Annisa duduk di dekat jendela setelah memberi susu formula pada Hasan dan Husein. Tidak ada lagi kegiatan yang bisa dilakukannya sekarang ini.
Sebelumnya pun Annisa memang tidak bekerja, ia hanya tinggal di rumah mengurus sang Mama yang sudah sakit-sakitan. Untuk urusan makan Annisa mengandalkan uang pensiunan almarhum Papa nya. Sekarang Mama ditemani seorang ART yang diambil Rafael dari yayasan.
Hanya saja kalau di rumah Mama nya, Annisa bisa mencoba membuat berbagai macam masakan dan ada beberapa tetangga yang menjadi langganannya.
Annisa segera mengenakan hijab dan cadarnya saat melihat dari jendela mobil Rafael sudah memasuki halaman rumah. Tidak berselang lama pria itu datang mengetuk pintu lalu masuk. Menaruh tas kerjanya di atas meja kecil lalu mencuci tangan. Rasanya sudah sangat rindu ingin melihat kedua jagoannya.
"Hari ini mereka rewel tidak?" Rafael tahu kalau di dekat jendela ada Annisa. Pria itu mulai tahu kebiasaan Annisa yang merupakan istrinya juga.
"Tidak, hari ini mereka sangat anteng." Sahut Annisa dari tempatnya.
Rafael hanya mengangguk lalu berbalik badan dan mendekati Annisa.
"Hari ini saya tidak sempat ke rumah sakit, setelah rapat di luar langsung pulang." Rafael sudah mau menceritakan apapun pada Annisa selama itu tentang Nesha dan anak-anaknya.
"Tadi saya mengajak Mama dan anak-anak ke sana. Alhamdulillahnya enggak tiga puluh menit. Tapi satu jam" Annisa tersenyum bahagia namun Rafael tidak bisa menikmatinya.
Ya, Rafael meminta Annisa untuk tetap menutup wajahnya selama mereka menikah. Dengan alasan ia tidak berhak melihat apapun yang ada pada diri Annisa selain pria yang benar-benar menjadi suami Annisa kelak. Pria itu tidak ingin memanfaatkan statusnya sebagai suami.
"Wah enak dong, bisa puas ngobrol sama Nesha." Rafael melipat kedua tangan di dadanya sambil tersenyum ramah.
"Hmmm, malahan Mama tadi menaruh Hasan dan Husein bergantian di atas dada Nesha. Cukup lama juga. Kami sangat berharap semoga secepatnya Nesha bisa sadar dan kembali sehat."
"Iya, saya juga sangat menginginkan adanya keajaiban untuk Nesha."
"Iya" sahut Annisa lirih.
"Kamu tidak tidur?" Rafael menurunkan tanganya lalu membuka jas dan menaruhnya ke dalam keranjang baju kotor yang terpisah dengan anak-anak.
"Iya, belum mengantuk. Mungkin sebentar lagi."
"Ok, saya mandi dulu. Rasanya sudah lengket banget."
"Iya."
Rafael pun segera meluncur ke dalam kamar mandi. Cukup lama Rafael berada di dalam sana, sudah sering kali Rafael berendam di air dingin guna meredam gairah dan hasratnya yang terkadang datang disaat yang tidak tepat. Hanya pada Nesha ia ingin melampiaskan semuanya.
"Cepatlah sadar, sayang. Aku sangat tersiksa." Rafael memukul kencang pinggiran bathtub. Kepalanya bersandar lalu mulai turun dan semakin turun hingga tubuhnya masuk ke dalam air.
Sejenak Rafael menahan nafasnya di bawah sana, setelah berhasil mengusir jauh gairah dan hasratnya buru-buru ia naik ke atas dengan nafas yang tersengal-sengal. Namun ia sangat puas dengan hasil yang didapatnya.
Rafael bangkit lalu menyambar kimono yang menggantung. Mengenakannya kemudian mengikatnya kencang. Sebab ia sadar di dalam kamar mandi tidak ada baju ganti yang dibawanya.
Ia keluar dari kamar mandi lalu melihat ke arah sofa dekat box bayi Hasan dan Husein. Di sana sudah ada Annisa lengkap dengan baju dan selimut tebalnya. Kedua mata perempuan itu sudah tertutup rapat.
Rafael segera mengenakan baju yang sudah diambilnya dari lemari. Pria itu menghampiri Hasan dan Husein lalu mengecupnya sebelum naik ke atas tempat tidur miliknya dan Nesha.
Waktu sudah pukul tujuh pagi ketika Annisa dan si kembar tiba di meja makan.
