Peri Kecil

“Bagaimana keadaan dirumah sakit?” tanya wanita tua usia 60an, yang sedang memasak didapur.

“Sibuk, seperti biasa nek.” ucap Arnold.

“Lalu, mengapa kamu malah datang kesini?"

“Aku datang karna, sangat merindukan wajah cantik Nenek.” Arnold menggoda neneknya.

“Jangan terus-terusan menggoda nenek, lebih baik gunakan waktu mudamu untuk mencari pasangan. Lihatlah dirimu, karna terlalu sering bergaul dengan nenek. Para wanita diluar sana tidak ada yang mendekatimu.”

“Siapa bilang, tidak ada. Banyak kok, perempuan yang tergila-gila pada cucu Nene yang tampan ini. Justru aku yang menolak mereka! Nenek harus tau, dari semua wanita yang ada, aku belum pernah menemukan wanita yang lebih cantik dari Nenek.”

“Dari pada mendengarmu membual terus, lebih baik sekarang kamu makan. Cepat kemari! Nenek sudah memasakkan ayam kecap kesukaanmu.”

“Nenekku memang yang terbaik.” Arnold mengacungkan jempol pada neneknya.

.

.

*

.

.

“Wahhh, cucu nene sudah datang.” ucap bu Siti yang sedang bergegas menuju pintu untuk menyambut kedatangan cucunya.

“Siniii! biar ibu gendong. Dari pagi ibu sudah menunggu kalian.”

“Lelahnya.” ucap Mike meregangkan badannya dan berbaring disofa.

“Bagaimana kabar ibu?” tanya Tiara basa-basi.

“Ibu, baik. Kamu pasti lelah juga— Naayy.. antar barang-barang Mike dan Tiara ke kamarnya!” teriak bu Siti.

“iya, Bu.”

“Nggak usah, Bu. biar kami yang bawa sendiri.” ucap Tiara.

“Jangan, kalian itu baru saja datang. Pasti sangat lelah, apa lagi kamu selama perjalanan menggendong Mikaylakan. Pasti tanganmu pegal.”

Nayla datang dan melihat tumpukan tas yang lumayan banyak.

“Mike, Tiara, apa kabar?” tanya Nayla.

“Baik kak, mas Bian kerja ya.”

“Iya, mas Bian masih di kantor. Silahkan istirahat! kalian berdua pasti lelah, Biar aku yang antarkan barang-barang kalian.”

“Makasih, Kak.”

Mike dan Tiara langsung pergi beristirahat di kamar mereka.

“Nay, kalau kamu nanti sudah mengantarkan barang mereka— Cepat siapkan makanan di meja ya! kamu harus selalu memperhatikan makanan Tiara. Usahkan, jangan sampai makanan dirumah kosong! Karena dia mengasihi anaknya—pasti dia akan selalu merasa lapar.”

“Baik, Bu.”

.

.

“Tanganku pegal sekali, aku nggak nyangka rumah Ibumu sejauh ini.” keluh Tiara.

“Sekarang kamu faham kan, bagaimana perjuanganku semasa kita pacaran. Kamu selalu menuntutku untuk mendatangimu di kos setiap hari. Tentu saja aku tidak bisa.”

“Sudahlah, Mas. itukan sudah lalu, Oh iya— kenapa kamu tidak membantu kakak iparmu saja. Barang kita itu banyak loh."

“Biarin ajalah, aku satu bulan terakhir ini selalu di telfon ibu. Ibu menjadikanku pelampiasan untuk mengeluarkan keluh kesahnya tentang kak Nayla, gara-gara itu aku jadi ikutan kesal padanya.”

“Memangnya, ada apa dengan kak Nayla?” tanya Tiara penasaran.

“Ibu bilang, kalau dia itu sekarang malas-malasan. Kerjaannya hanya di kamar dan nggak keluar kecuali lapar, Ibu mengeluh karna kelelahan mengurus rumah— Bahkan, bekal mas Bian Ibu juga yang buat.”

“Masa iya sih, Mas. Tapi, kok— kelihatannya tidak seperti itu.” ucap Tiara heran.

“Mas juga awalnya nggak percaya, tapi ini kan ibu sendiri yang cerita. Ibu tidak mungkin mengada-ada, Toh buat apa kan? Makanya mas tidak terlalu menanggapinya tadi.”

.

.

“Mike— aku mau memasukkan barang-barangmu.” ucap Nayla di balik pintu kamar Mike.

“Masuk aja kak, pintunya tidak di kunci.”

Nayla bolak-balek mengantarkan tas itu satu persatu,

Sekarang aku sadar— ternyata, ini alasan ibu menyuruhku untuk membersihkan kamar Mike. Kemarin karna tidak enak badan, aku hanya mengerjakan apa yang disuruh ibu tanpa bertanya.

Mengapa aku merasa seperti pembantu akhir-akhir ini ya? Tidak.. tidak.. aku tak boleh berfikir seperti itu, bagaimanapun juga aku harus mematuhi perintah mertuaku. Batin Nayla.

