2. Bertemu Zahra

Arif tiba-tiba tersentak. Membuat Zahra yang tengah memegang ponsel jadi ikutan kaget karena tingkahnya.

"Kenapa, Bang? Mimpi buruk?"

"Ini udah pagi, ya, Ra?" tanya Arif kemudian.

Zahra mengangguk, lantas menatap bingung ke arah Arif yang buru-buru bangkit dari duduknya. "Kenapa, sih, Bang? Semua baik-baik aja, 'kan?"

Tidak. Tidak ada yang baik-baik saja saat Arif melupakan keberadaan Cahaya. Arif bahkan tidak tahu gadis itu di mana dan semalam tidur di tempat apa.

Alhasil, Arif mencari alasan bahwa dia harus pergi sebentar. Ada pekerjaan mendesak di toko. Beruntung, Zahra langsung mengiyakan.

Keadaan seolah kembali seperti kemarin. Kali ini, raut wajah panik Arif disebabkan karena Cahaya tidak ada di mobilnya. Arif terus mencari pada semua sudut yang ia lalui. Hingga akhirnya, sosok bertubuh ringkih dengan sebuah kruk kayu itu menampakkan batang hidungnya pada sebuah taman.

"Kamu ke mana aja? Saya capek nyari kamu tau gak?"

Cahaya menoleh. Bola matanya berotasi malas karena omelan Arif tak berbeda jauh dengan Bibi Wati yang selalu menyalahkan dirinya dalam berbagai situasi.

"Bapak yang ke mana aja? Saya dari semalam di sini terus. Gak ke mana-mana," jawab Cahaya dengan berani.

"Ya, udah. Ayo kita pulang."

"Ke mana?" Cahaya bertanya, "Ke rumah yang ada istrinya Bapak?"

"Bukan. Saya sudah menyiapkan tempat yang lain. Dan, yang harus kamu tau, sampai kapan pun, gak bakalan ada perkenalan antara kamu dan istri saya. Hubungan ini rahasia karena hanya sebatas pertanggungjawaban. Jadi, jangan berharap terlalu banyak."

Mendengar kalimat yang Arif ucapkan, Cahaya tertarik untuk mengulas senyum ringan. Ia berkata dengan intonasi yang lebih tenang.

"Bapak jangan khawatir. Gak mungkin juga saya berharap pada orang yang sudah merenggut nyawa Bapak saya. Bukankah sebelumnya saya bersumpah agar Bapak menderita? Bapak lupa, bukan cuma Bapak yang dipaksa, tapi saya juga. Kalau Bapak hanya menginginkan agar hubungan ini dirahasiakan, saya malah menginginkannya dijadikan gak ada. Mudah sekali, kan, Pak?"

Berselang waktu, Arif dan Cahaya akhirnya tiba di sebuah rumah yang terletak paling ujung di sebuah kompleks perumahan elite. Arif turun dari mobil, disusul Cahaya yang menatap takjub pada bangunan yang besarnya mencapai tiga kali lipat dibanding rumah Paman Bahar di desa.

"Mulai sekarang, kamu tinggal di sini. Rumah ini baru saya beli tiga bulan yang lalu. Semua perabot di dalamnya lengkap dan belum pernah ditempati sama sekali. Nanti saya juga bakalan cari supir dan ART buat nemenin kamu. Gimana? Ada yang mau ditanyakan lagi?"

"Em ...." Cahaya berpikir sebentar dan bertanya beberapa detik kemudian, "Kalau rumah Bapak di mana? Dekat-dekat sini juga?"

"Soal itu kamu gak perlu tau. Lagian kalau saya jawab pun, kamu gak bakalan tau alamat-alamat yang ada di sini."

Cahaya mengerucutkan bibir. Selain pantas dibenci, ternyata Arif juga mempunyai lidah yang teramat tajam. Cahaya jadi heran. Benarkah Arif adalah pria yang sama, yang dilihatnya tengah menangis di rumah sakit kemarin?

"Ya, udah, tunggu apa lagi? Masuk sana. Saya gak mau, ya, tetangga-tetangga di sini pada ngeliatin kita. Dan, satu lagi, jangan sampai mereka tau kalau kita udah nikah. Bersikaplah seolah kita tidak saling kenal. Paham?"

"Soal itu gak perlu diatur, Pak. Saya paham, kok, apa status saya sebenarnya."

* * *

Duduk di atas kasur berukuran besar, Cahaya meneteskan air mata seraya menatap lama foto keluarga kecilnya.

