Kamar Hafsah

🍃🍃🍃

Setelah semua acara selesai, kedua pengantin itu ke kediaman keluarga Hafsah, mereka akan tinggal di sana sebelum berangkat ke kota. Hafsah juga akan dibawa ke kota, akan diperkenalkan kepada keluarga Rashdan, terutama kedua orang tua pria itu yang tidak bisa hadir di pernikahan mendadak tersebut. Namun, mereka sudah mengetahui tentang pernikahan itu. Hanya keluarga Zainan yang menjadi pendamping Rashdan, pria itu adik ayah ustaz muda itu.

“Kalian bisa beristirahat. Ibu akan buatkan makan siang untuk kalian,” ucap Rianti, mempersilahkan mereka memasuki pintu kamar Hafsah yang sudah dibuka lebar.

Kamar itu dekorasi tidak terlalu mewah, tetapi masih terlihat elegan. Kelopak bunga mawar merah bertaburan di atas sprei kasur berwarna putih yang membalut kasur di kamar tersebut, membuat Hafsah merasa tegang kala melihatnya.

“Terima kasih, Bu Rianti,” ucap Rashdan dengan santai.

“Jangan begitu. Ustaz menantu kami, sama saja seperti anak kami,” ucap Rianti, malah merasa tidak nyaman saat menantunya itu berterima kasih padanya.

Hafsah berusaha menenangkan jiwanya diburu rasa tegang, ia menunjukkan gelagat santai dan berjalan masuk ke dalam kamar dengan mengabaikan mereka. Sikapnya itu membuat Rianti merasa bertambah tidak enak hati, terkesan sang anak tidak mempedulikan Rashdan.

Setelah memasuki kamar, Hafsah langsung menghampiri bangku kerjanya, duduk di sana sambil meraba barang-barang di atas meja bersama wajah murung, terutama saat memperhatikan buku bahan ajarnya yang tersusun rapi di sudut meja. Tanpa disadarinya, suasana murung itu mengalihkan perasaan tegangnya. Ia murung karena bukan hanya sekedar datang untuk perkenalan, Hafsah juga akan tinggal di kota nantinya dan meninggalkan kamar itu dan benda-benda kesayangannya tersebut. Mereka sudah membicarakan hal itu sebelumnya.

Rashdan memperhatikan gadis itu dari depan pintu setelah Rianti pergi. Ketika berdiam diri dalam posisinya, ponsel pria itu berdering, ikut menarik fokus indra pendengaran Hafsah ke belakang, tetapi posisi badan gadis itu masih berdiri membelakangi keberadaan Rashdan.

“Wa'alaikumussalam,” balas Rashdan, pastinya terlebih dahulu orang yang menghubunginya mengucapkan salam.

Pria itu diam sejenak, mendengar orang yang mengucapkan salam dari ponsel itu tengah berbicara. Senyuman sampai tawa kecil mampir di bibir Rashdan yang mengundang Hafsah menoleh ke belakang. Gadis itu memperhatikan Rashdan berjalan menghampiri kasur dan duduk di sana dengan posisi membelakangi keberadaannya sambil mendengarkan orang yang menghubungi pria itu sedang berbicara, yang tidak diketahui Hafsah apa yang tengah mereka bicarakan dan juga tidak tahu siapa penelepon itu. Hafsah juga tidak mau peduli.

“Iya. Kalau begitu, jaga kesehatanmu. Nanti aku pulang dan akan mengajakmu ke sana,” ucap Rashdan, tersenyum dengan mata menatap lantai. “Baiklah. Wa'alaikumussalam,” ucap Rashdan dan memutuskan sambungan telepon setelah mendengar orang yang berbicara dengannya mengucapkan salam.

Rashdan mengangkat wajah, menoleh ke belakang, mengarahkan pandangan kepada Hafsah. Wanita itu bergegas memutar kepala, mengarahkan pandangan ke depan karena tidak ingin pria itu mengira dirinya menguping pembicaraan mereka.

“Kalau ustaz mau mandi, kamar mandinya di sana,” ucap Hafsah, mengarahkan seluruh jarinya ke sisi kiri, menunjuk pintu berwarna putih dengan posisi masih membelakangi keberadaan pria itu.

Rashdan berdiri, lalu menaruh ponsel di atas kasur. Kemudian, berjalan memasuki kamar mandi, menciptakan ruang bebas bagi Hafsah untuk bisa bernapas lepas dari suasana yang dirasa kembali menegangkan.

Sekitar sepuluh menit waktu dihabiskan Rashdan di kamar mandi kamar itu. Keluar dari sana, pria itu menemukan kekosongan. Ia sadar Hafsah tidak ada di kamar dan menerka wanita itu sedang menolong Rianti di dapur setelah mendengar samar suara mertuanya berbicara dalam gelak tawa dari luar kamar, seperti berbicara dengan seseorang.