“Tiaaa— sepertinya Mikayla lapar. Dari tadi dia berusaha untuk memasukkan jarinya kedalam mulut.” ucap bu Siti yang melewati Nayla sembari membawa Mikayla pada ibunya.

“Makasih banyak ya kak, Nay.” ucap Tiara yang melihat Nayla selesai mengantar semua tas dan kopernya.

“Sama-sama,”

“Nggak perlu berterima kasih begitu- sudah seharusnya dia membantumu, Kamu kan lelah karna terlalu lama menggendong, Kalau kamu paksa untuk mengangkat barang, nanti kamu sakit. Kan kasihan Mikaylanya kalau kamu sampai sakit. Ibu itu sudah lebih dulu merasakannya, makanya ibu lebih memahamimu.” ucap bu Siti yang sedikit menyinggung Nayla.

Nayla yang tak ingin mendengar ucapan bu Siti lebih lama, langsung berlalu pergi kedapur menyiapkan makanan untuk Mike dan Tiara.

sebenarnya mau sampai kapan ibu menyinggungku perihal anak, rasanya kepalaku hampir pecah mendengarnya terus-terussan. Gumam Nayla yang mulai kesal.

.

.

Mike dan Tiara turun untuk makan,

“Makan yang banyak ya Tia\~ ibu bilang, kalau sedang mengasihi bawaanya lapar terus. Kalau mau apa-apa, jangan sungkan bilang sama kakak ya.” ucap Nayla tersenyum.

“Makasih banyak, ya kak.”

“Mikayla mana, sama ibu ya?”

“Nggak kok, kayaknya dia kekenyangan. Jadi, sekarang dia lagi tidur.”

“Apa kakak boleh melihatnya?” tanya Nayla.

“Tentu saja, boleh.” ucap Tiara dengan senyum ramahnya.

“Lihat mas! masa iya, yang di ucapkan ibu itu benar. Sikap kak Nayla sangat berbanding terbalik dengan apa yg kudengar tadi.” ucap Tiara ketika Nayla telah meninggalkan mereka.

“ Jadi orang itu— jangan terlalu mudah menilai, kamu tinggal sehari aja belum kan, sama si Nayla. masa udah ngambil kesimpulan begitu. Nayla sama ibu sudah 2 tahun hidup bersama, jadi ibu sudah pasti lebih tau!”

Tiara diam sembari mengangguk pelan, mencoba memahami penjelasan Mike.

Walaupun ucapan mas Mike masuk akal, tetap saja aku merasa ada yang janggal. Gumam Tiara.

.

.

Nayla memasuki kamar Mike dan mendapati Mikayla yang sedang tertidur dengan lelap.

“Cantik sekali, seperti Peri— Peri kecil yang manis.” ucap Nayla yang tengah memandangi wajah mungil Mikayla dikamar.

‘’Duhh, gemasnya.” Nayla mencium pelan tangan kecil Mikayla yang sedang mengepal.

Melihat Mikayla, aku jadi merasa iri dengan orang-orang yang telah memiliki anak. Kapan yaa- aku bisa memilikinya juga.

.

.

Nayla ikut terlelap di samping Mikayla sambil menggenggam tangan kecilnya.

“Nay, kamu ngapain tidur disini?”

belum 5 menit Nayla tertudur. Bu Siti telah masuk ke kamar Mike hingga membuatnya terbangun.

“Maaf Bu, aku ketiduran.”

“Tidur terus, bosan ibu dengar kamu yang selalu beralasan ketiduran. dari pada kamu nanti malas-malasan lagi— Sana pergi ke apotek nek Emma! Jangan lupa bawa resep obat ibu seperti biasa.”

.

.

*

.

.

Nayla memasuki apotek dan terdiam kaku melihat lelaki yang berdiri didepan etalase.

“Selamat sore, ada yang bisa saya bantu?” ucap Arnold.

“Mmm— nenek Emma mana ya?”

“Ahh, nenek ada dihalaman belakang. Lagi nyiramin tanamannya, Saya cucunya.”

“Owh, cucunya. Kalau begitu, Saya mau membeli ini.” Nayla memberikan kertas resep punya ibu mertuanya pada Arnold.

Sembari menunggu Arnold menyiapkan obat, Sania tampak lama berdiri melihat tes kehamilan di atas meja kasir.

Apa aku membelinya ya, mmm… tidak tidak. Aku kan tidak terlambat, tapiii— aku merasa penasaran. Apa aku beli aja ya? Nayla terus memikirkan itu.

Arnold memperhatikannya sedari tadi,

“Ini obatnya. Apa ada yang lain?”

Dengan ragu Nayla akhirnya memutuskan.

“Aku mau ini juga satu ya, tolong di bungkus terpisah!” Naylapun memutuskan untuk membelinya.

“baiklah,”

.

.

.

Melihat resep yang ia beri, sepertinya wanita itu sering kesini. Tapi, mengapa aku baru melihatnya?Fikir Arnold sembari memperhatikan Nayla yang telah keluar dari pintu apotek.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!