Perdebatan Panjang

Perdebatan Panjang

"Anak bapak sendiri yang sudah berjanji akan menikahi saya. Bukankah janji adalah hutang? dan Hutang harus dibayar? Jika tidak percaya, silahkan tanyakan saksi yang mendengar ucapannya. Petugas medis yang mengobati pendarahan kepala saya di Ambulance, adalah saksinya."Ucapan Yamani kembali membuat suasana di ruang ini semakin memanas.

"Fidzah, nak ucapan kamu tidak bisa ditarik lagi. Kenapa kamu mengucapkan sesuatu tanpa berpikir dampak apa yang akan terjadi?" Mamanya Fidzah sudah berlutut dan memeluk Fidzah yang berlinang airmata.

"Aku takut Ma, aku takut kalau aku gak tanggung-jawab, aku masuk penjara dan gak bisa ketemu Satria lagi." Fidzah terisak dan menutup wajahnya dengan telapak tangan.

"Tapi pernikahan bukan hal main-main Nak. Kamu akan menjalaninya seumur hidupmu,"Ucap Papanya Fidzah setelah mendekat kepada sang anak. Sebenarnya Papa tak habis pikir, bagaimana bisa Fidzah keadaan segenting ini pun masih memikirkan Satria.

"Kan ada perceraian. Kalau Korban sudah sembuh kita bisa mengajukan cerai kepengadilan, dan semua selesai!"Ucap Jefri, entah memberi solusi atau bahkan menambah masalah. Perkataan Jefri sontak membuat semua orang yang ada diruangan terdiam, entah itu karna marah, kesal, bahkan bingung.

"Astagfirullah Frii. Cerai itu solusi terakhir jika tak ada jalan keluar. Cerai itu hal yang dibenci oleh Allah, pernikahan yang diawalnya sudah dibayang-bayang dengan kata cerai tidak akan berhasil dan berakhir menderita. Dan di Negara kita, janda adalah hal yang sukar dianggap baik, walaupun si perempuan adalah korban." Ucap Papanya Fidzah.

"Saya juga gak akan mengajukan cerai. Setelah saya sembuh sebisa mungkin saya akan menjalankan tugas saya sebagai Suami Untuk Anak Bapak. Saya serius melamar Anak Bapak bukan hanya sekedar untuk meminta Tanggung-jawab."Ucap Yamani penuh dengan keyakinan.

"Kamu bahkan belum mengenal Anak kami,"Ucap Mamanya Fidzah, berdoa agar si korban meragu dan membatalkan niatnya.

"Saya memang belum mengenal Anak ibu, tapi saya yakin Anak ibu pasti orang yang baik, berpakaian Syari apalagi kata masnya tadi kalau Fidzah adalah seorang Santri. 75% Santri itu InnsyaaAllah baik dan berakhlaq mulia."

"Tapi kami tidak mengenalmu dan tidak tau apakah kau memang baik atau bahkan berniat buruk pada Anak kami." Ucap Papanya Fidzah, walaupun beliau sudah mulai memikirkan hal ini, apakah benar hanya ini solusinya?

"Anak kami Lulusan PPD² dan Lulus dengan predikat Hafidz 30 Juz. Anak kami sudah mulai bisa menjalankan Usaha keluarga, sudah punya penghasilan dan InnsyaaAllah siap jadi kepala keluarga," Jawab Bundanya Yamani, membantu meyakinkan, karna beliau sudah melihat perempuan itu, entah kenapa jiwa keibuannya merasa bahwa Fidzah Itu baik.

"Tapi apa tidak ada solusi selain pernikahan? bukankah kesembuhan bisa dirawat dirumah atau keluarga, kalau memang perlu saya yang akan menemani Mekkah. Merawat korban jadi masih ada orang ketiga bukan? Mekkah akan bertanggung-jawab merawat sampai sembuh dan tanpa harus Menikah,"Usul Jefri. Mamanya Fidzah mengangguk setuju, belum merelakan anak bungsunya menikah secepat ini.

"Kalau dari pihak keluarga. Hafidz tidak punya saudara karna dia anak tunggal. Dan kami pun akan kembali ke kota kami tinggal, di sana perawatan tidak memadai, karna disana hanya tingkat  kabupaten."Jawab Ayahnya Yamani yang dari tadi diam.

"Dan saya tidak mau dirawat oleh perawat dan jika tanpa pernikahan bukankah akan bersentuhan dengan yang bukan mahram?"ucap Yamani sambil menatap tajam Jefri, dari tadi anak itu selalu memberi usul yang mempersulit urusan, pikirnyao.

"Bukankah didalam Ilmu Fiqih diperbolehkan dalam pengobatan? karna Itu Liddoruroh¹?"Ucap Jefri Lagi.

"Tapi jika itu masih bisa dengan cara halal, kenapa tidak? bukankah dengan pernikahan, akan mendapat banyak keberkahan setiap kali dia melayani, membantu dan merawat saya?"Ucap Yamani masih dengan pendirian keinginannya. Pernikahan!

