...Selamat membaca✨...
"Hanna dibelikan sama ibunya Hanna dan calon mertuanya Hanna, bu. " jawab Hanna.
Bu Sania mengangguk paham, setelah beberapa detik kemudian, ia kembali mencerna ucapan yang keluar dari mulut gadis berumur 18 tahun itu.
"Hah, mertua?! "
Bu Sania tidak percaya dengan ucapan Hanna barusan, ia tahu bahwa gadis itu jarang sekali bercanda, dan sekarang candaannya berbeda dengan kepribadian Hanna.
"Han, kamu gak bercanda kan? " tanya bu Sania meyakinkan.
Hanna menganggukkan kepalanya.
"Benar bu, Hanna tidak berbohong. " jawab Hanna.
Bu Sania mengerutkan keningnya, ia menggaruk kepalanya yang terasa gatal, dirinya masih belum percaya dengan Hanna.
"Kenapa kamu mau? Kamu dijamin kan apa sama ibunya? " tanya bu Sania.
"Hanna ditawarkan untuk diangkat jadi anak, tapi asalkan Hanna mau nikah sama anaknya, jadi Hanna akan jadi anak dan menantu. " jawab Hanna.
Jawaban Hanna begitu polos, namanya anak muda yang baru beranjak dewasa, bu Sania juga tidak bisa mendukungnya, usia 18 tahun masih sangat labil untuk menjadi seorang istri.
"Hanna, karena dia ngangkat kamu jadi anaknya, jadi kamu terima tawaran dia, untuk kamu bisa jadi anaknya dan menantunya? " tanya bu Sania.
"Iya bu, Hanna maunya begitu. " jawab Hanna.
"Kamu kan punya bibi Desi di kampung, Han, kenapa masih ingin cari yang lain? " tanya bu Sania lagi.
"Tapi Hanna memang mau punya sosok ibu, kapan lagi Hanna bisa menemukan ibu yang baik seperti ibu-ibu yang menemui Hanna? "
Bu Sania hanya terdiam, jika Hanna sudah membahas tentang ibunya, maka dirinya hanya bisa bungkam.
"Kenapa bu? Apa Hanna salah? " tanya Hanna.
Bu Sania menggelengkan kepalanya, mendekat dan mengelus punggung Hanna.
"Hanna, ibu tahu kamu merindukan ibu kamu, tapi dengan cara menikah, apa kamu sudah siap? Secara usia calon mempelai wanita, usia kamu belum cukup untuk benar-benar siap dalam kondisi fisik dan mental untuk menjadi calon istri, kamu masih peralihan dari masa remaja menuju dewasa, jadi bisa dikatakan kamu masih labil. Dan juga, kamu saja sama ibunya itu dijodohkan, kamu juga belum melihat calon suamimu itu bagaimana. Apalagi jika kamu tiba-tiba nanti hamil, tubuhmu belum siap untuk menampung itu, usia ideal untuk mengandung itu saat usiamu 20 tahun. Ibu minta, kamu memikirkan terlebih dahulu keputusan yang mau kamu ambil, menikah itu bukan perkara yang mudah, Han, jika kamu ingin punya ibu yang dekat dengan kamu, ibu bisa kok jadi ibu kamu. " jelas bu Sania.
Hanna terdiam saja dengan apa yang diucapkan oleh bu Sania, sedangkan bu Sania sendiri masih belum bisa melepaskan keputusan dari Hanna, dirinya sudah dipercayai oleh paman dan bibi Hanna yang ada di kampung.
"Ibu akan beritahu paman dan bibi kamu dari kampung saja, jangan sampai tanpa restu mereka, kamu sudah diambil sama keluarga calon mertua kamu. " ucap bu Sania.
Hanna menatap bu Sania, kemudian menundukkan kepalanya, dan menganggukkan kepalanya.
"Iya bu, nggak papa, hubungi bibi sama paman Hanna di kampung saja dulu, Hanna juga gak bisa hubungin mereka, soalnya ponsel Hanna lagi rusak beberapa hari yang lalu. " ucap Hanna.
"Laporan kerjanya sekarang berikan sama Emi, ini bagaimana cara pendataannya, saya kurang mengerti apa yang di data oleh dia. "
Hamzah memberikan lembaran kertas laporan kepada Gio, Gio menganggukkan kepalanya dan membawa lembaran kertas tersebut keluar.
Tak lama setelahnya, pintu terbuka begitu saja, sehingga gagang pintu tersebut mengenai perut Gio hingga membuat Gio tersungkur, pelakunya adalah kekasih Hamzah sendiri, Tiara.
"Honey! " panggil Tiara.
Hamzah bangkit dari kursi kerjanya, melihat asistennya tersungkur akibat ulah Tiara, ia menanyakan kondisi asistennya.
