Bab 2

Fany berjalan menuju kelasnya dengan wajah datar dan tatapan dingin, langkahnya mantap dan penuh determinasi. Setiap murid yang melihatnya segera menyingkir, membuka jalan tanpa berkata sepatah kata pun, merasakan aura dingin yang memancar darinya. Tidak ada senyuman di wajahnya, hanya ekspresi kosong yang sulit ditebak, seolah tidak ada satu pun emosi yang tersisa di dalam dirinya.

Sepatu hak tingginya mengetuk lantai koridor sekolah dengan irama yang teratur, menciptakan suara yang menggema di sepanjang lorong. Pandangannya lurus ke depan, tidak terganggu oleh bisikan atau tatapan heran dari para murid.

Ketika Fany memasuki kelas, suasana langsung berubah menjadi sunyi senyap. Semua mata tertuju padanya, menanti apa yang akan terjadi selanjutnya. Namun, Fany tidak menghiraukan mereka. Dia berjalan ke mejanya, duduk dengan anggun, dan mengeluarkan buku catatannya dengan tenang.

Meja Fany dihampiri oleh tiga siswi yang dikenal sebagai pengganggu di sekolah. Mereka menatap Fany dengan tatapan sinis dan merendahkan, seolah-olah menantang keberaniannya. Fany tetap fokus pada bukunya, tidak terganggu oleh kehadiran mereka.

Salah satu siswi, yang paling tinggi di antara mereka, mengetuk meja Fany dengan jari-jarinya yang runcing, mencoba mengalihkan perhatiannya.

"Hei, Fany," katanya dengan nada mengejek.

"Apa yang sedang kamu baca, Fany?" tanya salah satu dari mereka dengan nada mengejek, sambil mengetuk meja Fany berulang kali dengan ujung jarinya.

Fany mengangkat kepalanya perlahan, matanya bertemu dengan tatapan mereka. Ekspresinya tetap datar, namun ada kilatan dingin dalam pandangannya. "Ada yang bisa kubantu?" tanyanya dengan suara tenang, tanpa sedikit pun menunjukkan ketidaknyamanan.

Siswi yang berdiri di tengah, yang tampaknya menjadi pemimpin kelompok, menyeringai. "Kami hanya ingin melihat apakah pecundang seperti mu ini terganggu jika diganggu," katanya sambil mengetuk meja lebih keras, mencoba memprovokasi.

Fany menutup bukunya dengan perlahan, lalu meletakkannya di meja dengan rapi. "Kalau kalian selesai bermain-main pergilah, aku ada pekerjaan yang harus ku selesaikan," jawabnya dengan nada dingin, menatap mereka tanpa berkedip.

Tatapan sinis di wajah ketiga siswi itu berubah menjadi sedikit kaget, namun mereka tetap berdiri di sana, mencoba mempertahankan sikap mereka yang merendahkan. "Oh, jadi kau sangar sibuk ya?" kata siswi pertama.

Di antara mereka, seorang yang tampak seperti pemimpin, bernama Clara, meraih buku di meja Fany tanpa izin. Kedua temannya, Maya dan Lisa, ikut tertawa saat melihat judul buku itu.

"Apa ini? 'Pemimpin Hebat dan Cara Mereka Berpikir'?" Clara membaca judul buku dengan nada mengejek. "Kau pikir kau bisa menjadi pemimpin hebat dengan membaca ini?"

Maya dan Lisa tertawa terbahak-bahak, saling mendorong satu sama lain. "Lihatlah ini! Fany si kutu buku mau jadi bos besar!" ejek Maya.

"Kau tidak butuh buku ini, Fany. Kau butuh keajaiban untuk menjadi seperti yang ada di buku ini," ucap Lisa menambahkan.

Fany menatap mereka dengan pandangan tajam, tidak terpengaruh oleh ejekan mereka. "Kalian selesai?" tanyanya dingin, nada suaranya tetap tenang meski ada kilatan marah di matanya.

Clara mendekatkan wajahnya ke arah Fany, masih memegang buku itu. "Kenapa? Apa yang akan kau lakukan jika kami belum selesai?" tantangnya, sambil menunggu reaksi dari Fany.

Fany berdiri perlahan, tetap menjaga ketenangannya. "Aku akan memberitahumu sekali saja, Clara. Letakkan bukuku kembali, atau kau akan menyesalinya."

Clara tersenyum sinis, lalu melempar buku itu ke lantai dengan acuh tak acuh. "Ambil sendiri, Fany. Lihat apakah buku ini bisa membantumu sekarang."

Maya dan Lisa tertawa lebih keras, mengikuti jejak Clara untuk mengejek Fany.