Kedua bola mata Rashdan menjelajahi setiap sisi kamar, memperhatikan kamar itu lebih detail dari sebelumnya. Matanya tertarik pada meja kerja Hafsah yang membuatnya mendekatinya secara pelan. Ia memperhatikan beberapa benda di atas meja tersebut dan berakhir menatap foto masa kecil Hafsah dalam frame berukuran sedang yang terpajang lucu di atas meja. Bibir Rashdan tersenyum ringan menatap foto tersebut, di mana tampak potret Hafsah tengah digendong Hadid di punggung ayah mertuanya itu.

"Mungkin usianya baru lima tahun saat itu," terka Rashdan dengan mata masih menatap foto tersebut tanpa menyentuhnya.

"Ustaz!" panggil Hafsah dari pintu kamar.

Seketika senyuman di bibir Rashdan memudar. Pria itu merilekskan wajahnya dan perlahan memutar badan ke belakang, menatap Hafsah dengan menunjukkan wajah datar.

"Makan siang sudah siap. Ayo," ajak Hafsah dengan sesekali menundukkan kepala, menghindari kontak mata Rashdan.

Rashdan menganggukkan kepala.

Pria itu menaruh handuk yang ada di tangannya ke atas kasur, lalu berjalan keluar kamar dalam setelan jubah hitam yang terpasang di badannya sejak keluar dari kamar mandi tadi.

***

Rashdan menolehkan kepala ke kanan, memperhatikan Hafsah yang tengah duduk di sampingnya, di dalam mobil yang dikemudikan Mur. Mereka tengah berada dalam perjalanan menuju kota. Gadis yang baru dipersunting oleh ustaz tampan itu duduk bersandar dengan kepala menoleh ke kanan, mengarahkan mata ke luar jendela dengan sorot mata kosong, tampak tidak bergairah.

Melihat wajah murung Hafsah, Rashdan mulai meragukan kebahagiaan akan singgah pada istri keduanya itu dalam pernikahan mereka. Namun, tidak mungkin juga dirinya menjandakan gadis yang baru dinikahinya itu. Ia hanya bisa diam dalam pengertian dengan tingkah bisu Hafsah.

Kembali pria itu diam sekitar lima menit sampai akhirnya kembali berbicara karena tidak tahan diam dalam perasaan bersalah.

"Aku minta maaf karena sudah melibatkanmu dalam pernikahan ini. Sebenarnya ... aku m--" Rashdan sengaja memotong perkataannya setelah mendengar suara deringan telepon masuk dari saku jubah abu-abu tua yang melekat di tubuhnya.

"Wa'alaikumussalam. Iya, aku berada di perjalanan," terang Rashdan yang bisa diketahui Hafsah sambungan telepon itu berasal dari istri pertama pria itu.

Hafsah dengan tenang menghadapi situasi itu, bertingkah biasa saja, karena kenyataannya tidak ada rasa cinta yang tersangkut di hatinya terhadap Rashdan. Bahkan, nada mesra Rashdan yang sedikit terdengar saat berbicara bersama Halma tidak menciptakan goresan yang membuat hatinya terluka. Ia malah berharap, hubungannya dan Rashdan bisa berakhir tanpa menyakiti siapapun, termasuk kedua orang tuanya yang menaruh harapan besar atas hubungan mereka.

Sesekali mata Rashdan masih melirik Hafsah yang duduk dengan posisi yang masih sama dan menunjukkan ketidak pedulian, membuat Rashdan tidak segan untuk berbicara lebih mesra. Namun, Mur yang merasa tidak enak berada di situasi itu dan mengajak Hafsah berbicara agar gadis itu tidak fokus mendengar pembicaraan Rashdan bersama istri pertama pria itu.

"Bagaimana pengalamannya bekerja di SMP Belas Raya, Mbak?" tanya Mur, berbasa-basi.

"Baik," balas Hafsah dengan singkat.

"Setelah pindah ke kota, Mbak akan mengajar juga?"

"Memang di kota memberikan peluang kerja guru untuk orang yang tidak berlulusan sarjana?"

Mur diam, baru ingat lawan bicaranya sama sepertinya. Ia jadi merasa tidak enak hati telah mengangkat topik pembicaraan mengenai hal itu.

Rashdan melirik Hafsah, ikut merasa tidak enak hati seperti yang dirasakan Mur karena telah menarik gadis itu dari pekerjaannya juga.

