan cepat Nelli mencekal tangan gadis itu.

"Jangan!" kata Nelli.

"Kenapa?" Rain bertanya bingung.

Mata Nelli menyipit. "Mbak jangan sentuh karya-karya di sini. Nanti pemiliknya marah."

"Siapa? Bu Halidah?" tanya Rain.

Nelli menggeleng kuat. "Bukan. Lain kali aja saya ceritakan sama Mbak Rain. Sekarang bukan waktu yang tepat. Tapi, yang pasti jangan sentuh barang-barang ini kalau mbak gak mau diganggu."

Dahi Rain berkerut dalam. Siapa? Apa hantu yang mereka bicarakan itu? Akhirnya Rain tidak jadi mengusap lukisan itu. Padahal ia sangat penasaran dengan teksturnya.

"Lukisan ini milik siapa? Hantu yang kalian bicarakan?" tanya Rain.

Nelli mengangguk spontan.

"Tahu dari mana kalau ini lukisan hantu itu?" tanya Rain lagi.

Bulu kuduk Nelli langsung berdiri ketika mendengar pertanyaan Rain. "Mbak Rain jangan ngomong sembarangan. Lagian, ini kayaknya emang lukisan dia. Coba lihat nama pelukisnya!" kata Nelli sambil menunjuk sebuah nama di sudut kanan paling bawah di lukisan itu.

Rain membaca dengan seksama. "Ghio?" tanyanya. "Jadi, maksudnya nama hantunya Ghio?"

Brak!

"Aaaa..." teriak Nelli kencang.

"Allahuakbar!"

Baik Nelli maupun Rain, begitu juga dengan dua orang lainnya terperanjat kaget.

Bu Halidah dan asistennya yang awalnya berada di dapur berlari cepat ke raung tamu.

"Kenapa? Apa yang terjadi?" tanya Bu Halidah.

Nelli menggeleng kuat sambil memeluk lengan Rain. Sementara Rain memegang dadanya karena terkejut.

"Barusan yang jatuh itu apa?" tanya Surya, asisten Bu Halidah.

Rain menunjuk kursi yang tadi menghadap ruang tamu kini tergeletak di bawah.

"kursinya jatuh, pak."

Pak Surya mengelus dada. "Oh... Kirain apa, neng. kenapa bisa jatuh? Kalian gak hati-hati, ya?"

Nelli menggeleng kuat. "Jatuh sendiri, pak Sur," katanya.

"Jatuh sendiri? Bagaimana ceritanya?"

"Enggak, tadi cuma disenggol kucing, pak. Kucingnya sudah kabur," kata Rain. Ia memang sempat melihat kucing. Mungkin saja kucing itu yang menyebabkan kekacauan.

"Kirain apa," kata Bu Halidah sambil menghembuskan napas lega.

"Kucing apa bisa menjatuhkan kursi kayu seberat itu? Mbak Rain, itu pasti hantu. Hantunya marah gara-gara Mbak Rain nyebutin namanya," kata Nelli pelan. Gadis itu masih memeluk lengan Rain dengan kuat.

"Itu bukan hantu," kata Rain seraya meyakinkan dirinya. Lagi pula, ia sangat suka dengan tempat ini. Di tambah lukisan-lukisan bagus ini. Tahu saja jika Rain pecinta seni rupa.

Rain mengamati kembali lukisan itu.

"Kalau nak Rain tidak suka dengan barang-barang di sini, bilang, ya! Nanti pak Sur simpan barang-barang yang tidak di butuhkan ke dalam gudang. Kalau gak suka lukisan itu, sekarang juga bisa dibawa."

Rain menggeleng kuat. "Eh, enggak, Bu. Saya suka lukisan ini. Trus, patung-patung ini biar aja di sini. Kebetulan, saya anak seni rupa juga. Jadi, saya suka barang-barang ini," kata Rain cepat.

Rain kemudian mengelus lukisan yang tak sempat dia sentuh tadi. Mata Nelli membola melihat itu. Hampir saja ia berteriak.

