Berulang kali Alika meyakinkan dirinya bahwa itu bukan mama Yanti. Tapi hati dan nuraninya tak bisa menolak. Postur tubuh serta pakaian yang digunakan wanita paruh baya itu sama persis dengan milik sang mama mertua. Dan Alika tidak pernah salah, bukan tanpa sebab. Karena dia mengenal semua pakaian dan perhiasan mama mertuanya. Selama ini Alika yang mengurus semua kebutuhan sang mama mertua setiap harinya, termasuk mengurus pakaiannya juga.
"Ada apa ini, siapa yang sakit. Bagaimana bisa ada kerabat yang sakit tapi aku tak tahu?" Gumam Alika bingung.
Biasanya jika ada kerabat yang sakit dan dirawat di rumah sakit, tentu anggota keluarga pasti tau.
Kembali dia menepis pikiran buruknya. Tidak mungkin itu mama Yanti.
"Keluarga ibu Marni Santoso?"
Seorang perawat terdengar mencari keluarga sang ibu.
"Iya sus," serempak mbak Jane dan Alika menjawab dan menghampiri sang perawat.
"Pasien atas nama Marni Santoso, akan dipindahkan ke ruang perawatan. Nyonya diminta segera ke ruang administrasi untuk menyelesaikan urusannya," ucap sang perawat dijawab anggukkan oleh keduanya.
"Biar aku saja yang mengurusnya, mbak jagain ibuk saja di dalam," pinta Alika.
Mbak Jane hanya menganggukkan kepalanya mematuhi keinginan sang adik. Selama ini memang sang adik lah penopang hidup mereka. Alika dijodohkan dengan putra tuan Leo Dirgantara karena tuan Leo dan ayah Alika bersahabat sejak kecil. Keduanya merintis usaha dari nol bersama. Sayang perusahaan ayah Alika terancam bangkrut, hingga akhirnya kehidupan orang tuanya diurus oleh Alika.
Tuan Leo sangat baik dan menyayangi Alika. Setiap bulan angka fantastis masuk ke rekening pribadi Alika. Dan tuan Leo membebaskan Alika menggunakannya sesuka hati. Itu sedikit meringankan beban keluarganya, hingga biaya rumah sakit sang ibu.
Selesai menyelesaikan urusan administrasi, Alika berjalan pelan. Entah kenapa hatinya seolah sedang mendorong dirinya. Untuk melewati ruangan yang tadi membuatnya terus penasaran. Benarkah tadi itu mama Yanti. Jika benar, apa yang dia lakukan di sini?
"Tidak, itu tidak mungkin," gumam Alika di dalam hati sambil menggelengkan kepalanya.
Menepis dugaan buruk dalam hatinya.
Semakin Alika menyangkal, semakin hatinya terdorong keras melangkahkan kaki menuju kamar VIP yang tinggal berapa langkah lagi.
Alika menghembuskan napas panjang, berusaha tenang.
Demi untuk menghilangkan rasa penasarannya, apa salahnya hanya melewati, batin Alika meyakinkan dirinya.
Sumpah, kali ini hati Alika berdegup sangat kencang. Seakan sedang merasakan sesuatu akan terjadi dalam hidupnya.
Perlahan Alika melangkahkan kakinya, tetap tenang sambil menahan napas. Berharap dugaannya meleset.
Deg,
Hati Alika berdesir hebat, manakala suara yang begitu familiar berasal dari dalam ruangan VIP itu.
Suara beberapa orang yang terdengar sangat bahagia. Mengobrol sambil tertawa asik.
Kenapa terasa sakit sekali ya Tuhan? Alika merasa di dalam sana mas Bagas juga berada? Pekik Alika dalam hati, jika benar mas Bagas juga berada di dalam sana, apakah yang sedang mereka perbincangkan hingga tawa bahagia mereka terdengar sangat jelas di telinga Alika.
Meski selama ini mas Bagas sangat baik dan lembut kepadanya. Tapi dia dan mas Bagas tidak pernah mengobrol santai hingga melepaskan tawa yang begitu natural seperti ini. Tawa yang menyiratkan kebahagiaan, yang bahkan Alika sama sekali belum pernah merasakannya.
Alika sudah tidak tahan lagi, dia memberanikan diri untuk mengintip sebentar. Hanya untuk memastikan saja, semoga dugaannya salah. Beruntung pintu ruangan VIP itu sedikit terbuka sehingga Alika masih bisa mendengar dan melihat keadaan mereka di dalamnya.
"Aduh cucu oma, cantik sekali," puji mama Yanti pada bayi yang sedang berada di pangkuan seorang wanita di atas ranjang kamar itu. Wanita cantik berkulit sawo matang, dengan tatapan teduh memangku bayi yang pastinya baru saja dilahirkan olehnya.
