Malam itu menggantung pukul 12 malam. Di luar rumah seorang Presdir nampak mobilnya terparkir di depan rumah dengan tenang. Ia adalah Presdir Anvenjair atau biasa di panggil Presdir A di kantornya. Sedangkan di rumah orang lebih suka menyebutnya Alvenjair, nama yang berarti kekuasaan dan kekayaan yang dimilikinya. Ia berjalan dengan tenang ke rumahnya, setelah mengunci mobilnya. Ia memasuki rumah yang belum terkunci dini hari itu. Sedikit keheranan dan tidak ambil pusing, ketika memasuki rumah ia keheranan melihat ibunya tertidur di atas meja makan. Yang secara kebetulan tersambung dengan ruang tamu.
Itu pasti ulah Anima, terbukti kalau gadis itu memang tidak pernah bersikap benar - benar baik. Benar - benar bukan calon mertua yang dapat diandalkan. Ucap kesal Alvenjair di dalam hati. Tapi perkataan itu membawanya pada ingatkan kalau sekarang ia telah punya istri, dan teringat dengan perkawinan yang tidak ia harapkan. Percuma saja berkeluh kesah, karena saat ini ibunya yang menjadi dalang dari semua ini. Jika bukan karena ulah Anima mana mungkin ini terjadi.
Melihat ibunya yang sepertinya begitu nyenyak tidur di atas meja makan, membuat Alvenjair prihatin. Ia menyimpan tas kerjanya di sofa, dan mendekati ibunya perlahan. Tapi jika ibunya terbangun maka terpaksa Alvenjair harus makan bersama Anima, dan kalau tidak ia tidak mau ibunya itu tidur di atas meja sepanjang malam. Jadi dengan kesal Alvenjair membangunkan ibunya, dengan cara menggoyang tubuh wanita berumur 45 tahun itu. Ia terkaget, dan langsung mengangkat kepalanya yang sempat beristirahat itu.
"Anima," panggil wanita paruh baya itu sambil melihat sekitar. Ia masih belum sadar kalau Alvenjair lah yang membangunkannya. Karena gadis kesayangannya itu mana mau melakukannya, dari tadi ia hanya tertidur di kasur empuk. Tanpa memikirkan kondisi ibunya itu. Benar - benar gadis brengsek.
"Ini aku ma, Alvenjair anak mama. Mama seharusnya tahu kalau ponakan kesayangan mama itu nggak bakalan mau bangunin mama," kesal Alvenjair sambil menatap ibunya itu perihatin. Sedangkan ibunya hanya membalas itu dengan senyum lembut.
"Sayang akhirnya kamu pulang juga, kamu tahu nggak sih kalau mama nungguin," ucap Kencani seperti tidak merespon ucapan anaknya tadi. Karena baginya Anima tidak salah, jelas Alvenjair yang salah karena dia dengan tega meninggalkan Anima padahal baru akad. Dan ia juga meninggalkan ibunya sendiri di meja makan, karena berkas di kantornya. Anima tidak ikut adil, dia sempat menemani mamanya masak dan bercengkrama tadi. Kenapa pria itu selalu menyalahkan Anima, segitu bencinya dia pada sepupunya itu.
"Kenapa mama nungguin aku di meja makan, mana Anima," kesal Alvenjair sambil mencari Anima. Seharusnya dia tahu kalau sekarang mamanya sedang menunggunya, dan ia harusnya bersamanya sekarang. Dasar gadis itu.
"Semua ini gara - gara kamu yang kelamaan datang, udah berisik Anima lagi tidur di kamar," ucap Kencani sepertinya sangat kesal dengan tingkah Alvenjair yang menyalahkan Anima. Bukannya dia sendiri yang datang ke rumah selarut ini, sehingga dengan terpaksa makan malam di tunda. Harusnya pria itu meminta maaf pada ibunya sendiri. Tapi sekarang bukan itu yang ada di pikiran Kencani, bagaimanapun ia ingin melihat Anima dan Alvenjair makan bersama. Karena sekarang anaknya telah berumah tangga.