Episodes
1 Tetesan Air dari Langit
2 Datang untuk Melamar
3 Secepat Itu?
4 Kamar Hafsah
5 Istri Pertama Ustaz Itu
6 Menghindari Rashdan di Kamar
7 Salah Mengira
8 Di Sepertiga Malam
9 Panggil Kakak Saja
10 Aku Ikhlas
11 Hadiah Pernikahan Favorit
12 Kamu Berubah
13 Dia Datang ke Sini?
14 Membujuk untuk Kembali
15 Bertukar Tempat Tinggal
16 Sudah seperti Adik Kandung
17 Kejutan untuk Hafsah
18 Belum Ada Sebelumnya
19 Dia Mengajakmu Menikah?
20 Halma Baru Menghubungi?
21 Kembali ke Rumah
22 Keputusanku Sudah Bulat
23 Kamu Merasa Aku Adil?
24 Jadi, Gadis Ini
25 Jaga Interaksimu
26 Mengapa Aku Merasa ....
27 Istri Pertama?
28 Siapa Istri Kedua Kakak?
29 Lalu, Ustaz Menikahiku untuk Apa?
30 Berobat, Mbak
31 Mengapa Mandi di Kamar Hafsah?
32 Jangan Marah, Ustaz
33 Hatiku Mengapa Begini?
34 Ustaz, Ini Sudah Pagi
35 Tidak Mungkin!
36 Ustaz Mau Bicara Apa?
37 Karena Kamu Cemburu
38 Tidak Perlu
39 Husein Sudah Tidur. Kita ....
40 Mau Membicarakan Apa?
41 Jangan Ceritakan Kepada Mas Rashdan
42 Kamu Menyukaiku?
43 Bukan Mimpi
44 Tiba-Tiba Sudah Tidur di Sampingnya
45 Aku Juga Tidak Bisa
46 Kembali ke Kota
47 Pergi Tanpa Pamit
48 Kecelakaan Beruntun
49 Bagaimana dengan Halma?
50 Pria yang Memasuki Taksi Kami
51 Berlari Pincang
52 Penculikan Syakira
53 Di Tepi Sungai
54 Pria Pengirim Pesan
55 Datang Sesuai Alamat
56 Mengapa Meninggalkanku?
57 Lalu, Kak Halma di Mana?
58 Kembali ke Rumah setelah Lima Tahun
59 Disambut Suka Cita
60 Berkunjung ke Kampung (SELESAI)
61 TANG! ADA KARYA BARU, NIH!
Episodes

Updated 61 Episodes

1
Tetesan Air dari Langit
2
Datang untuk Melamar
3
Secepat Itu?
4
Kamar Hafsah
5
Istri Pertama Ustaz Itu
6
Menghindari Rashdan di Kamar
7
Salah Mengira
8
Di Sepertiga Malam
9
Panggil Kakak Saja
10
Aku Ikhlas
11
Hadiah Pernikahan Favorit
12
Kamu Berubah
13
Dia Datang ke Sini?
14
Membujuk untuk Kembali
15
Bertukar Tempat Tinggal
16
Sudah seperti Adik Kandung
17
Kejutan untuk Hafsah
18
Belum Ada Sebelumnya
19
Dia Mengajakmu Menikah?
20
Halma Baru Menghubungi?
21
Kembali ke Rumah
22
Keputusanku Sudah Bulat
23
Kamu Merasa Aku Adil?
24
Jadi, Gadis Ini
25
Jaga Interaksimu
26
Mengapa Aku Merasa ....
27
Istri Pertama?
28
Siapa Istri Kedua Kakak?
29
Lalu, Ustaz Menikahiku untuk Apa?
30
Berobat, Mbak
31
Mengapa Mandi di Kamar Hafsah?
32
Jangan Marah, Ustaz
33
Hatiku Mengapa Begini?
34
Ustaz, Ini Sudah Pagi
35
Tidak Mungkin!
36
Ustaz Mau Bicara Apa?
37
Karena Kamu Cemburu
38
Tidak Perlu
39
Husein Sudah Tidur. Kita ....
40
Mau Membicarakan Apa?
41
Jangan Ceritakan Kepada Mas Rashdan
42
Kamu Menyukaiku?
43
Bukan Mimpi
44
Tiba-Tiba Sudah Tidur di Sampingnya
45
Aku Juga Tidak Bisa
46
Kembali ke Kota
47
Pergi Tanpa Pamit
48
Kecelakaan Beruntun
49
Bagaimana dengan Halma?
50
Pria yang Memasuki Taksi Kami
51
Berlari Pincang
52
Penculikan Syakira
53
Di Tepi Sungai
54
Pria Pengirim Pesan
55
Datang Sesuai Alamat
56
Mengapa Meninggalkanku?
57
Lalu, Kak Halma di Mana?
58
Kembali ke Rumah setelah Lima Tahun
59
Disambut Suka Cita
60
Berkunjung ke Kampung (SELESAI)
61
TANG! ADA KARYA BARU, NIH!

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!