"lukisannya bagus," kata Rain sambil tersenyum senang.

Saat itu juga, Nelli merasa aneh. Hawa dingin mulai menerpa telinga dan lehernya. Ia melirik takut sekelilingnya.

Nelli mengusap tengkuknya. "Mbak Rain merasa kedinginan gak?"

Rain menatap Nelli, lalu menggeleng pelan.

Nelli menggigit bibirnya. "Apa cuma saya yang merasakan, ya?"

"Heh! Kamu ini mulai, ya. Kamu gak senang lihat ibu dapat pembeli, hah? Niat kamu datang ke sini cuma mau nakut-nakutin apa gimana?" kata Bu Halidah kesal.

"Saya gak nakut-nakutin, Bu. Kalian tidak merasakan sesuatu?" tanya Nelli.

Mereka semua menggeleng.

Raut wajah Nelli terlihat seperti ketakutan. Saat itu juga, gadis itu segera berlari keluar rumah.

"Anak itu," kesal Bu Halidah. "Jangan hiraukan Nelli, nak Rain. Ayo, ikut ibu ke belakang. Di bagian belakang ada tangga buat naik rooftop kecil. kalau kamu suka yang sejuk kamu bisa ke sana."

"Iya, Bu."

Rain mengikuti Bu Halidah dan pak Surya. Kali ini ia tidak lagi mengamati, ia hanya bertanya-tanya tentang kebiasan-kebiasaan disana dan banyak hal terkait pembelian kontrakan.

Hingga waktu berlalu, sore pun tiba. Matahari yang hampir tenggelam terlihat sangat indah. Warna kemerahan mulai menghiasi langit.

Rain dan Bu Halimah berdiri di luar rumah. Saat itu juga, Bu Halimah menyerahkan kunci ke tangan Rain. Pembelian sudah deal. Sekarang Rain adalah penghuni kontrakan itu.

"Besok saya transfer, Bu. Terima kasih," ucap Rain seraya menunduk singkat.

Bu Halimah tersenyum lebar. "Ah... Boleh-boleh, nak Rain. Minggu depan juga boleh. Yang penting, nak Rain suka dulu tempatnya. Kalau begitu, ibu permisi. Semoga aman dan nyaman tinggal di sini."

"Baik, Bu."

Bu Halimah kemudian meninggalkan Rain sendirian di tempat itu. Pak Surya sudah lebih dulu pergi, karena ada kerjaan.

Rain menghela napas. ia mengotak-atik ponselnya dan menempelkannya ke telinga.

"Beres," kata Rain.

"Bisalah. Besok gas aja, langsung beberes."

"Yoo... Hati-hati." Rain mematikan ponselnya dan memasukkannya ke dalam saku.

Lantas Rain mulai berjalan meninggalkan kontrakan itu. Namun, ketika beberapa langkah ia berjalan, ekor matanya menangkap sesuatu di atas rumah.

Rain belum berbalik. Namun, walau pun ia melihat ke depan, ekor matanya masih bisa melihat sesuatu di sampingnya.

Tepat di rooftop kecil kontrakannya, Rain menemukan sesuatu.

Rain berbalik dan ingin melihat secara langsung. Saat itu juga, pupil matanya membesar.

Sosok di rooftop itu... siapa?