"Pak, Bu, Cahaya rindu kalian. Kapan Cahaya bisa bareng-bareng sama kalian?"

Tuk! Tuk! Tuk!

"Non, makan malamnya sudah siap."

"Iya, Mbok."

Setelah memastikan bahwa tidak ada air mata yang membekas di pipinya, Cahaya lantas keluar dan berjalan ke arah meja makan.

Mbok Tun terlihat tengah mengalaskan nasi untuk Cahaya. Senyum di bibirnya tak pernah luntur walau sedetik saja.

"Masak apa, Mbok?" tanya Cahaya kepada wanita paruh baya yang direkrut Arif sebagai ART sekaligus agar menjadi teman untuknya.

"Tumis kangkung, ayam kecap, sama telur balado, Non. Semoga Non Cahaya suka, ya, sama masakan Mbok."

Cahaya tertawa kecil. Bagaimana mungkin dia tak akan suka, dari penampilannya saja sudah tampak begitu menggiurkan.

"Oh, iya, Mbok. Pak Arif ke mana? Udah pergi, ya?"

"Iya, Non. Tapi, tadi sempat balik lagi buat antar barang."

Mbok Tun memang diberitahukan bahwa Cahaya dan Arif memang pasangan suami istri. Wanita ini sendiri merupakan orang desa yang juga pertama kalinya datang ke kota. Arif pikir akan sangat minim pertemuan Mbok Tun dengan dirinya di luar rumah nanti. Jadinya, kemungkinan untuk Mbok Tun tahu tentang dirinya akan sangat kecil.

Setelah makan malam selesai, Mbok Tun menyerahkan barang-barang titipan dari Arif. Cahaya menerimanya dengan kening berkerut dalam. Selain mendapatkan ponsel baru, Cahaya juga mendapatkan sebuah kruk siku baru. Tentu saja, terlihat lebih bagus dari sebelumnya juga lebih mahal harganya.

Keesokan harinya, Cahaya memutuskan untuk mencoba kruk barunya dengan cara berjalan-jalan di sekitaran taman kompleks. Puas berkeliling, Cahaya memilih untuk beristirahat. Namun, Cahaya malah dikagetkan dengan seorang wanita yang tiba-tiba datang ke arahnya.

"Boleh saya duduk di sini gak? Ban mobil saya kempes. Jadi, saya harus nunggu supir buat gantiin bannya dulu."

Cahaya mengangguk setelah matanya menatap ke sebuah mobil. Di mana sang supir terlihat tengah mengganti ban belakang.

"Saya sering ke sini. Tapi, gak pernah liat kamu. Penghuni baru, ya?"

"Iya. Baru kemarin," jawab Cahaya singkat. Sejujurnya, dia tidak tahu harus bereaksi seperti apa.

Kemudian, tangan wanita berkulit pucat itu terulur ke arah Cahaya. Seulas senyuman terukir indah di bibirnya. "Nama saya Zahra. Salam kenal, ya. Kalau kamu, namanya siapa?"

"Cahaya, Kak."

"Oh, Cahaya. Namanya bagus. Cocok banget buat orangnya. Cantik."

"Terima kasih, Kak."

Cahaya tak tahu, jika sosok wanita yang baru saja berkenalan dengannya ini merupakan istri pertama dari suaminya. Karena saat di rumah sakit kemarin, wajah Zahra tidak terlihat jelas.

"Saya baru pulang dari rumah sakit. Karena suami lagi gak ada di rumah, makanya saya memutuskan buat pulang sebentar ke rumah Abang saya. Rumahnya juga di kompleks ini, sih. Nanti, ya, kalau ketemu, saya kenalin ke kamu. Siapa tau nanti malah tetanggaan."

Cahaya mencoba tertawa. Walau nyatanya, tak ada bagian lucu dari perkataan Zahra. Saat ia menundukkan kepala, manik mata Cahaya dibuat bertahan selama beberapa detik ke depan.

"Itu ... apa, Kak?"

"Oh, ini?" Zahra mengangkat sebuah hasil kerajinan tanah liat yang sejak tadi dipegang olehnya. Sebuah guci kecil yang mungil. Penuh corak dan tampak berkilau saat terkena cahaya. "Ini hasil kerajinan tanah liat dari toko saya. Bagus gak?"

"Bagus banget," jawab Cahaya. "Waktu di desa, saya juga suka banget buat kerajinan yang seperti ini."

