Formasi Awal

Bel tanda pelajaran terakhir akhirnya berbunyi. Seluruh siswa di sekolah itu tampak bergegas merapikan buku-buku mereka, memasukkannya ke dalam tas, dan bersiap untuk pulang ke rumah.

Namun, tidak dengan Annisa. Ia masih berada di lingkungan sekolah, bersama Hana dan Winda. Hari ini adalah hari yang paling ditunggunya. Hari pertama mengikuti ekstrakurikuler musik.

Ada rasa canggung yang menggelayuti perasaannya. Tak bisa dipungkiri, ini pengalaman baru yang membuatnya gugup. Tapi juga bersemangat.

Di ruang musik yang sederhana tapi hangat, Hana mulai mengajarinya bermain gitar. Sementara itu, Winda mendapat bimbingan langsung dari ketua ekskul. Ia memilih drum sebagai alat musik utamanya.

Momen ini menjadi pengalaman pertama yang begitu membekas dalam hati Annisa. Sebuah awal yang tidak akan mudah dilupakan.

Namun, ekspetasinya segera dihantam kenyataan. Bermain gitar ternyata tidak semudah kelihatannya. Jari-jarinya terasa sakit saat menekan senar, dan banyak chord yang diajarkan Hana terasa sulit dijangkau. Berkali-kali ia mencoba, namun selalu meleset.

Sesekali matanya melirik ke arah Winda yang tengah berlatih drum. Sekilas terlihat mudah. Tapi saat melihat gerakan tangan dan konsentrasi penuh dari Winda, Annisa segera menyadari bahwa semua butuh proses. Tidak ada yang benar-benar mudah di dunia ini. Segalanya harus diraih dengan kerja keras.

“Hei, Nisa! Coba lihat dulu sebentar cara aku mainin gitar, biar kamu sedikit paham gimana cara mainnya!” seru Hana sambil tersenyum.

Annisa mengangguk. “Iya. Akan kusimak baik-baik.”

Jrengg! Jreengg!! Jrengg!

Suara petikan gitar dari tangan Hana terdengar mengalun mantap. Cara memainkannya begitu menawan. Ditambah ekspresi serius dan percaya diri Hana, membuat semangat Annisa bangkit kembali.

Winda juga menunjukkan kemajuan. Perlahan tapi pasti, ia mulai lancar memainkan irama dasar drum. Rasa kagum semakin menguat dalam diri Annisa.

“Yoooshh! Hana! Tolong ajari aku lagi cara main gitarnya! Setelah lihat kamu dan Winda, aku jadi makin semangat!”

“Haha! Boleh. Ayo kita belajar lagi bareng-bareng,” jawab Hana dengan antusias.

Tiba-tiba Winda mengusulkan sesuatu.

“Hana, Nisa! Gimana kalau kita bikin band?”

“Hah?! Band?!” seru Hana dan Annisa bersamaan.

“Hahaha! Kalian kompak banget, jawabnya bareng segala!” Winda tertawa puas.

“Aku setuju,” ucap Hana tanpa ragu.

Annisa masih terlihat kebingungan. “Tapi… aku belum bisa main gitar dengan lancar. Gimana mau bikin band?”

“Tenang aja! Aku ajarin sampai kamu bener-bener bisa,” kata Hana sambil menepuk bahu Annisa.

“Serius?”

“Iyalah serius! Aku janji.”

“O-oke! Kalau gitu, aku setuju! Aku mau gabung di band-nya, Winda!” jawab Annisa penuh semangat.

“Nah, gitu dong! Jadi makin seru, kan, kita bertiga bikin band bareng!” sahut Winda senang.

Tak lama, Hana berkata pelan, “Tapi, ada satu yang kurang.”

“Apa?” tanya Winda dan Annisa serempak.

“Kita kekurangan personel. Gimana kalau kita rekrut Lisa juga?”

“Boleh! Aku setuju,” Annisa cepat menyahut. “Gimana menurutmu, Win?”

“Kalau aku sih bebas! Kalau mau rekrut, ya rekrut aja. Tapi posisinya sebagai apa?”

“Posisi bas dan keyboard masih kosong,” kata Hana.

“Ya udah. Besok kita ajak aja Lisa latihan bareng,” putus Winda.

“Fix, ya! Winda di drum, aku lead gitar, Lisa bas atau keyboard, dan Nisa rhythm!” ujar Hana mantap.

“Lalu vokalisnya siapa?” tanya Winda.

“Vokalis ya kamu, Nis!” Hana tersenyum lebar.

“Aku nggak bisa nolak sih... Tapi gimana caranya nyanyi sambil main gitar?”

“Gampang kok! Yang penting kuasai dulu teknik main gitarnya,” jelas Hana.

“Iya deh!”

Pembagian peran pun selesai. Hari mulai beranjak sore, menjelang maghrib. Ketua ekskul memberi aba-aba agar semua segera pulang dan latihan akan dilanjutkan esok hari setelah pelajaran selesai.

Hari itu membawa kebahagiaan tersendiri bagi Annisa. Dari yang awalnya hanya ingin ikut ekskul, sampai akhirnya bisa berkenalan lebih dekat dengan teman-temannya dan membentuk grup band bersama mereka. Rasanya seperti mimpi di siang bolong.

Sesampainya di rumah, Annisa langsung menceritakan semua kejadian itu kepada ibunya. Wajahnya berseri-seri.

Ibunya pun tersenyum hangat. Ia bahagia melihat putrinya merasa dibutuhkan dan mulai menemukan tempat untuk berkembang.

Annisa bercerita tanpa henti. Tentang hari pertama masuk sekolah, perkenalan dengan Hana dan Winda, hingga bagaimana ia ikut ekskul musik.

Dulu, saat masih duduk di taman kanak-kanak, ia pernah mengutarakan cita-citanya pada ibunya. Dan kini, semuanya mulai terasa nyata.

Ia ingin menjadi musisi terhebat di dunia. Ia ingin seluruh dunia tahu namanya. Bahwa ia adalah musisi hebat yang tidak tertandingi.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!