"Gio, apa kamu tidak apa apa? " tanya Hamzah.
Tiara menatap ke balik pintu, ia terkejut dan ingin membantu Gio.
"Ups, maaf. " ucap Tiara.
"Tiara, sekarang kamu harus minta maaf dengan Gio, dia lebih tua daripada kamu. " tegur Hamzah.
"Ah, tidak usah tuan, lagipula mungkin nona Tiara tidak sengaja membuka pintu tanpa melihat saya. " ucap Gio.
"Iya, kan salah dia sendiri, aku gak tau apa apa. " ucap Tiara.
Hamzah menghela nafasnya.
"Sudah, sekarang kembali ke semula. " ucap Hamzah.
Gio keluar dari ruangan milik Hamzah dengan lembaran kertas laporan, sementara Tiara langsung memeluk Hamzah dengan erat.
"What's happen, honey? " tanya Hamzah.
Hamzah mencium kening Tiara, beralih ia langsung mencium bibir kekasihnya, Tiara menatap manja ke arah Hamzah, setelahnya ia menghapus lipstik nya yang menempel di bibir Hamzah.
"Terlalu liar, kalau diajak gak mau. " ucap Tiara.
Hamzah merangkul pinggang Tiara dan mengajaknya menuju ke meja kerjanya.
"Kalau bukan karena mama, aku mau mau saja. " ucap Hamzah.
Tiara duduk di kursi kerja milik Hamzah, sedangkan Hamzah berdiri dan mengambil satu rokok yang ada di mejanya kemudian menghidupkan nya dan menghirupnya.
"Sayang, liat aku beli apa. " ucap Tiara.
Tiara menunjukkan sebuah tas mahal yang baru ia beli, Hamzah hanya menganggukkan kepalanya, ia tahu bahwa kekasihnya itu sangat suka membeli tas mahal yang berada di toko brand ternama.
"Bagus, selagi kamu suka, maka itu merupakan kebahagiaan saya juga. " ucap Hamzah.
Tiara tersenyum, ia langsung bangkit dari kursi kerja milik Hamzah dan dirinya pun memeluk tubuh Hamzah dari belakang.
"Thank you honey, you so sweet, i love u... " ucap Tiara.
Hamzah mengelus tangan lembut Tiara, wajahnya menjadi sendu, dan pantulan wajahnya terlihat dari kaca, sehingga Tiara dapat melihat ekspresi muka kekasihnya itu.
"Sayang, ada apa? " tanya Tiara.
Hamzah menghirup rokoknya, ia menggelengkan kepalanya dan melepaskan pelukan Tiara, Tiara membalikkan tubuh Hamzah dan langsung memegang wajah kekasihnya itu.
"Kamu kenapa, Zah? " tanya Tiara.
Hamzah menghela nafasnya. "Saya sudah dijodohkan oleh mama saya. "
Mendengar hal tersebut, Tiara melotot, ia menurunkan tangannya dari wajah Hamzah.
"Dijodohkan? Kok bisa?! " tanya Tiara.
"Saya menerima comblangan mama saya, itu demi perusahaan yang saya pegang. " jawab Hamzah.
Tiara menggelengkan kepalanya, sepenuhnya ia tidak percaya dengan apa yang dikatakan oleh Hamzah, mereka memang sering membagi cerita, namun kali ini ia tidak percaya dengan ucapan dari kekasihnya.
"Apa apaan maksudnya? Kamu milih nerima comblang dari mama kamu, demi perusahaan? " tanya Tiara.
Hamzah menghirup rokoknya, kemudian menghembuskan rokok tersebut ke sembarang arah.
"Kalau saya menolaknya, apa kamu mau hidup sengsara, dengan harta dan aset saya yang kapan saja bisa ditarik oleh mama saya? " tanya Hamzah.
Tiara yang awalnya ingin memukuli Hamzah kemudian menghentikan tangannya, ia menurunkan tangannya ke bawah, dan memilih meraih lengan Hamzah.
"Hamzah, kamu cuma satu satunya yang aku cintai, jangan bikin kecewa aku. " ucap Tiara.
Melihat wajah Tiara yang memelas, Hamzah langsung memeluk kekasihnya itu ke dalam dekapan nya, mengelus rambutnya dan mencium ubun-ubun rambut kekasihnya.
"Saya tidak akan mengecewakan kamu, sayang, saya hanya mencintaimu untuk 6 tahun hubungan kita ini. " ucap Hamzah.
...----------------...
Keesokan harinya, Hanna dibangunkan oleh ketukan pintu dan suara bu Sania, ia bangun dengan wajah yang masih mengantuk dan segera menyusul ke pintu kontrakannya itu.