"Iyakah? Gabung di toko saya aja gimana? Setiap hari, toko saya selalu memproduksi barang. Gajinya juga lumayan. Gimana? Mau gak?"

"Eh, emang boleh?"

"Kenapa enggak? Sekarang ini, saya lagi butuh karyawan. Kalau kamu memang tertarik, ini kartu nama saya. Ada nomor hp dan alamat toko saya di sana. Saya tunggu kamu kapan aja."

Setelah melewati banyak pertimbangan sekaligus meminta pendapat Mbok Tun di rumah, alhasil Cahaya menerima tawaran tersebut. Sehari setelahnya, Cahaya langsung mendatangi toko milik Zahra. Dan, seperti janjinya, Zahra memang tengah menunggunya.

Cahaya diperkenalkan dengan karyawan-karyawan Zahra yang sudah ada jauh sebelum dirinya. Ia juga diajarkan menggunakan beberapa barang yang nantinya akan digunakan saat proses pembuatan kerajinan. Karena memang sudah mempunyai skills yang mendasar, tak sulit untuk Cahaya langsung menjadi pintar.

Zahra kemudian meminta Cahaya untuk membuatkan sebuah kerajinan apa saja agar bisa dilihat olehnya. Setelah hasil buatannya selesai, Zahra berdecak kagum. Memang tak sia-sia dirinya merekrut Cahaya sebagai karyawan. Gadis ini benar-benar membuktikan kebolehannya.

"Kalian lanjut dulu aja, ya. Pokoknya barang yang dihasilkan harus sesuai dengan jumlah list yang dibutuhkan. Saya mau ke belakang sebentar."

Di dapur, Zahra tampak sedang menuangkan segelas air hangat. Sebelum minuman tersebut masuk ke tenggorokannya, dua buah lengan seketika memeluknya dari belakang.

"Dicariin ke mana. Eh, taunya malah di sini," ucap Arif sambil mengecup pipi Zahra dari belakang. "Lagi ngapain, Yang?"

"Minum vitamin, Bang. Biar dedeknya selalu selalu sehat dan kuat kayak mamanya," tutur Zahra sebelum akhirnya terlihat menelan beberapa vitamin berbeda ukuran.

"Tadi ngapain aja?" tanya Arif. Tangannya bergerak merapikan beberapa anak rambut Zahra yang tampak berantakan.

"Cuma ngajarin karyawan baru, sih."

"Karyawan baru? Kamu rekrut orang lagi?"

Zahra mengangguk semangat. "Anaknya manis banget. Kebetulan, aku kenalan sama dia pas lagi di taman kompleksnya Bang Fahri."

"Baru kenal, kok, main rekrut-rekrut aja, sih, Yang? Emang kamu yakin sama orangnya? Karyawan baru Abang yang di supermarket aja udah Abang pecat. Orangnya gak jujur ternyata. Lah, kamu? Baru juga kenal, 'kan?"

"Tapi, aku yakin kalau dia jujur, Bang. Aku bisa liat kalau dia itu anak baik-baik."

"Cuma dilihat dari mukanya aja, 'kan? Sekarang ini, banyak orang yang begitu, Sayang. Di depan, mah, kayak orang lurus banget. Aslinya malah gak bisa dipake."

"Dia gak mungkin gitu, Abang. Aku yakin betul. Beneran."

Arif akhirnya menyerah dan tak lagi melanjutkan perdebatan karena takut Zahra kenapa-kenapa. Namun, senyum-senyum kecil Zahra malah membuatnya gemas. Saat jarak wajah antara keduanya nyaris terkikis, Cahaya tiba-tiba datang dengan sebuah hasil kerajinan di tangan.