Episodes
1 Bab 1
2 Sosok di Rooftop
3 Jadi namanya Ghio?
4 Bukan mimpi
5 Makasih, Ghio.
6 perkara kating
7 mama dan Ghio
8 keluarga Ghio, Rain.
9 Perasaan Rain
10 Informasi tentang Ghio
11 Belanja
12 Ingatan Ghio
13 Kabar Yang Ditunggu-tunggu.
14 Kotak Foto
15 Getaran Rindu
16 Jantung Rain tak aman
17 Teman Ghio, Reno.
18 Mencari Reno
19 Antara Hati dan Pikiran
20 Kencan?
21 Mimpi Rain
22 Selaksa Rasa Penasaran yang Kelabu
23 Perasaan Yang Salah
24 Menghilangnya Ghio
25 Jika Ini Mimpi, Aku Tak Ingin Bangun
26 Kemarahan Rain dan Sebuah Pengakuan
27 Jiwa dan Tubuh Ghio
28 Apakah Dia Mencintainya?
29 Tempat Tidur Ternyaman
30 Antara Percaya atau Tidak
31 Teman-Teman Ghio
32 Cemburunya Ghio Memang Aneh
33 Mural
34 Transfusi Darah
35 Rahasia Rain Yang Terkuak
36 Sesuatu Yang Seharusnya Tidak Berpisah
37 Dua Sahabat
38 Fakta Baru
39 Surprise!
40 Benar-Benar Pacaran!
41 Kecelakaan
42 Kabar Tentang Rain
43 Memory
44 Penyesalan
45 Korban Lain
46 Salah Rain?
47 Penolakan
48 Keputusan Gelora
49 Keputusan Gelora II
50 Mencari Ghio Lagi
51 Ingatan Itu Lagi
52 "Aku akan bertanggung jawab!"
53 Donor Darah
54 Semangat Baru
55 Pertemanan yang Baru
56 Penantian Setengah Tahun
57 Satu Fakta Lagi
58 Dilupakan Begitu Saja?
59 Bab 59
60 Sudah Lama Sekali
61 Jangan Pergi!
62 Selalu Melihat, Hingga Tidak Berani Melihat
63 Pengungkapan
64 Memulihkan Hati
65 Perasaan Aneh
66 Tembok Tinggi
67 Penguntit?
68 Pengakuan Ghio
69 Kenangan
70 Bertemu Lagi
Episodes

Updated 70 Episodes

1
Bab 1
2
Sosok di Rooftop
3
Jadi namanya Ghio?
4
Bukan mimpi
5
Makasih, Ghio.
6
perkara kating
7
mama dan Ghio
8
keluarga Ghio, Rain.
9
Perasaan Rain
10
Informasi tentang Ghio
11
Belanja
12
Ingatan Ghio
13
Kabar Yang Ditunggu-tunggu.
14
Kotak Foto
15
Getaran Rindu
16
Jantung Rain tak aman
17
Teman Ghio, Reno.
18
Mencari Reno
19
Antara Hati dan Pikiran
20
Kencan?
21
Mimpi Rain
22
Selaksa Rasa Penasaran yang Kelabu
23
Perasaan Yang Salah
24
Menghilangnya Ghio
25
Jika Ini Mimpi, Aku Tak Ingin Bangun
26
Kemarahan Rain dan Sebuah Pengakuan
27
Jiwa dan Tubuh Ghio
28
Apakah Dia Mencintainya?
29
Tempat Tidur Ternyaman
30
Antara Percaya atau Tidak
31
Teman-Teman Ghio
32
Cemburunya Ghio Memang Aneh
33
Mural
34
Transfusi Darah
35
Rahasia Rain Yang Terkuak
36
Sesuatu Yang Seharusnya Tidak Berpisah
37
Dua Sahabat
38
Fakta Baru
39
Surprise!
40
Benar-Benar Pacaran!
41
Kecelakaan
42
Kabar Tentang Rain
43
Memory
44
Penyesalan
45
Korban Lain
46
Salah Rain?
47
Penolakan
48
Keputusan Gelora
49
Keputusan Gelora II
50
Mencari Ghio Lagi
51
Ingatan Itu Lagi
52
"Aku akan bertanggung jawab!"
53
Donor Darah
54
Semangat Baru
55
Pertemanan yang Baru
56
Penantian Setengah Tahun
57
Satu Fakta Lagi
58
Dilupakan Begitu Saja?
59
Bab 59
60
Sudah Lama Sekali
61
Jangan Pergi!
62
Selalu Melihat, Hingga Tidak Berani Melihat
63
Pengungkapan
64
Memulihkan Hati
65
Perasaan Aneh
66
Tembok Tinggi
67
Penguntit?
68
Pengakuan Ghio
69
Kenangan
70
Bertemu Lagi

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!