"Sky, bangun! Sudah waktunya untuk sekolah," teriak seorang pria yang sudah berpenampilan rapi. Seseorang yang di panggil tadi sama sekali tidak terusik dalam tidurnya.
Pria itu sudah jengah dengan kelakuan anaknya dan segera mendekati kasur. "Sky! Nanti kau terlambat," ujarnya dan menepuk pelan pipi anaknya agar segera bangun.
Sky membuka matanya dengan pelan. "Morning, Dad," sapanya kepada ayahnya.
"Morning, Son," jawab sang ayah dan mencium lembut kening anaknya. "Sekarang kau mandi dan bersiap. Daddy akan membuat sarapan terlebih dahulu."
Sky menuruti ucapan ayahnya dan berlari kecil menuju kamar mandi. Ayahnya sudah membiasakannya untuk mandi sendiri, agar dia tidak menjadi anak manja.
Di dapur, seorang pria sedang sibuk membuatkan sarapan serta bekal untuk anaknya. Walaupun apartemen ini jarang ia tempati, tetapi dia selalu mengisi kulkas dengan beberapa makanan siap saji dan juga buah-buahan.
"Makanlah," ujar Sang Ayah saat melihat buah hatinya sudah duduk manis di ruang makan. Mereka menghabiskan sarapannya dengan tenang. Ini juga merupakan ajaran dari ayahnya itu. Tidak boleh berbicara di meja makan.
Tak butuh waktu lama untuk menghabiskan sepotong roti bakar dan juga segelas susu. Mereka sudah berada di dalam mobil untuk menuju sekolah.
Tidak perlu bertanya dari mana Sky mendapatkan seragam. Di sekolah Sky, tidak di wajibkan memakai seragam. Peralatan sekolah Sky juga sudah berada di mobil ayahnya dari beberapa hari yang lalu.
Sampai sekolah, sepasang ayah dan anak itu turun. Sang Ayah menggenggam tangan putranya menuju guru yang sudah menunggu di depan gerbang.
"Pagi, Sky!" sapa Ayana. Karena setiap anak akan masuk bersama-sama dengan wali kelasnya masing-masing. Jadi tidak usah heran jika Ayana sudah stand by di tempatnya.
"Pagi, Miss Aya!" jawab bocah itu semangat. Ayana tersenyum cerah dan melirik ayah dari anak muridnya itu dan sedikit membungkukkan badannya.
"Jadilah anak yang baik. Daddy akan menjemputmu nanti," ujar Ayah Sky dan mengusak lembut rambut anaknya dan di beri anggukan oleh Sky. Setelahnya dia melangkah pergi untuk menuju kantor tempatnya bekerja.
Ayana melihat semua itu dengan perasaan yang tidak menentu. Dia jadi teringat perlakuan ayahnya dulu yang sama persis seperti adegan di depannya ini.
Sekarang sudah memasuki jam makan siang. Anak-anak di sini di wajibkan untuk membawa bekal. Jadi saat jam istirahat tidak ada satupun anak yang keluar dari kelas.
"Pelit sekali!" ujar seorang anak bertubuh gempal.
"Kau kan sudah memiliki bekalmu sendiri. Bahkan bekalmu lebih banyak dari punyaku!" jawab Sky dengan nada datar. Bukannya Sky pelit, hanya saja anak di depannya ini suka meminta bekal para murid yang lainnya setiap jam makan siang. Sky tidak menyukai perilaku anak itu.
"Memang banyak! Kenapa? Kau iri?" balas anak itu dengan sombong.
"Untuk apa aku iri. Aku sudah cukup dengan bekalku sendiri. Tidak perlu meminta milik orang lain," jawab Sky dan tersenyum remeh.
"Kau!" marah anak itu merasa tidak terima. "Dasar tidak punya Ibu!"
Sky sudah mengepalkan kedua tangannya. Wajahnya memerah karena amarah, dia paling tidak suka jika ada yang menghinanya. Benar-benar turunan ayahnya.
"Kau ingin memukulku! Pukul saja. Aku tidak takut!" tantang anak itu yang mana membuat Sky semakin emosi.
"Ada apa ini?" tanya guru yang mana adalah Ayana.
"Miss! Sky ingin memukulku!" adu anak yang menghina Sky tadi. Ekspresi Sky menjadi datar dan mengendurkan kepalan tangannya.
Ayana menatap Sky. "Benar begitu, Sky?"
"Tidak, Miss! Jerry yang menghina Sky lebih dulu," jawab salah satu murid perempuan yang sedari tadi melihat.
"Jerry. Apa yang kau katakan kepada Sky?" tanya Ayana dengan lembut agar anak muridnya itu jujur.
"Maaf, Miss. Jerry mengatai Sky tidak memiliki ibu," jawab Jerry dan segera menunduk karena takut.