Terpopuler

Comments

🔵❤️⃟Wᵃf🍇⋆🆅𝕽,₭Ⱡ₳Ɽ₳⋆🍇

🔵❤️⃟Wᵃf🍇⋆🆅𝕽,₭Ⱡ₳Ɽ₳⋆🍇

aduh datang disaat yg tdk tepat.../Facepalm//Facepalm/

2024-07-23

1

Hiatus

Hiatus

zahra kenapa km mksa suami mu tuk nikah lgi

2024-07-07

0

piyo lika pelicia

piyo lika pelicia

ha gimanalah ekspresi Arif lihat istrinya berkumpul 😂

2024-06-02

1

lihat semua
Episodes
1 1. Pernikahan Paksa
2 2. Bertemu Zahra
3 3. Gadis Cacat
4 4. Hujan Malam Itu
5 5. Hadiah Dari Arif
6 6. Perlakuan Manis
7 7. Zahra Keguguran
8 8. Anak Kita
9 9. Istriku?
10 10. Aku Atau Cahaya
11 11. Membawa Zaif Pergi
12 12. Ingin Berpisah
13 13. Kembali Berdebat
14 14. Dituduh Pelakor
15 15. Zahra Bunuh Diri
16 16. Ingin Memisahkan Mereka
17 17. Rencana Jahat Zahra
18 18. Surat Cerai
19 19. Meja Hijau
20 20. Tanggungjawab
21 21. Pernikahan Kedua
22 22. Mencari Pelaku
23 23. Keputusan Fahri
24 24. Cahaya Diculik
25 25. Gudang Tua
26 26. Penjelasan
27 27. Obrolan Pria
28 28. Hama Baru
29 29. Amel dan Tante-Tante Aneh
30 30. Omongan Arif
31 31. Tidak Semudah Itu
32 32. Di Mabuk Cinta
33 33. Wanita Itu ....
34 34. Arif Berulah
35 35. Toko Kerajinan Milik Zahra
36 36. Nasib Tragis Zahra
37 37. Bertemu Munir
38 38. Si Berengsek Itu Sudah Mati
39 39. Sosok Di Sudut Malam
40 40. Demi Cahaya
41 41. Undangan Pernikahan
42 42. Tawa Bahagia dan Air Mata
43 43. Orang-Orang Misterius
44 44. Isi Hati Aurel
45 45. Sudah Waktunya
46 46. Wanita Separuh Gila
47 47. Sebesar Itukah Kesalahannya?
48 48. Aku Milikmu
49 49. Tampak Tak Asing
50 50. Opini Cahaya
51 51. Pemeriksaan
52 52. Salah Apa?
53 53. Sulit Percaya
54 54. Geri Pelakunya
55 55. Ruang Kerja
56 56. Ibu Yang Sama
57 57. Satu Kebenaran
58 58. Tentang Arif
59 59. Masalah
60 60. Berdamai dengan Masa Lalu
61 61. Bunga Mawar
Episodes

Updated 61 Episodes

1
1. Pernikahan Paksa
2
2. Bertemu Zahra
3
3. Gadis Cacat
4
4. Hujan Malam Itu
5
5. Hadiah Dari Arif
6
6. Perlakuan Manis
7
7. Zahra Keguguran
8
8. Anak Kita
9
9. Istriku?
10
10. Aku Atau Cahaya
11
11. Membawa Zaif Pergi
12
12. Ingin Berpisah
13
13. Kembali Berdebat
14
14. Dituduh Pelakor
15
15. Zahra Bunuh Diri
16
16. Ingin Memisahkan Mereka
17
17. Rencana Jahat Zahra
18
18. Surat Cerai
19
19. Meja Hijau
20
20. Tanggungjawab
21
21. Pernikahan Kedua
22
22. Mencari Pelaku
23
23. Keputusan Fahri
24
24. Cahaya Diculik
25
25. Gudang Tua
26
26. Penjelasan
27
27. Obrolan Pria
28
28. Hama Baru
29
29. Amel dan Tante-Tante Aneh
30
30. Omongan Arif
31
31. Tidak Semudah Itu
32
32. Di Mabuk Cinta
33
33. Wanita Itu ....
34
34. Arif Berulah
35
35. Toko Kerajinan Milik Zahra
36
36. Nasib Tragis Zahra
37
37. Bertemu Munir
38
38. Si Berengsek Itu Sudah Mati
39
39. Sosok Di Sudut Malam
40
40. Demi Cahaya
41
41. Undangan Pernikahan
42
42. Tawa Bahagia dan Air Mata
43
43. Orang-Orang Misterius
44
44. Isi Hati Aurel
45
45. Sudah Waktunya
46
46. Wanita Separuh Gila
47
47. Sebesar Itukah Kesalahannya?
48
48. Aku Milikmu
49
49. Tampak Tak Asing
50
50. Opini Cahaya
51
51. Pemeriksaan
52
52. Salah Apa?
53
53. Sulit Percaya
54
54. Geri Pelakunya
55
55. Ruang Kerja
56
56. Ibu Yang Sama
57
57. Satu Kebenaran
58
58. Tentang Arif
59
59. Masalah
60
60. Berdamai dengan Masa Lalu
61
61. Bunga Mawar

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!