Flasback.
Meta yang tengah menangis di kosan sang kakak dan Vera tak sengaja mendengar ucapan sang sahabat pada kakaknya.
"Aku rasa Meta terlalu kekanak-kanakan. Aku jadi kasihan sama Dipta, dia pasti ngerasa punya adik kecil yang masih suka tantrum!"
Jelita lalu memukul lengan sahabatnya, menegur karena takut sang adik akan mendengar dan sedih.
Namun tanpa mereka sadari Meta mendengarkan keduanya. Meta pun tak berlalu dari sana karena tubuhnya terasa kaku.
Sakit sekali saat curhatanmu di anggap lebay oleh sahabat baikmu.
Meta merasa lemah, mungkin mereka bosan mendengar ceritanya.
"Meta?" ucap Jelita dan Vera dengan mata terbelalak.
"Aku pulang dulu ka. Maaf udah ganggu kakak sama Vera," lirihnya.
"Met tunggu Met, kakak mohon kamu jangan salah paham ya," ucap Jelita yang merasa tak enak hati.
Vera sebenarnya merasa bersalah. Namun dia malu untuk mendekati Meta. Dia tahu Meta pasti terluka dengan ucapannya.
"Ngga papa kak, aku lelah aja. Bentar lagi Dipta pulang lebih baik aku segera pulang."
Back to story.
"Met?" panggil Vera karena tak ada jawaban dari sahabatnya.
"Ah, iya nanti aku pikirkan Ver, sekarang aku sibuk," jawab Meta.
"Maafin aku Met, aku memang tak pernah meminta maaf langsung padamu, aku harap kita bisa kaya dulu lagi. Jujur aku ngga tahu kenapa dulu bisa ngomong kaya gitu sama kamu."
"Ngga papa Ver, aku emang terlalu terbawa perasaan. Aku ngerti kok, kamu ngga salah, orang juga kadang bisa bosan kalau selalu mendengar keluhan orang lain tentang masalah yang sama kan?"
"Met ngga gitu. Tolong Met, kita udah kenal sejak kecil, masa karena masalah kaya gini kamu menjauh?" rengek Vera.
Meta menghela napas panjang, dia tahu mungkin dirinya di anggap ke kanak-kanakan karena merasa tersinggung dengan ucapan Vera kala itu.
Namun mereka tak mengerti bagaimana rasanya jadi dirinya yang di abaikan sang suami.
Dia yang mengenal sosok Dipta tiba-tiba merasa asing. Lalu saat tengah menceritakan keluh kesahnya dirinya di anggap kekanak-kanakan, siapa yang mentalnya tak jatuh.
Sekarang Meta berusaha menerima kritikan dan mencoba merubah diri.
Dia tak membenci Vera, hanya saja berusaha dewasa seperti saran mereka.
"Ngga Ver, aku beneran sibuk, sekarang aku kerja di tempat teman," jawab Meta jujur.
"Kerja? Sejak kapan Met? Kok aku ngga tahu, biar pun kamu ngga pernah lagi curhat sama aku, aku selalu tahu kabar kamu dari Jelita. Tapi dia ngga pernah ngomong kalau kamu kerja?" cecarnya.
"Ah maaf Ver, aku juga baru magang beberapa hari kok."
"Dipta tahu?"
Meta menghela napas, "Iya dia tahu."
"Kok bisa Jelita ngga cerita. Apa jangan-jangan kalian sedang menjauhiku?" tuduhnya.
"Ngga semuanya Jelita harus tahu kan Ver. Lagi pula bukan sesuatu yang penting. Ya udah aku kerja dulu ya Ver."
Saat Vera hendak menjawab, panggilannya sudah di matikan sepihak oleh Meta.
Vera lantas berdecak sebal. "Kamu belum berubah Met, masih aja ngambekan. Aku malah khawatir lama-lama Dipta jenuh sama kamu. Aku kangen kamu Met," lirihnya.
Meta di seberang sana lalu menatap Kiran yang sejak tadi mendengar obrolan rekannya itu.
"Kenapa?"
"Makasih ya Ran, kamu mau jadi temanku. Semoga kamu ngga jenuh sama ceritaku," lirih Meta.
Kiran terkekeh, lalu dia kembali menepuk tangan temannya.
Kiran adalah teman semasa SMA Meta. Mereka saling kenal tapi tidak akrab, karena memang mereka beda kelas.
Namun kini keduanya di pertemukan kembali saat Kiran yang seorang pembisnis tengah mencari seorang desainer untuk koleksi butiknya.
Meta yang jenuh ikut mendaftar meski dia tak pernah sekolah di bidang itu. Namun untuk urusan fashion dia terbilang cukup berbakat.
Tak menyangka jika keduanya adalah teman saat remaja, membuat keduanya cepat beradaptasi dan akrab.
Kiran yang dewasa bisa mengayomi Meta yang terkadang masih bersikap cengeng.
Namun kini, berkat Kiran, Meta jauh bisa bersikap dewasa, tak mudah mengeluh dan menangis.
Sebenarnya itu yang di butuhkan oleh Meta. Harusnya Jelita dan Vera bisa melakukan hal itu untuk mendewasakan Meta. Bukan malah memojokkan dirinya.