"Cucu-cucuku sudah wangi, tampan lagi. Sini gendong sama Nenek Kakek." Mama dan Papa mertua mengambil alih si kembar.
Annisa duduk tenang di sebelah Rafael. Ia mulai mengisi piring kosong yang ada didepannya. Mama mertua langsung melayangkan protes pada Annisa.
"Kamu ngambil makanan untuk diri sendiri?."
Annisa mengangguk mengiyakan sambil menghentikan aktivitasnya.
"Eh, sangat jauh beda sama Nesha. Nesha itu istri idaman, jadi rebutan para laki-laki di luar sana. Udah model terkenal, cantik, baik dan yang penting bakti sama suami. Enggak modelan kaya kamu, baju-bajunya aja syar'i tapi kelakuannya macam gini."
Mama mertua begitu sewot atas anggukan kepala Annisa. Ia tidak terima anak kesayangannya tidak diurus dengan baik.
"Ma, sudah. Tidak baik bicara begitu pada Annisa." Papa mertua menengahi.
Mama memberikan Hasan dan Husein pada Mbak Lastri dan si bungsu Renata lalu meminta mereka untuk membawanya ke kamar. Sebab ia belum puas menceramahi menantu barunya yang berpenampilan seperti ustadzah itu. Ia tidak menghiraukan keberadaan Papa mertua dan Rafael yang sudah mulai menyuap makanannya.
"Dengar Annisa! Perempuan seumuran kamu harusnya udah tahu tugas dan tanggung jawab seorang istri itu apa. Bukan begini, masa kamu kalah sama Nesha. Tahu begini mending Rafael nikah sama Yulia aja." Mama mertua bicara begitu dengan nada tinggi dan sangat marah.
Nama yang Mama mertua sebut datang tanpa diundang ke dalam rumah itu. Namun dengan akrab dan santainya Yulia menyapa Rafael, Mama dan Papa mertua.
"Selamat pagi, Rafa, Tante, Om." kemudian Yulia berdiri di samping Mama mertua. Tidak mempedulikan sapaannya diacuhkan oleh ketiga orang tersebut. Kelihatannya sedang ada perang.
Rafael menaruh sendok dan menyudahi makannya. Ia mengelap mulut dengan tissue lalu menatap sang Mama dan buka suara.
"Annisa sudah menjalankan tugas dan tanggung jawabnya sebagai seorang istri dengan sangat baik, Ma. Tapi, ada beberapa hal yang bisa aku lakukan sendiri. Jadi itu bukan masalah untukku." Rafael bangkit lalu melirik pada Annisa yang duduk tertunduk.
"Kamu masuk ke kamar, nanti saya minta Mbak Lastri membawakan makanan untuk kamu. Saya harus berangkat sekarang, nanti terlambat karena saya harus ke rumah sakit dulu." Annisa berdiri dan mereka meninggalkan meja makan. Annisa menaiki tangga dan Rafael langsung menuju mobil.
Papa mertua juga menyusul Rafael, segera berangkat ke kantor. Sungguh sangat malas mendengar ocehan istrinya.
"Jadi itu Kakak nya Nesha? Istri yang baru Rafael?." Yulia duduk di samping Mama mertua. Ia menatap Renata yang baru turun lalu pamit harus ke berangkat ke kampus.
"Kamu belum makan, Renata."
"Gampang, Ma. Nanti di kantin kampus aja. Bye Ma, Kak Yulia."
"Iya, hati-hati." Jawab Mama mertua dan Yulia.
"Tante belum jawab pertanyaan aku." Yulia menoleh ke arah Mama mertua dan bertanya lagi mengenai perempuan bercadar itu.
"Iya, itu Annisa." Jawabnya singkat.
"Lagian, kenapa enggak nikah sama aku aja Rafa nya, Tante?. Padahal aku cinta mati sama Rafa, rela deh aku jadi istri kedua juga."
"Rafael nya yang enggak mau sama kamu, padahal Tante dan Renata sangat setujunya sama kamu." Mama mertua memasang wajah kecewa terhadap pilihan sang putra.
Bersambung
Jangan lupa like, komen, gift dan vote. Terima kasih 🙏🙏😘😘
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 90 Episodes
Comments
Neulis Saja
pernikahan macam apa gak jelas arahnya
2024-08-02
0
kairin
pingin nabok tu mak lampir....
2024-05-30
1
Maz Andy'ne Yulixah
Awas saja kalau mereka lihat wajah Annisa bakal melongo,segaknya adik iparnya baik tapi malah sama saja kayak mama Mertuanya🙄🙄
2024-05-23
0