Mendengar jawaban itu, hati Ayana terhenyak. Rasanya seperti pedang tajam menusuk tepat di ulu hatinya. Ayana menetralkan ekspresinya kembali. "Lain kali tidak boleh seperti itu ya. Itu bukan perbuatan yang baik. Sekarang minta maaf," ucap Ayana.
Jerry dengan pasrah mendekati Sky. "Sorry," ucapnya dan menyodorkan tangannya. Sky memandang uluran tangan itu sebelum dia mengulurkan tangannya untuk berjabat tangan.
"Ya." jawabnya singkat dan segera menarik tangannya.
"Ini pertama dan terakhir kalinya. Jika Miss Aya mendengar ada yang saling menghina maka Miss Aya akan memanggil orang tua kalian, paham?"
"Paham, Miss!" jawab anak di dalam kelas serentak.
"Lanjutkan makan siang kalian. Kelas sebentar lagi di mulai," perintah Ayana dan segera keluar kelas menuju kamar mandi.
Ayana memandang dirinya di depan kaca yang ada di dalam kamar mandi. "Tak berguna," gumamnya pelan dan air mata keluar begitu saja.
...****************...
Ayana sedang memandang langit-langit kamar. Sky yang dia kenal selama 6 bulan ini adalah anak yang cukup pendiam walaupun tergolong anak yang pintar. Pasti anak itu merasakan sakit hati yang begitu dalam hingga emosi seperti itu.
Ponsel Ayana bergetar, menyadarkan dia dari lamunannya. Panggilan telepon dari Sean. Pasti pria itu membutuhkan servisnya karena sekarang sudah jam 10 malam.
"Halo, Tuan." sapa Ayana.
"Baik, Tuan. Saya akan ke sana sekarang." Setelah itu panggilan terputus. Ayana segera bersiap untuk menemui pria itu.
Di dalam apartemen, Zendaya dibuat terkejut dengan perkataan "Tuannya" itu.
"Bantu aku merawat anakku. Ibuku sedang tidak ada di rumah," begitulah yang pria itu ucapkan.
Tanpa di perintah 2 kali Zendaya segera menuju kamar Sean untuk melihat keadaan anak pria itu. Di atas kasur, sosok kecil terbaring lemas dan tampak gelisah, "Mommy," gumamnya beberapa kali dengan mata tertutup. Keringat dingin membasahi dahinya. Melihat itu, Zendaya menjadi tidak tega.
Dia segera melapaskan jaket yang dia kenakan dan segera menuju kamar mandi untuk mengambil peralatan kompres. Dengan telaten, Zendaya mengelap keringat di dahi anak itu dan menempelkan handuk kecil yang sebelumya sudah dia celupkan di air dingin.
Anak itu sedikit tersentak merasakan dingin menjalar di atas dahinya. Sean sedari tadi melihat bagaimana wanita itu merawat anaknya. "Tuan, apakah kau memiliki obat penurun demam untuk anak?"
Sean menggeleng pelan. "Tidak ada. Biasanya Mommy yang merawat Sky saat sakit."
"Bisakah Tuan membelikan obat itu untuk Sky? Jika apotek sudah tutup, Tuan bisa mencarinya di minimarket 24 jam," ujar Zendaya sedikit cemas. Sean kembali mengangguk dan keluar kamar.
Kalian tidak salah. Ini adalah anak yang sama. Dia adalah murid Zendaya. Bukan, lebih tepatnya adalah murid Ayana.
Lalu kenapa Sean tidak menyadari jika wanita yang dia kontrak untuk memuaskan hasratnya adalah guru dari anaknya?
Jawabannya adalah penyamaran. Rambut Ayana yang asli adalah panjang seperti sekarang. Saat mengajar, dia akan mengenakan rambut palsu pendek dan juga mengenakan kacamata, dia juga tidak mengenakan riasan. Dia bahkan selalu memakai pakaian kebesaran dan juga sederhana. Itu semua dia lakukan agar tidak ada yang mengetahui identitasnya yang lain.
Jika dia menjadi Zendaya, dia akan akan berpenampilan yang bertolak belakang dengan penampilannya saat menjadi guru. Rambut berwarna coklat panjang yang di tata sedemikian rupa, serta riasan tipis untuk menyamarkan penampilannya. Jangan lupakan pakaian ketat yang selalu dia kenakan untuk menunjang profesinya. Jadi, ini adalah salah satu rahasia dari wanita itu yang masih tersimpan rapat.
BERSAMBUNG
Jangan sampai keliru antara Ayana sama Zendaya ya☺️
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 85 Episodes
Comments
martina melati
apakah nti sky menyadari penyamaran guruny
2024-01-30
0