"Kami butuh waktu untuk memikirkan ini semua. Beri kami waktu seminggu, dan selama itu Fidzah akan menjengukmu setiap hari. Namun belum untuk merawat karna kondisinya juga belum membaik. Tugasnya akan digantikan oleh Adik saya."Ucap Papanya Fidzah.

"Ya, dan selama itu Kami Juga berusaha mencari solusi jalan terbaiknya bagaimana."Ucap Ayahnya Yamani.

"Tapi saya harap jawaban kalian tidak mengecewakan,"Ucap Yamani sambil tersenyum tanpa sadar matanya fokus memperhatikan Fidzah yang dari tadi hanya diam menunduk. Anak itu benar-benar tidak mengucapkan sepatah kata pun.

Jefri berbisik pada Kakak Iparnya perihal yang menggagu Fokus Fidzah beberapa hari ini. "Apakah kita tidak menunggu Satria? Selama ini Fidzah selalu bersamanya."

"Paaa, Satriaa...,"Rengek Fidzah pada Papanya.

Papanya hanya mengangguk dan membawa Fidzah keluar Ruangan itu, setelah mengucapkan kata permisi pada keluarga Yamani.

.

.

.

***

Hari menjelang malam, lebih tepatnya mulai senja perempuan itu masih berdiri tegak diatas atap rumahnya dengan tangan masih dililit perban. Kerudung syar'inya tertiup angin yang berembus, Baju daster biru yang dipakainya pun mulai berkibar pertanda angin semakin kencang.

Tapi semua itu tak mengganggunya, badannya memang disini tapi hatinya berkelana jauh keujung benua sana, memikirkan perkataan seseorang yang selalu dinantinya beberapa hari yang lalu, dari saluran telpon.

"Kau yakin dengan keputusanmu?" Tanya orang disebrang telpon sana.

"Aku tidak tau. Satriaa aku takut," Perempuan itu terisak dan dengan tangan gemetar memegang Telpon digenggamannya.

"Aku tanya ... kamu masih menungguku menjemputmu?" Tanya laki-laki itu lagi.

"Iya. Kenapa kamu pergi lebih dulu, kenapa tak menungguku. Seandainya kamu mau menunggu pasti ini tak akan terjadi," Jawab perempuan itu sambil menatap hujan deras dari jendela kamarnya, Sama seperti hatinya yang kalut dengan kejadian yang menimpanya.

"Hustt, sudah Gak ada yang perlu disesali ... itu tidak akan berguna dan itu juga sia-sia. Fidzah Kuat ya! Ini sudah Takdir. Aku tidak akan menyalahkanmu atas apa yang terjadi, aku tau sejatinya kau selalu menungguku---"Belum selesai laki-laki itu berucap, Fidzah dengan cepat memotongnya.

"Memang. Itu pasti! SELALU,"Ucapnya dan menekan kata diakhir.

"Sudah Istikharah?"

"Iya,"

"Lalu bagaimana? Sudah yakinkah?" Tanya laki-laki itu lagi dengan lembut.

"Belum. Satria gimana?"Jawab Fidzah sebelum kembali bertanya sambil melangkah keranjang yang ada disudut kamarnya.

"Aku yakin, Apa yang terbaik menurut Allah bagi kamu, pasti itu baik, kalau ditanya keadaanku ... aku baik, tapi hatiku tidak! Tapi aku bisa apa selain mengikhlaskan bukan? Toh semuanya sudah terjadi." Laki-laki  itu dengan sabar berbicara pada Perempuan yang tak lain adalah Fidzah.

"Hiks... Satriaaa, aku jahat,"Rengek perempuan itu.

"Sudah, sudah Fidzah tidur ya! Disana pasti sudah malam. Jangan lupa berdoa, Syafakillah ya Hafidzah!"

"Aamiin, Satriaa baik baik disana. Satriaa harus tetap semangat nuntut ilmunya di Tarim ya! Walaupun Fidzah belum bisa ke Tarim. Fidzah Yakin kalau Satria bisa! Semangat, jangan lupa makan, tidur tepat waktu dan jangan Lupa buat Doain Fidzah, Aku Doain kamu, Kamu Doain aku ya!"Ucap Fidzah lagi.

"Iya, pasti Hafidzah! ¹لیله سعیده , Assalamu'alaikum."Ucap Satriaa nama lelaki disebrang telpon sana, Sebelum memutus telpon bahkan Hafidzah belum sempat menjawab salamnya.

"Wa'alaikummussalam, لیل ,"Ucap Fidzah lirih sambil layar handphone yang sudah menghitam.

.

.

...Bahasa Arab...

...لیله سعیداه : Semoga malammu indah...

***

Satu Vote dan like kalian membantu menyemangati kami dalam menulis

Dan sedikit Hadiah kalian sangat berarti untuk kami memperbaiki tulisan dan menyajikan bacaan yang lebih berkualitas dengan mempunyai tablet sebagai Fasilitas.

