Akan Ku ikuti Keinginanmu

“Sarapan nasi goreng dulu, ah!” sindir Annisa menyantap makanan yang baru saja dimasak dengan sangat lahap membuat suami yang melewatinya terpaksa menelan ludah.

Di ruang makan, Annisa duduk di depan mini bar dengan sepiring nasi goreng hangat sembari memainkan ponsel, tidak memperhatikan suaminya. Ardika yang sudah siap dengan setelan kemeja putih serta jas berwarna biru dongker melihat ke atas meja hanya ada satu piring saja dan itu milik Annisa.

Annisa pun tersenyum kecil lalu menatap laki-laki di depan dengan sangat puas sekali. Bagi Annisa ini belum seberapa dibandingkan dengan ucapan suaminya setiap kali mengungkit pernikahan tanpa rasa cinta. Jelas hati Annisa sangat sakit bahwa pernikahannya kali ini tidak seindah yang diharapkan. Penghinaan dari sang suami itu membuatnya sakit hati.

"Kenapa sarapan untukku nggak ada?" tanya Ardika melihat di sekitar tidak ada sama sekali makanan yang disiapkan untuknya. Padahal sudah hampir terlambat masuk jam kerja. Akan tetapi, perutnya yang terasa lapar sebelum berangkat kerja sudah tak bisa ditahan lagi.

"Kan kamu sendiri yang minta untuk aku tidak mengurus masalah mu,” jawab Annisa merasa tidak bersalah karena semua murni pemintaan suaminya kemarin ketika melihat barang perempuan lain di atas ranjang.

Sebagai seorang istri yang baik, Annisa akan mematuhi perkataan suaminya. Bila suaminya berkata tidak maka dia tidak akan melakukannya, seperti saat ini untuk tidak mengatur segala keperluan suaminya.

Sudah cukup hatinya sakit sekali, kulitnya seperti ditusuk ribuan jarum tumpul yang akan meninggalkan bekas luka dan sakit jika disentuh.

Annisa yang melihat wajah suaminya muram merasa tidak enak. Namun, dia perlu sekali untuk menguji kesabaran suaminya yang selalu bersikap dingin dan mengacuhkan nya. Apakah Ardika bisa bersikap biasa saja ketika seseorang tidak menganggapnya sama sekali— seperti perlakuan Ardika terhadap Annisa.

"Kamu itu pura-pura nggak paham atau nggak tahu diri sih!” hardik Ardika melihat sikap istrinya yang semakin tidak tahu diri dengan perkataan tersebut. Jelas-jelas apa yang terjadi kemarin bisa dijadikan suatu pelajaran untuk bisa memperbaiki tingkah lakunya. Namun, malah sebaliknya membuatnya semakin kecewa.

"Aku hanya mengikuti permintaan kamu kemarin,” bela Annisa jika tidak ada larangan dari suaminya mengurusi atau mempertanyakan yang terjadi lalu melanjutkan pembicaraannya. “Jadi siapa yang salah sekarang aku atau kamu?"

"Oh jadi, kamu mau menyalahi aku!" hardik Ardika tidak bisa terima ketika semua permasalahan kemarin dilimpahkan kepadanya. Ia memang salah sikapnya kasar terhadap istrinya. Namun, murni dari perasaan tidak nyaman dengan pernikahan ini.

"Bukan menyalahkan, tapi hanya mengikuti perkataan kamu bahwa pernikahan kita hanya status saja dan aku tidak seharusnya bersikap sebagai istrimu." Annisa mempertegas dengan kalimat yang pernah dilontarkan dari suaminya ketika ketahuan bawa perempuan lain ke dalam kamar mereka, meskipun mengingatnya saja sudah membuat sakit hati.

"Tapi nggak kayak gitu Annisa, aku ...."

"Kalau kamu mau sarapan. kenapa nggak minta dibuatkan sama perempuan itu saja!" Mungkin kebersamaan suami dengan perempuan itu, tidak bisa diberhentikan olehnya. Jadi, Annisa hanya bisa menyudutkannya saja untuk saat ini walaupun sangat tidak nyaman membicarakan perselingkuhan mereka.

"Kamu kenapa jadi mengatur aku!” Baru kali ini ada yang berani berbicara lalu mengatur seorang Ardika. Maka dari itu, ia tidak suka ketika ada yang menjatuhkan harga dirinya hanya karena masalah kecil.