"Kamu harus belajar untuk menjaga barang-barangmu, Fany. Kalau tidak, siapa tahu apa yang akan terjadi selanjutnya," kata Maya tertawa keras.

"Semoga kamu tidak keberatan mengambilnya lagi. Bukankah kamu senang berurusan dengan hal-hal yang sulit?" kata Lisa menambahkan dengan nada mengejek.

Fany tetap tenang, menatap mereka sejenak sebelum membungkuk untuk mengambil bukunya.

Namun, saat tangan Fany hampir mencapai bukunya, Clara dengan sengaja menendang buku itu, mengirimnya meluncur lebih jauh di lantai. Fany terdiam, menatap buku yang kini jauh dari jangkauannya.

Clara, Maya, dan Lisa tertawa puas melihat reaksi Fany yang tetap tenang meski diolok-olok. "Oh, maaf, Fany. Sepertinya bukumu ingin berjalan-jalan," kata Clara dengan nada mengejek.

"Kenapa tidak kau biarkan saja bukumu di sana? Mungkin ada yang lebih membutuhkan daripada kamu," ujar Maya menambahkan.

"Iya, Fany. Mungkin itu pertanda kalau kamu harus berhenti membaca omong kosong itu," kata Lisa tertawa.

Fany berjalan menuju bukunya yang tergeletak di lantai dengan langkah mantap. Dia menatap Clara, Maya, dan Lisa dengan tatapan dingin, tanpa sedikit pun menunjukkan rasa takut atau ragu.

Ketika Fany mencapai bukunya, dia mengambilnya dengan mantap, lalu membalikkan arah untuk menghadapi ketiga siswi itu. Tanpa sepatah kata pun, Fany mendekati Clara dengan langkah pasti, bukunya masih dipegang erat dalam genggamannya.

Fany tiba-tiba memukulkan punggung bukunya yang keras ke wajah Clara, membuatnya tersungkur ke lantai. Darah mulai mengalir dari hidung Clara yang terluka, dan dia merintih kesakitan.

"Ah! Apa yang kau lakukan, Fany?!" teriak Clara dengan suara tercekat, tangannya menutupi hidungnya yang berdarah.

Sementara Clara masih terkejut dengan serangan mendadak dari Fany, tanpa ragu-ragu, Fany melangkah menuju Maya dan Lisa. Dengan cepat, dia menjambak rambut Lisa dan membenturkan kepalanya ke meja dengan keras. Lisa menjerit kesakitan saat kepalanya terbentur dengan keras.

"Auugh!" rintih Lisa, tangannya instingif mencoba meraih kepalanya yang terasa sakit.

Tak berhenti di situ, Fany kemudian menampar pipi Maya bolak-balik dengan keras, hingga pipinya merah dan membiru. Maya menahan rasa sakit, air mata menggenang di matanya.

"Sudah cukup!" teriak Maya dengan suara gemetar, mencoba meminta belas kasihan Fany.

"Tolong, Fany, hentikan! Kami minta maaf!" kata maya disela isak tangisnya.

"Kalian pikir kalian bisa mempermainkan aku sesuka hati kalian? Pikirkan lagi," ucap Fany dengan suara rendah, namun penuh dengan ancaman.

Maya dan Lisa hanya bisa menatap Fany dengan ketakutan, tak bisa mempercayai apa yang baru saja terjadi. Mereka tersungkur di lantai, merasakan rasa sakit dan malu yang membara. Sementara Fany, tanpa ekspresi wajah yang berubah, kembali ke mejanya dan kembali fokus pada bukunya.

Para murid di kelas terdiam, terpaku pada adegan yang baru saja terjadi di depan mereka. Beberapa dari mereka menatap dengan mulut menganga, tidak percaya dengan apa yang mereka saksikan. Mereka tidak pernah mengira bahwa Fany, yang selalu terlihat seperti pecundang dan suram, akan melakukan sesuatu yang begitu drastis.

Sementara itu, beberapa murid lainnya menatap dengan mata melotot, ekspresi terkejut tergambar jelas di wajah mereka. Mereka tidak bisa menahan keheranan mereka melihat kebrutalan dan keberanian Fany dalam menghadapi Clara, Maya, dan Lisa.

Terpopuler

Comments

Frando Wijaya

Frando Wijaya

dsr lemah....begitu bls mlh klian langsung tumbang... lemah 😒💢

2024-08-10

1

R yuyun Saribanon

R yuyun Saribanon

nah ini baru keren

2024-07-04

1

Uswatun hasanah

Uswatun hasanah

o.. 👏 hajar jangan kasih ampun.. pecundang seperti mereka Fany... la.. la.. la.. aq suka.. 😅

2024-06-08

3

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!