"Permisi, nona Hanna. "
Hanna melihat seseorang gadis yang ia kenal, merupakan asisten dari Yunita, ia menyambutnya dengan baik.
"Halo, ada apa sebelumnya ya? " tanya Hanna.
"Nona Hanna, sebelumnya maaf mengganggu paginya, apakah sekarang nona sedang sibuk? " tanya asisten Yunita, Putri.
"Tidak, saya habis bangun tidur, memangnya bu Yunita punya keperluan apa sebelumnya? " tanya Hanna.
"Nona kebetulan bisa memasak kue, kan? " tanya Putri.
"Ya, tapi kue yang saya buat itu untuk dijual. " jawab Hanna.
"Nah, nyonya Yunita sangat memerlukan keahlian tersebut, boleh nona Hanna ikut untuk ke rumah? " tanya Putri.
Hanna langsung menganggukkan kepalanya, peluang dirinya untuk bisa berjumpa lagi dengan Yunita, walaupun sudah ada perjanjian bahwa akan berjumpa saat dirinya mulai dilamar oleh keluarga dari Yunita.
Sesampainya di kediaman milik Yunita, Hanna kagum dengan rumah tersebut, sangat besar dan mewah bak sebuah istana megah bagi Hanna. Interior dan hiasan rumah begitu selaras, Hanna menjadi betah melihat berbagai keunikan di dalam rumah tersebut.
"Selamat datang di rumah saya, semoga kamu betah dengan apa yang sudah tersedia di rumah ini. "
Yunita menyambut dengan baik kedatangan Hanna, tak lupa Hanna bersalaman dengan Yunita, wanita paruh baya itu tersebut dengan kehadiran seorang gadis yang akan menjadi calon menantunya.
"Bu, kenapa ibu nyuruh Hanna ke sini? Apa ada yang mau ibu bicarain sama Hanna? " tanya Hanna.
"Begini nak, saya tahu kamu sangat pandai membuat kue dan roti. Kebetulan nanti malam saya ingin membawa kue buatanmu ke kediaman keluarga saya, jadi, mau kan kamu bantu saya untuk membuatnya?" tanya Yunita.
Hanna merasa itu adalah kesempatan yang bagus, dirinya harus menunjukkan bahwa kemampuannya bisa digunakan untuk sekarang.
"Boleh, ayo, Hanna akan bantu buatkan untuk ibu. " ucap Hanna.
Hanna dan Yunita berjalan menuju ke dapur, keduanya mulai berdiri di depan bahan bahan yang sebelumnya sudah disiapkan oleh para pelayan rumah, tinggal Hanna yang akan mengolah bahan bahan tersebut hingga hasilnya menjadi sebuah kue.
Kali ini Hanna mendapat request dari calon ibu mertuanya, Yunita meminta dirinya untuk membuat bolu pisang, Hanna merasa bahwa permintaan dari Yunita tidak terlalu susah baginya untuk dikerjakan.
Sepanjang Hanna membuat sebuah kue tersebut, Yunita memperhatikan setiap gerakan yang dilakukan Hanna dalam membuat kue yang ia inginkan.
"Kamu ini pinter bikin kue, apa kamu mau ibu bikinkan toko kue, Hanna? " tawar Yunita.
Hanna yang sedang mengadon kue kemudian tersenyum, ia menggelengkan kepalanya.
"Nggak usah bu, saya bikin kue ini karena hobi saya saja, nggak ada basic nya saya disana soalnya. " ucap Hanna.
"Tidak apa, saya akan bantu kamu untuk maju dengan potensi yang kamu punya, saya senang kalau kamu mau seperti itu. " ucap Yunita.
Hanna tetap menggelengkan kepalanya.
"Nggak, makasih bu. " ucap Hanna.
Beberapa kue yang sudah masak kemudian dipisahkan, sebagian sudah dibungkus dengan rapi di dalam kotak, satunya lagi sengaja Hanna buat untuk di cicipi oleh Yunita.
"Legit sekali! Ini sangat enak, saya rasa memang sangat cocok untuk dibawa. " puji Yunita.
Hanna tersenyum senang, Yunita memuji kue buatannya dan memakannya dengan baik.
Tak lama berselang, seorang laki-laki dewasa berjalan melintas dari ruang utama, Yunita menoleh ke arah ruang utama untuk memanggilnya.
"Hamzah. " panggil Yunita.
Hamzah menghentikan langkahnya, tak berpikir panjang laki-laki itu berjalan ke arah Yunita.
"Kebetulan, sebelumnya, perkenalkan dulu. Ini anak ibu yang mau ibu jodohin sama kamu, namanya Hamzah. " ucap Yunita.