"Aku nggak salah ma, ini salah Anima yang membuatkan maka tertidur di sofa. Dia nggak malu apa, bukannya dia cuma nginap di rumah ini," kekeuh Alvenjair seperti tidak mau disalahkan. Ia mengangkat tangganya ke atas, karena kesal sekali dengan tingkah Anima hari ini. Semua tingkahnya membuat mood Alvenjair buruk.
"Ini rumah dia juga Alvenjair, sekarang kamu duduk di meja makan. Kamu harus makan masakan buatan mama yang special," ucap Kencani dengan semangat. Ia sampai membuka tudung saji yang memperlihatkan hasil masakannya meskipun sedikit dingin.
"Udahlah ma Alvenjair nggak mau makan, lagi pula masakannya udah dingin," ucap Alvenjair seperti memohon. Ia juga sudah tahu kalau mamanya pasti mengajak makan, tapi jelas ia tidak mau meskipun perutnya keroncongan sekalipun. Karena pastinya mama akan mengajak Anima juga, dan menanyakan hal yang enggak - enggak. Yang membuat Alvenjair terus - terusan kesal akan tingkah gadis itu.
"Nggak bisa sayang, kamu nggak tahu kalau mama masaknya pake hati," tolak Kencani sambil hendak berjalan ke kamar Anima untuk membangunkan gadis itu. Semoga saja gadis itu masih berniat untuk makan masakannya. Kalau tidak semua ini adalah salahnya Alvenjair, siapa suruh baru datang di atas pukul 12.
"Tapi ma," tolak Alvenjair seperti permohonan. Sambil melihat mamanya yang meninggalkannya, untuk pergi ke kamar Anima yang ada di depan. Sedangkan kamar Alvenjair ada di belakang. Kencani juga berencana untuk menyatukan dua insan itu di kamar Anima. Mereka sudah syah secara hukum dan agama tidak perlu malu lagi.
Alvenjair sedikit menghembuskan nafas kesal, selain malu karena kejadian tadi. Ia juga tidak mau melihat wajah Anima yang malah membuatnya semakin kesal. Ia dengan terpaksa duduk di kursi makan, sambil menunggu kedatangan Anima dan mama.
Dapat Alvenjair lihat mama menuntun Anima dan mendudukkannya di sebelah Alvenjair. Nampak sekali keduanya sama - sama canggung, bahkan tidak melihat satu sama lain. Mereka hanya memberi isyarat untuk saling berjauhan. Setelah itu Kencani nampak duduk di sebrang mereka, sambil mengambil nasi dan lauk pauk untuk dituangkan di atas piring yang sudah di siapkan.
"Silahkan makan pasangan baru, mama nggak nyangka bisa melihat dua orang yang mama sayang terjalin perkawinan seperti ini," ucap Kencani sambil melihat Anima dan Alvenjair dengan wajah berseri - seri. Memang siapa yang tidak bahagia melihat ponakan kesayangannya di jadikan istri bagi anak semata wayangnya. Meskipun awalnya ia sangat kesal, tapi perlahan mulai menerima.
"Bukan kita bukan pasangan," kata Anima seperti sangat malu. Ia melihat Kencani dengan senyum kecil, merasa tidak suka dikatai pasangan baru. Dan sejak kapan dirinya berhubungan dengan Alvenjair, jika bukan karena masalah kantor. Selain itu mereka hanya sepupu jauh, baginya perkawinan ini tidak syah.
"Lho Anima jangan malu dan sekarang kamu tidak bisa menyembunyikan borok yang sudah kalian lakukan itu," ujar Kencani dengan senyum kecil. Ia tahu kalau susah bagi Anima mengakui kelakuannya bersama Alvenjair di kamar itu. Karena dirinya sendiri tidak berniat menikah makannya melakukannya secara diam - diam, pikir Kencani.
"Anu tan tapi aku nggak melakukan ini," elak Anima yang malah membuat Kencani semakin percaya kalau Anima sedang malu saja. Ia dan dua anaknya itu makan masakannya dengan tenang dan menikmatinya.
"Udah nggak usah malu jujur saja sama tante," kata Kencani tidak mau percaya. Yang membuat Alvenjair marah besar, ia tidak mau terus di sebut orang tidak punya adab seperti ini. Sebaiknya Alvenjair mengatakan yang sebenarnya saja.
"Bukannya mama tahu kalau Alvenjair tidak pernah mencintai seseorang. Jadi kalau itu tidak mungkin dilakukan sama Alvenjair ma," kesal Alvenjair yang ia keluarkan dengan kata - kata. Tidak peduli kalau sekarang ia membentak mamanya sendiri dengan tidak sopan. Yang jelas untuk saat ini Alvenjair ingin berhenti dari drama ini.
"Mama tahu perasaan kamu Alven, tapi harus kamu tahu kalian melakukannya di depan mama dan itu dosa. Tapi sekarang anak mama telah menikah dengan Anima, sepupu kamu. Makanannya mama berharap kamu bersikap tenang dan jangan pernah membentak mama lagi," gertak Kencani dengan gigi yang menyatu pertanda kalau ia marah sama kelakuan Alvenjair. Jika ia merasa lelah dengan situasi seperti ini, sebaiknya ia sadar kalau ia sudah menikah. Ia harus menjadi suami baik untuk Anima, anak dari omnya yang jelas berjasa besar atas kesuksesannya.
"Ya sudah terserah mama," ucap Alven pasrah sambil melanjutkan makan. Rasanya tidak ada gunanya membeberkan kebenaran jika orang yang dikatakan tidak percaya padanya.
"Baguslah kalau kamu mengerti. Mama harap hubungan kamu dan Anima berjalan lancar, mama nggak mau lihat kamu menikah dengan lajang itu Ven," ucap Kencani yang membuat mata Alvenjair terbuka lebar. Entah mengapa menyebut itu membuat hati Alvenjair sakit, itu berarti tidak ada harapan lagi seorang Alvenjair hidup bersama orang yang ia inginkan. Karena Anima bukan gadis yang ia ingin nikahi sama sekali. Sedangkan Anima hanya mendengar itu sambil menatap Kencani dengan melongo, apa mungkin keduanya hidup bahagia tanpa cinta.
"Kenapa harus Anima ma, kenapa bukan wanita lain saja. Yang jelas bukan sepupu aku," kesal Alvenjair sambil menatap mamanya tidak percaya.
"Tapi sekarang Anima adalah istri kamu, kamu nggak mau mempermalukan mama untuk nikah kedua kali kan," ucap Kencani sepertinya sangat serius. Yang sepertinya sudah terjerumus jauh pada kepercayaannya yang salah itu. Bagaimanapun Anima dan Alvenjair tak melakukannya di kamar itu.
"Iya semua terserah mama," pasrah Alvenjair. Dan ia juga sudah menetapkan untuk tidak membahas ini terlalu jauh, karena biarkan saja perkawinan ini berjalan sampai mama percaya kalau dirinya dan Anima tidak melakukannya. Alvenjair percaya kalau pasti mamanya akan mengerti suatu saat nanti.
"Jadi untuk malam ini, apa kalian akan tidur bersama?" tanya Kencani melihat Alvenjair dan Anima bergantian. Anima nampak tersedat makanya sendiri, ia buru - buru minum air.
"Jadi selama aku menginap di rumah tante, aku bakalan tinggal di kamar Alvenjair," kaget Anima sambil meredakan sakit tenggorokannya yang tersedat itu.
"Apa salahkan bukannya kalian sudah menikah," balas Kencani cuek. Ia tidak mengharapkan kalau Anima dan Alvenjair terus berdrama kalau keduanya tidak saling mencintai, atau belum pernah tahu hal - hal mesum seperti itu.
"Tapi tan," respon Anima sepertinya tidak mau jika harus seranjang dengan Alvenjair. Meskipun keduanya menikah tapi tetap saja kesalah pahaman.
"Udah lah ma, aku akan tidur di kamar Anima. Sekarang aku mandi dulu," ucap Alvenjair sambil berjalan meninggalkan meja makan. Ia pergi ke kamar mandi. Sedangkan Anima kelimpungan di meja makan karena kaget dengan keputusan Alvenjair.
**
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 30 Episodes
Comments