Terpopuler

Comments

Shofiafia25

Shofiafia25

Walau pun ini hanya Novel, namun pembawaan Author sungguh terperinci dan jelas. Dan menyadarkan para tokoh akan ide gilanya, gak langsung to the point memang soalnya jika masalah ini pada kehidupan nyata pasti banyak pihak yang menentangnya. Semangat Author

2024-08-06

2

Light_Ryn23

Light_Ryn23

Selalu semangat untuk kita yang sedang berjuang meniti kesempatan yang kita miliki, sebelum penyesalan menghampiri

2024-07-16

3

lihat semua
Episodes
1 Jangan Gegabah, Jangan Ceroboh
2 Bagaimana Bisa Begini?
3 Kekecewaan Dan Penyesalan
4 Bertanggung-Jawab
5 Perdebatan Panjang
6 Mengambil Keputusan
7 Meyakinkan Diri
8 Merawatnya
9 Siapa Dia?
10 Pembatalan Jadwal Umroh
11 Keputusan Akhir
12 Keraguan
13 Persyaratan Nikah
14 Sakit
15 Sebelum Akad
16 Akad Nikah
17 Beantar Jujuran
18 Drama Foto Pengantin
19 Setelah Halal
20 Siapa Malik?
21 Cerita Nadya
22 Malam Pertama
23 Mengenalnya lebih Dekat
24 Mulai Menerima Takdir
25 Apa Kabar?
26 Luka Yang Tak Terkira
27 Menghilang
28 Kemarahan Papa
29 Hukuman
30 Satu Hari Tanpa Jefri
31 Satu Minggu Tanpa Jefri
32 Satu Bulan Tanpa Jefri
33 Perubahan Drastis
34 Sedikit Rumit
35 Sisi Lain
36 Peringatan
37 Inilah Sebabnya
38 Mimpi Buruk
39 Sudah Dimaafkan?
40 Kedatangan Luthfi
41 Jalur Langit
42 Cemburu?
43 Masih Marah?
44 Bertemu Lagi
45 Terungkap
46 Ingatan yang lalu.
47 Itulah kenyataannya.
48 Diambang perpisahan
49 Satria pulang.
50 Salah Faham
51 Talak
52 KEMBAR BEGO!
53 Pergi.
54 Tarim dan Maaf
55 Belum pulang
56 Kabar Duka
57 Kembali Bersama
58 Mencoba Berkomunikasi
59 Mulai Jujur
60 Masih Cemburu
61 Seminar Pertama
62 Membaik dan Possesif
63 Belajar lebih baik
64 Kajian Selanjutnya
65 Gangguan Satria
66 Amy kembali.
67 Sakit tidak biasa
68 Overprotektif
69 Da'wah dan Hamil
70 Firasat
71 Koma
72 Nyaris tak kembali
73 Harapan banyak orang
74 Satria dan Gadis Maroko
Episodes

Updated 74 Episodes

1
Jangan Gegabah, Jangan Ceroboh
2
Bagaimana Bisa Begini?
3
Kekecewaan Dan Penyesalan
4
Bertanggung-Jawab
5
Perdebatan Panjang
6
Mengambil Keputusan
7
Meyakinkan Diri
8
Merawatnya
9
Siapa Dia?
10
Pembatalan Jadwal Umroh
11
Keputusan Akhir
12
Keraguan
13
Persyaratan Nikah
14
Sakit
15
Sebelum Akad
16
Akad Nikah
17
Beantar Jujuran
18
Drama Foto Pengantin
19
Setelah Halal
20
Siapa Malik?
21
Cerita Nadya
22
Malam Pertama
23
Mengenalnya lebih Dekat
24
Mulai Menerima Takdir
25
Apa Kabar?
26
Luka Yang Tak Terkira
27
Menghilang
28
Kemarahan Papa
29
Hukuman
30
Satu Hari Tanpa Jefri
31
Satu Minggu Tanpa Jefri
32
Satu Bulan Tanpa Jefri
33
Perubahan Drastis
34
Sedikit Rumit
35
Sisi Lain
36
Peringatan
37
Inilah Sebabnya
38
Mimpi Buruk
39
Sudah Dimaafkan?
40
Kedatangan Luthfi
41
Jalur Langit
42
Cemburu?
43
Masih Marah?
44
Bertemu Lagi
45
Terungkap
46
Ingatan yang lalu.
47
Itulah kenyataannya.
48
Diambang perpisahan
49
Satria pulang.
50
Salah Faham
51
Talak
52
KEMBAR BEGO!
53
Pergi.
54
Tarim dan Maaf
55
Belum pulang
56
Kabar Duka
57
Kembali Bersama
58
Mencoba Berkomunikasi
59
Mulai Jujur
60
Masih Cemburu
61
Seminar Pertama
62
Membaik dan Possesif
63
Belajar lebih baik
64
Kajian Selanjutnya
65
Gangguan Satria
66
Amy kembali.
67
Sakit tidak biasa
68
Overprotektif
69
Da'wah dan Hamil
70
Firasat
71
Koma
72
Nyaris tak kembali
73
Harapan banyak orang
74
Satria dan Gadis Maroko

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!