"Siapa dulu ayahnya?"
Sahut mas Bagas sambil tertawa lalu mengecup kening wanita tadi.
"Makasih ya sayang, sudah melahirkan seorang malaikat ke dunia ini untuk hidup mas," ucap mas Bagas lagi.
Bagai disambar petir di siang bolong, pendengaran Alika belum benar-benar rusak. Dia yakin betul apa yang baru saja didengarnya dengan mata dan kepalanya sendiri.
"Jadi ini rahasia kamu selama ini mas?"
Tanya Alika pada dirinya sendiri, sambil tersenyum getir.
Alika menggeleng, air matanya terlalu berharga untuk menangisi pria brengsek di dalam ruangan itu. Meski seberapa kuat Alika menahan agar air matanya tak tumpah, sayang air mata itu tetap saja lolos dan membasahi pipinya yang putih itu.
Alika berbalik rasanya ingin berlari dan pergi lalu menghilang saja. Tepat saat dia berbalik, ternyata sejak tadi mbak Jane sudah berada di belakangnya.
Karena tak kunjung kembali, mbak Jane memutuskan untuk mencari Alika. Ternyata dia juga melihat dan mendengar apa yang sedang terjadi pada adik kesayangannya itu.
Sesak sekali rasanya, akhirnya mbak Jane memutuskan membawa Alika kembali ke kamar ibuk.
"Mbak minta kamu basuh wajah kamu dulu. Jangan biarkan ibuk melihat mata sembab kamu," pinta mbak Jane dengan lembut. Meski hatinya juga turut hancur melihat penderitaan adiknya saat ini.
Alika hanya mengangguk patuh.
"Tenangkan dirimu, lalu kita akan mencari jalan keluarnya bersama. Tapi pastikan dulu kondisi ibuk baik- baik saja. Lalu kita akan menyusun rencana yang terbaik untuk kamu," sambung mbak Jane.
Meski kalimatnya terdengar sangat tenang, tapi jauh di lubuk hati yang paling dalamnya sangat kacau. Dia tak terima adiknya diperlakukan seenaknya oleh sang adik ipar. Tapi mbak Jane berpikir mereka tak boleh gegabah, mengingat penyakit jantung ibu sudah sangat parah sekali.
Setelah hampir satu jam, Alika masuk ke ruang perawatan sang ibu. Dan dia memutuskan untuk tidak pulang ke rumah dulu malam ini.
Sambil mengambil ponsel dan mengabari tuan Leo jika malam ini dia akan menginap di RS.
Biarlah mas Bagas tak perlu tahu jika dia juga berada di RS sakit yang sama saat ini.
Tring
Sebuah pesan singkat masuk di ponsel Alika. Melihat siapa pengirimnya, sudah membuat Alika malas untuk membukanya.
"Sayang, malam ini mas nggak pulang yah. Ada urusan mendadak di luar kota. Kamu jangan lupa makan yah. Mas sayang kamu."
Biasanya mendapatkan pesan singkat seperti ini sudah berhasil membuat hati Alika berbunga-bunga. Tapi tidak kali ini, pesan singkat ungkapan perhatian suami ini seakan sedang menertawai kebodohan dirinya. Selama ini telah terlena dengan kelembutan dan kasih sayang serta perhatian suaminya. Ternyata semuanya palsu.
Jika wanita di dalam ruangan itu baru saja melahirkan putri suaminya, berarti mereka telah menjalin hubungan sudah sangat lama.
Lagi-lagi Alika kembali menertawakan kebodohannya ini. Bagaimana tidak, hubungan terlarang suaminya tidak terendus sama sekali oleh dirinya. Bahkan bila selama ini mas Bagas menolak menyentuh dirinya, Alika sama sekali tak menaruh curiga. Selalu berprasangka baik, mengira suaminya itu lelah seharian bekerja. Wajar jika dia tak menginginkan hal itu darinya.
Melihat wajah bahagia suaminya menatap bayi di pangkuan wanita tadi membuat air mata Alika kembali berlinang deras. Sebegitu tega kah kamu mas, aku tak bisa memiliki keturunan dan kamu mencari pelampiasan di luar sana, dan kini kamu menikmati hasilnya.
Alika hanya tertunduk sendu. Mbak Jane memegang erat tangan adiknya, walau kali ini dia tak bisa berkata-kata. Demi sang ibu tak mendengarnya.
"Percayalah Lika, mbak akan selalu berada di samping kamu."
Alika hanya menjawab dengan tangisan dalam diamnya. Berharap ini hanyalah sebuah mimpi buruk.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
gamingmato channel
Wah seru!
2024-05-11
0