Hamzah menatap ke arah Hanna, lirikan matanya seolah tengah menilai penampilan Hanna sekarang, dimulai dari cara pandang gadis itu kepadanya, dan juga terutama pada seluk-beluk kakinya.
"Ternyata bersih, saya kira jorok. " gumam Hamzah.
Hanna langsung menatap ke arah kakinya, dirinya kemudian merapatkan kedua kakinya, Yunita tersenyum melihat keduanya yang tengah mengobrol.
"Kalian tidak salah, kalian memang benar-benar cocok, pilihan mama tidak pernah meleset kali ini. " puji Yunita.
Ekspresi Hamzah dan Hanna sama sama tidak menunjukkan bahwa senyum tulus mereka terpancar kan, yang ada mereka.
...----------------...
Menunjukkan hari sudah menjelang sore, Hanna kembali ke rumahnya dengan diantarkan oleh asisten pribadi Yunita, dirinya yang ingin pulang sendirian saja tidak diizinkan oleh Yunita, calon ibu mertuanya itu sangat peduli dengannya.
Saat Hanna berjalan ke arah kontrakannya, terlihat pintu kontrakannya yang terbuka, serta sebuah mobil angkutan yang ia kenal, gadis itu langsung berlari ke arah kontrakannya untuk melihat siapa yang datang.
"Hanna? "
Terlihat ketiga orang tua, yaitu bu Sania serta paman dan bibi dari Hanna, mereka bertiga duduk bersamaan di ruang depan.
"Bibi, paman, kalian kapan datangnya? " tanya Hanna.
Tanpa basa basi, bibi Hanna, yaitu Desi, mendekat dan memegang kedua bahu keponakannya itu, tatapannya juga sangat serius mengarah padanya.
"Hanna, bibi kesini untuk menanyakan langsung apa yang ibu Sania sampaikan pada bibi dan paman kemarin. " ucap Desi.
"Hanna, kamu seriusan mau nikah? " tanya bibi Hanna, Desi.
Hanna yang memang tegang kemudian menganggukkan kepalanya, bibinya itu tampak kurang puas dengan tanggapan yang diberikan oleh keponakannya itu.
"Kamu masih kecil loh, Hanna, bibi belum yakin kamu bisa jadi istri orang. " ucap Desi.
"Tapi, Hanna mau punya ibu. " cicit Hanna.
Desi mengerutkan keningnya. "Maksudnya? "
"Hanna mau punya ibu. Jika Hanna menerima tawaran bu Yunita untuk dijodohin sama anaknya, maka Hanna juga bakal diangkat jadi anaknya bu Yunita. Bibi kan tau, Hanna selalu mau sama ibu, Hanna juga mau punya seorang ibu. " jawab Hanna.
Desi menghela nafasnya dan menggelengkan kepalanya.
"Pilihan yang berat untuk bibi dan pamanmu terima, secara umurmu bibi belum terima untuk kamu bisa menikah. Bibi juga belum lihat siapa calonmu, bagaimana bibit bebet dan bobotnya dia, jangan karena terfokus dengan seseorang yang bersedia untuk menjadi ibumu, karena bukan dia yang akan kamu hadapi, melainkan anaknya juga yang akan menjadi suamimu. " ucap Desi.
Hanna menjadi murung, dirinya menatap ke arah Desi dengan tatapan sedih.
"Bi, Hanna tidak tahu arah hidup Hanna selanjutnya bagaimana, Hanna juga sudah tidak melanjutkan pendidikan, dan juga adik adik sepupu Hanna juga masih perlu bimbingan dari paman dan bibi sendiri. Biarkan saja Hanna menikah, Hanna juga sudah mulai beranjak dewasa, Hanna janji, Hanna akan membuat sebuah keluarga untuk Hanna sendiri. Hanna tidak mau merepotkan bibi dan paman lagi, maka dari itu, Hanna minta restu kalian berdua ya? "
Ucapan Hanna penuh harapan, Desi dan Redo sampai tidak percaya dengan apa yang diucapkan oleh keponakan mereka, bagi Hanna sendiri bahwa dirinya sudah membebankan mereka, sehingga ingin menikah muda.
"Kalau begitu, bawa calon mertuamu dan calon suamimu kemari, biarkan paman dan bibi akan melihat kualitas keluarga mereka terlebih dahulu sebelum menikahimu. "
Setelah sekian lama hanya diam, akhirnya Redo mengeluarkan kata katanya, dirinya meminta keseriusan dari kedua belah pihak.
Hanna menganggukkan kepalanya, ia merogoh kantong roknya yang ia gunakan, mengeluarkan secarik kertas dan memberikannya kepada Redo, bahwa isi secarik kertas tersebut merupakan nomor milik Yunita.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments