Nadia memutuskan untuk pulang ke rumah. Dari ingatan Nadia yang asli, saat ini ayah dan kedua kakaknya tidak ada di rumah.
Ayah Nadia sedang mengembangkan bisnisnya di Kalimantan. Sudah dua minggu beliau tidak pulang.
Kakak lelaki Nadia lebih suka tinggal di apartemen. Selain dekat dengan tempat kerjanya, dia juga lebih nyaman tinggal disana.
Sedangkan kakak perempuannya seorang model internasional. Sudah sejak kecil ia tinggal di luar negeri bersama tantenya yang tidak lain adik dari ayah Nadia.
Sejak kecil Nadia memang sering tinggal bersama pembantu dari pada keluarganya. Jadi dibanding dengan keluarganya, Nadia lebih dekat dengan pembantunya.
Nadia berjalan ke tempat parkir dengan tertatih. Dia harus mengambil sepeda motor yang biasa ia pakai. Sesampainya di tempat parkir Nadia geleng-geleng kepala melihat tampilan motor itu.
Motor itu memang bukan miliknya. Namun milik tukang kebun yang bekerja di rumahnya.
Biasanya Nadia akan naik angkot setiap berangkat dan pulang sekolah. Tidak sekali dua kali Nadia terlambat. Karena sang sopir harus sering berhenti untuk menaiki turunkan penumpang.
Hal itu membuat tukang kebun iba. Bagaimana dengan keluarganya?
Sejujurnya Nadia sudah lama tidak berkomunikasi dengan ayah maupun kedua kakaknya. Ayah Nadia akan pulang tengah malam disaat Nadia sudah tidur dan bangun saat Nadia sudah berangkat sekolah.
Untungnya Aurora yang saat ini menempati tubuh Nadia bisa mengendarai motor butut tersebut. Hanya butuh waktu lima belas menit untuk sampai kerumah dengan santai.
Sepanjang jalan Nadia memperhatikan kondisi sekitar. Bagaimanapun Aurora belum pernah ke Indonesia.
Akhirnya Nadia tiba juga di rumahnya. Rumah berlantai tiga tersebut nampak mewah.
Satpam yang berada di dalam pos membuka pintu gerbang begitu melihat kedatangan Nadia. Satpam itu menyapa Nadia dengan ramah. Meskipun agak terkejut melihat kondisi Nadia.
"Selamat sore Non," sapa satpam itu dengan ramah.
Nadia hanya bisa tersenyum kecil sambil menunduk. Sangat aneh menurut pak satpam. Tapi beliau mencoba bersikap positif.
Satpam berfikir mungkin Nadia tidak bisa bicara karena bibirnya sakit. Apalagi melihat wajah Nadia yang bengkak.
"Jangan lupa dikompres, Non," ucap satpam sebelum Nadia melanjutkan langkahnya.
Ternyata bukan hanya satpam saja yang kaget melihat penampilannya. Bi Salma yang sedang menyiram tanaman langsung menghentikan pekerjaannya.
"Nona kenapa?" tanya Bi Salma panik.
Bi Salma sangat khawatir dengan kondisi nona mudanya. Meskipun ini bukan yang pertama buat Nadia, namun bi Salma selalu khawatir saat Nadia pulang dalam kondisi seperti ini
"..."
"Siapa yang berbuat ini pada nona. Bilang sama bibi," ucap bi Salma menggebu.
Perhatian kecil yang ditunjukkan bi Salma membuat Nadia merasa hangat. Nadia bahkan diam saja saat tubuhnya diseret masuk kedalam.
Bi Salma membawa Nadia masuk kedalam kamarnya. Kebetulan kamar keduanya berdampingan.
Rumah Nadia ada tiga lantai. Kamar Nadia berada di lantai satu bersama dua orang pelayan. Letaknya ada di belakang samping dapur.
Lantai dua milik kedua kakaknya. Padahal keduanya jarang tinggal di rumah.
Sedang lantai tiga milik sang ayah. Ada kamar, ruang kerja, gym dan bioskop pribadi.
Sejak kecil Nadia tidak diperbolehkan untuk naik ke lantai atas. Jika Nadia melanggar ada hukuman yang akan ia dapat.
Nadia kecil sudah sering mendapatkan hukuman. Menginjak usia remaja ia tidak berminat lagi untuk menaikinya.
"Siapa yang sudah membuat nona seperti ini?" tanya bi Salma prihatin.
Tiba-tiba Nadia faham dengan apa yang diucapkan oleh bi Salma. Mungkin karena Nadia asli sehari-hari mengggunakan bahasa ini.
Namun Nadia memilih diam. Dia masih belum yakin dengan kemampuannya.
"Sudah selesai. Bibi mau lanjut ke depan dulu. Apa nona mau saya ambilkan makanan dulu?"
Nadia menggelengkan kepalanya. Saat ini tidak merasa lapar sekali. Yang ia butuhkan hanya mandi dan istirahat.
"Baiklah kalau begitu. Kalau nona mau makan bisa panggil bibi di depan. Kalau tidak Nona bisa ambil langsung di ruang makan. Bibi tadi membuat masakan kesukaan nona."
"Terima kasih," ucap Nadia tulus. Dia mengucapkan bahasa Indonesia untuk pertama kalinya. Tidak buruk juga.
Bi Salma tersenyum mendengarnya ucapan Nadia. Beliau keluar dari kamar Nadia sambil membawa kotak P3k yang tadi ia bawa.
Begitu bi Salma keluar, Nadia memperhatikan setiap sudut kamarnya.
Kamar Nadia memang tidak seluas kamar milik kakaknya. Ruangan itu berukuran 2x3 meter.
Didalamnya hanya satu ranjang yang ukurannya sedang, satu almari dan lemari rias yang biasa Nadia gunakan untuk belajar.
Di dalam kamarnya tidak ada sedikitpun barang mewah yang ia miliki. Make up pun Nadia tidak punya. Sehingga mukanya terlihat kusam. Padahal jika diteliti dengan benar, wajah itu beneran mirip dengan Aurora.
Pandangan Nadia terpaku pada foto yang terpasang di dinding kamar. Di dalam foto itu ada Ayah, ibu dan kedua kakaknya.
Ibu Nadia saat itu sedang hamil besar. Nampak sekali kebahagian terpancar dari raut wajah mereka. Ada sedikit iri di mata Nadia. Namun Nadia mencoba untuk menepisnya.
Nadia memutuskan untuk membersihkan tubuhnya. Nadia masih beruntung meskipun kamarnya kecil, namun ada kamar mandi pribadi didalamnya.
Nadia meletakkan seragam yang tadi ia pakai kedalam keranjang yang ada di pojok ruang. Kemudian menggunakan handuk untuk menutup tubuh polosnya.
Kamar mandi yang dimiliki Nadia sangat sederhana. Tidak ada tempat untuk berendam. Hanya ada bak air dan gayung.
Tidak butuh waktu lama bagi Nadia untuk mandi. Setelah berganti pakaian dia pun keluar.
Nadia merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Tak lama kemudian dia pun tertidur. Dia bangun untuk makan malam. Setelah makan malam Nadia kembali ke kamarnya.
Nadia memikirkan banyak hal. Salah satunya apa yang akan ia lakukan selanjutnya. Namun akhirnya ia terlelap.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 64 Episodes
Comments
Bzaa
kasian bener, kaya tpi diabaikan
2024-11-05
0
𝒮🍄⃞⃟Mѕυzу᭄
nice
2025-02-14
0
Adi Iyem
arwa Aurora hebat ke Indonesia, lanjutkan Thor
2024-10-21
0