Saat tengah menggambar, tiba-tiba ponselnya berdering, tertera nama Jelita di sana.
Lagi-lagi Meta sudah paham pola sang kakak dan sahabatnya.
Dulu dia benar-benar buta akan hal itu, tapi setelah berteman dengan Kiran, banyak hal yang membuatnya sadar jika sang kakak lebih dekat dengan sahabatnya.
"Met, kamu di mana?"
"Ada apa Ka?"
Terdengar Jelita menghela napas, sedikitnya Meta sudah tahu apa yang hendak di katakan kakaknya itu, tapi dengan sabar dia menunggu.
"Kamu di rumah?"
"Enggak," jawab Meta pendek. Dulu dia selalu menjelaskan tanpa di minta, kini dia mulai berubah sikapnya itu.
Di seberang sana Jelita mengernyit heran, tak biasanya sang adik bersikap menjauh seperti ini.
"Kamu marah Met?"
Meta terkekeh, "aku marah kenapa ka? Ya udah, aku tutup dulu ya ka, bukannya kakak lagi banyak kerjaan?"
"Kamu telepon siapa sayang?" tubuh Meta menenggang mendengar suara di seberang sana.
Tak lama panggilannya diputus sepihak oleh sang kakak.
Setelahnya Jelita mengirim pesan jika itu suara rekan kerjanya yang memanggil sayang pada rekannya yang lain.
Dia harus mengantarkan berkas ke atasannya yaitu Dipta. Tulisnya.
Namun entah kenapa, Meta seperti tak yakin dengan pembelaan sang kakak.
Instingnya sebagai seorang istri mengatakan ada yang tak beres di antara keduanya.
Tapi apa benar?
"Hei kenapa ngelamun? Kalau kamu lelah, lebih baik kamu istirahat aja," saran Kiran.
"Ran, apa mungkin suamiku selingkuh dengan kakakku?"
"Hah? Maksudnya? Kamu bisa jelaskan kenapa tiba-tiba kamu ngomong kaya gini?"
Meta menggeleng dan tersenyum kaku. Dia tak berani mengutarakan pendapatnya, meski hati kecilnya ingin menuntut lebih.
Dia teringat sang kakak pernah bercerita tentang kekasihnya dan dia juga pernah melihat Jelita di peluk oleh seseorang yang cukup tampan di sebuah restoran.
Hanya saja, Jelita tak pernah mau mengenalkan lelaki itu padanya atau orang tua mereka.
Alasan yang di berikan memang masuk akal, lelakinya belum cukup mapan dan dia khawatir akan mendapatkan penolakan dari ibu mereka.
Berbeda dengan dirinya dengan Dipta yang memang di restui dan di jodohkan oleh kedua belah pihak karena mereka kenal sejak kecil.
Kiran yang dewasa tak memaksa sang teman untuk bercerita. Dia memberikan ruang bagi Meta untuk memikirkannya terlebih dahulu, bisa saja itu hanya sekedar prasangkanya saja.
"Kamu harus tenang, kalau memang baru dugaanmu, aku harap kamu ngga tiba-tiba mencurigai mereka. Waspada boleh, karena memang banyak kasus seperti itu, apalagi katamu kakakmu adalah sekretaris suamimu kan?"
"Tenang diri kamu dulu deh, kamu mau aku anter balik apa gimana?"
"Eh ngga perlu bos, aku pesan taksi aja," tolaknya.
"Apa aku harus belajar nyetir ya? Agak repot juga kalau kaya gini," kelakarnya.
"Tuan putri kayak kamu pantesnya duduk anggun di belakang supir shay!" keduanya lalu terkekeh.
"Ya udah aku pulang dulu ya, nanti coba ku kerjain di rumah, thanks ya Ran."
"Always, see you."
Saat pulang Meta terkejut karena melihat keberadaan sang suami di rumahnya. Setelah kejadian tadi, kini dia memahami sesuatu.
Pola yang sama yang sering dia abaikan selama ini.
Ya, jika dia ada masalah dengan Jelita, maka entah bagaimana sang suami akan bersikap baik dan memperhatikannya.
Lalu secara perlahan memintanya mengalah dan kembali berbaikan dengan Jelita, meski itu hanya masalah sepele.
Entah apa yang Jelita ceritakan pada suaminya. Dulu Meta pikir suaminya sangat baik karena selalu menjadi penengah antara dirinya dan sang kakak.
Namun kini, Meta menyadari jika Dipta melakukan itu bukan untuk menengahi dirinya dan sang kakak tapi menenangkan Jelita.
.
.
.
Lanjut
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Ibelmizzel
wow...ada apa ini apakah si kakak yg jdi jalang
2025-01-22
0
🍾⃝ͩᴢᷞᴜᷰɴᷡɪᷧᴀకꫝ 🎸🎻ଓε🅠🅛⒋ⷨ͢⚤
wah kayaknya benar deh kecurigaan meta kalau benar hempaskan saja tuh dipta 😒
2024-06-11
0
Soraya
dh up lanjut bc
2024-06-08
0