Hound Yang Ganas

Tak lama setelah kami bangun dan melanjutkan perjalanan, kami juga mencoba untuk mencari sesuatu yang bisa dimakan.

Sialnya, sebuah monster berjenis anjing menemukan jejak kami berdua. Lalu, dalam kondisi inilah kami sekarang.

“Cepat lari, Rin! Aku akan mencoba menghambatnya.” aku berteriak sambil mengeluarkan sebuah pisau dari tasku.

Namun, saat aku merasa bahwa diriku sudah sangat bertekad, aku menyadari bahwa seluruh tubuhku saat ini sedang gemetaran.

Disisi lain, Rin yang masih sekecil itu terpaksa menyadari betapa buruknya situasinya.

Jadi, meskipun memiliki gambaran tentang resikonya, ia tetap berlari sekuat tenaga dan melakukan seperti apa yang kuminta.

Lalu, setelah sampai di sebuah pohon besar, ia bersikeras untuk memanjat dan bersembunyi di atas sana.

Itu membuatku sedikit tenang, namun situasiku masih belum berubah. Bahkan bisa dibilang aku sedang berada di tengah skenario terburuk sekarang.

Bagaimana pun juga, makhluk itu tanpa peringatan langsung menerkam ke arahku.

Aku yang panik sulit bereaksi dengan situasi tersebut, jadi saat aku sadar bahwa penglihatanku sedang berputar, punggungku telah membentur ke tanah dengan keras.

“Argh..!!” aku berteriak kesakitan, namun ternyata rasa sakit yang bahkan lebih besar masih menyusul setelahnya.

Itu adalah taring makhluk tersebut yang menembus bahu kiriku.

Itu sangat sakit, bahkan aku tidak memiliki kekuatan untuk menjerit.

“Apa aku akan berakhir seperti ini?” aku mencoba memainkan otakku.

Saat itulah aku mengingat pisau di tangan kananku.

Itu dia jawaban yang kutemukan, aku mengayunkan pisau itu ke arah makhluk tersebut sekuat tenaga.

Clang...

Namun, bukan berarti jika kamu menemukan jawaban itu sudah pasti benar.

Dan tepat seperti itulah keadaanku saat ini.

Pisau yang kubayangkan akan menembus kulit makhluk itu ternyata terpental begitu saja.

“Tidak baik!” aku panik dan membuat pergerakan yang tidak perlu saat menyadarinya.

Lalu, seperti yang kuduga makhluk itu mulai mengganas saat menyantap mangsanya yang tidak lain adalah aku.

Monster itu yang awalnya hanya menggigit bahuku saat ini mulai mengoyaknya.

Bahkan dia tidak berhenti disana dan mulai menggunakan cakarnya untuk mencabik-cabik tubuhku.

Semua ini terasa sangat menyakitkan, aku mungkin telah menangis karena tidak kuat menahannya.

“Tak kusangka aku benar-benar tidak berdaya.” penglihatanku kabur.

Aku juga mendapati bahwa lengan kiriku telah terpisah dari tubuhku.

Di beberapa bagian, aku juga menemukan darah segar membasahi pakaianku yang tercabik-cabik.

“Sungguh, apakah ini adalah akhir?” saat itulah aku melihat bayangan kematian yang melintas dalam pikiranku.

Juga pada saat itu, aku merasakan ketakutan dan penyesalan tentang apa yang akan terjadi selanjutnya kepada adikku.

Tubuhku mati rasa...

Padahal aku mengira tidak akan sulit untuk melawannya.

Tapi siapa sangka aku begitu naif.

Dari awal monster adalah monster, tidak ada cerita dimana makhluk seperti mereka akan dengan mudah dikalahkan oleh orang biasa, apalagi anak-anak yang tidak spesial seperti diriku.

Aku terbaring lemah di tempatku, mendengarkan makhluk itu mengunyah daging yang dia ambil dari bagian tubuhku.

Darahku mengalir tak terkendali, mungkin tidak butuh waktu lama bagi yang tersisa untuk mengalir keluar dari tubuhku.

Namun, apakah aku akan mati seperti ini?

Itu benar-benar konyol.

Masih banyak hal yang belum bisa dan ingin kulakukan. 

Rin juga masih sekecil itu, siapa nanti yang akan merawatnya?

Apakah aku benar-benar akan menyerah begitu saja?

Saat aku mempertanyakan semua hal itu, pengelihatanku yang kabur perlahan kembali.

Lalu apa yang pertama masuk dalam sudut pandangku adalah pisau yang tak lama ini terlepas dari genggamanku.

Apakah aku bisa melakukannya?

Ada keraguan dalam diriku.

Itu jelas bukan hal yang baik, karena keraguan selalu menghambat tindakan apapun.

Karena itu, dalam sedikit waktu yang singkat ini aku merenungkan keputusanku.

Benar, itu adalah keputusan untuk melakukannya hingga akhir.

"Argghh..." aku menjerit menahan sensasi luar biasa dari rasa sakit.

Kemudian, saat tangan kananku berhasil meraih pisau tersebut, aku mengayunkannya sekuat tenaga untuk menyerang makhluk tersebut.

Tapi—

Clang...

Apa yang terjadi selanjutnya adalah sama persis seperti sebelumnya, pisau tersebut kembali terpental.

Namun dalam keterkejutan singkat itu, aku menyadari satu hal, serangan yang pertama kali kulancarkan gagal bukanlah sebuah kebetulan, melainkan pisau ini memang tidak bisa menembus pertahanan luar dari makhluk tersebut.

Dengan demikian, aku mencoba untuk kembali memutar otakku.

Jika kulitnya memang sekeras itu, maka satu-satunya jalan yang bisa diambil adalah bagian yang lunak.

Lalu jawaban itu ada tepat di depan mataku, yang tidak lain merupakan mata makhluk tersebut.

"Matilah, makhluk sialan!" aku meneriakkan kutukan itu saat menusuk bagian tersebut menggunakan sisa tenagaku.

Benar saja, berbeda dari kulitnya yang keras, pisau itu berhasil masuk dan memberikan kerusakan pada makhluk tersebut.

Mungkin itu disebabkan oleh intuisinya sebagai makhluk buas, dia yang awalnya dengan ganas menyerang tubuh bagian kiriku kini mengubah targetnya.

Itu adalah tangan kananku yang bergerak untuk memberikan serangan balik terhadapnya.

Cakar yang sangat tebal dan tajam itu diayunkan dengan keras.

Lalu sebuah suara tulang patah dan daging yang terkoyak terdengar jelas di telingaku.

Aku tidak menyayangkan fakta bahwa diriku sudah tidak bisa lagi memperhatikan hal-hal tersebut.

Pikiranku saat ini terlalu kacau, bukan karena aku takut akan kematian, namun apa yang terjadi setelah jika aku mati adalah apa yang paling aku takutkan.

“Rin, maafkan kakak. Aku bukan kakak yang baik. Aku bahkan tidak bisa menjagamu sampai dewasa.”

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!