Selama ini, orang-orang serta karyawannya selalu menghormati setiap kali ada perintah darinya. Jangankan perintah, menyinggungnya atau melawannya saja tidak ada yang berani ketika berhadapan langsung dengan seorang Ardika. Namun, bertemu dengan Annisa sudah membuatnya kesal karena sikap atau cara berbicaranya saja tidak pernah ditemui selama ini. Akan tetapi, kalau sudah berkaitan mengatur kehidupannya. Ia pasti tersinggung dan mengambil tindakan cepat atau lambat untuk memberi peringatan keras kepada siapapun itu.

"Kamu maunya apa sih? aku, seperti itu salah. aku mengikuti apa yang kamu mau salah. aku sama sekali nggak ada harga dirinya sebagai perempuan di sini." Annisa tidak mengerti apa yang sebenarnya diinginkan dari suami, seperti Ardika ketika permintaan kemarin diikuti. Namun, tetap saja salah di matanya dan tidak merasa di hargai sama sekali.

"Aku hanya ...."

"Sudahlah Mas Ardika, aku cape hidup, seperti ini. apa pun yang aku lakukan selalu salah di mata kamu tapi perbuatan kamu main di belakangku sudah melukai perasaan aku," Annisa memotong pembicaraan karena tidak mau mendengar penjelasan yang sangat menyakitkan hatinya lagi. Sudah cukup dihina, dimaki dan dibentak oleh laki-laki itu.

"Ya sudah, jangan menangis. aku minta maaf hanya belum terbiasa, seperti ini.” Meskipun penampilan Ardika terlihat dingin terhadap istrinya. Namun, hatinya tidak tega melihat seorang perempuan menangis di hadapannya hingga nada suaranya melembut lalu berkata, "Selesaikan sarapan kamu, aku antar kamu kerja."

Setelah sarapan pagi mereka berangkat kerja bersama. Selama perjalanan, Annisa selalu menyempatkan untuk melihat lebih dekat sosok suaminya. Jujur saja perkataan lemah lembutnya itu yang menghentikan tangisannya tadi sudah membuat hatinya luluh perlahan. Ia tidak pernah menyangka sebelumnya sikap seorang Ardika bisa lembut kepada perempuan yang menangis. Andai saja pernikahan ini bukan karena permintaan dari mendiang suaminya, mungkin semua terlihat baik-baik saja dan timbul perasaan pelan-pelan. Namun, tidak selamanya juga sikap seorang laki-laki dingin terus-menerus menyakiti perempuan itulah yang diyakini dari seorang istri.

"Mas Ardika kenapa tersenyum?" Annisa menanyakan ketika ada pesan masuk dari ponsel milik suaminya berbunyi ekspresinya terlihat senang dan bahagia.

"Kenapa nggak boleh kalau aku senyum." Ardika menjawab dengan datar mencoba untuk berpura-pura tidak ada apa-apa karena salah menyebut saja sudah bisa dicurigai istrinya yang memperhatikan sejak tadi.

Ardika menghentikan mobil di dekat supermarket, membaca lalu membalas pesan dengan senyum kecilnya itu. Ia tidak pernah menduga bahwa perempuan itu, akan mengirim pesan padanya. Sehingga terbayanglah ketika mereka menghabiskan waktu bersama, membuat Ardika merindukan perempuan itu. Sejenak melupakan masalahnya dengan istri barunya tadi.

"Bukan begitu, Mas Ardika. aku hanya ...." Baru saja menikmati momen untuk merasakan kehangatan dari sikap seorang suami terhadapnya. Annisa sudah dibuat kecewa lagi karena Ardika kembali bersikap dingin hingga tidak membiarkan dia untuk berbicara.

"Jangan permasalahkan apa pun yang membuatku senang, nanti kamu turun di halte bus ya. aku ada urusan." Ardika meminta untuk istrinya turun di depan berangkat kerja karena sudah ada seseorang yang menunggunya datang ke rumah perempuan yang kemarin membuatnya senang.

"Tapi Mas ...." Lagi dan lagi Ardika tidak memberikan waktu untuknya menolak apa yang dia inginkan. Annisa hanya bisa pasrah dengan keadaan yang memaksanya melewati hari-hari berat, seperti ini.

"Aku nggak mau berdebat sama kamu lagi." Ardika turun dari mobil lalu membuka pintu untuk mempersilakan istrinya jalan kaki hingga halte bus. Kalau dibiarkan lama hanya akan memakan waktu saja lalu masuk ke mobil kembali memutarkan kendaraannya menuju rumah selingkuhannya.

Terpopuler

Comments

hyacinth

hyacinth

good 👊

2024-07-24

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!