Angkasa begitu luas dengan berbagai masalah yang juga ikut mengitarinya. Tidak akan mampu untuk melepas ikatan yang menjerat erat pada diri yang turut menjadi andil bagian dari dunia ini. Ingatlah, tidak diperlukan sifat keras kepala untuk mengambil alih keadaan yang memaksa.
“Aku mendapatkan penglihatan gelap. Seseorang sengaja memecah permata Thindrel dan salah satu pecahan kecil ada padanya, ketiga sisanya terpencar entah kemana karena kemampuan sihirku untuk menghalaunya terbatas,” Alumir mencoba menjelaskan terlihat penuh penyesalan.
“Lalu, kemana kami harus mencari?” tanya Raja Valamor dengan penuh keseriusan.
“Berdasarkan pandanganku, ketiganya bersebrangan. Tongkat permata Thindrel berhasil berada ditanganku, biarkan tongkat ini yang menuntun kita.” Alumir pun memperlihatkan tongkat itu dihadapan semua orang yang masih diam tak bersuara.
Tongkat Thindrel pun langsung memutar kearah selatan pertama kali saat Alumir mendirikannya diatas lantai. Seolah menuntun kita kearah mana harus mencarinya, keberanian pun akhirnya muncul dengan keagungan berkah tanah Landow yang merestui.
“Beckton akan kehilangan harga diri jika pemimpin mereka tidak mengambil bagian dari ini. Maka dengan itu, aku Dolrak. Raja dari kerajaan Beckton mengajukan diri.” Dolrak kembali menghentak kapaknya tanda keputusannya yang sudah mutlak.
“Begitu pun aku dan istriku. Raja dan Ratu dari kerajaan Leadale, Valor dan Visilis mengajukan diri.”
“Yang mulia Valor, kau akan mengajak istrimu dalam pencarian ini?” tanya Alumir terkejut mendengar perkataan dari Valor yang begitu terdengar berbahaya.
“Ya Alumir. Aku akan membawa istriku dalam hal ini,” jawab Valor dengan tidak merasa keraguan sedikit pun. Bagi kepercayaan Leadale, berjuang bersama suami adalah suatu kebanggaan untuk mencari tempat tertinggi saat menutup usia nanti.
“Aku, Hezekiah. Raja dari kerajaan Mareen, mengajukan diri dalam pencarian ini.” Hezekiah berbicara sembari tersenyum menatap pada Anora dan Raymond karena ia begitu ingin bekerja sama dengan mereka berdua.
“Maka terakhir kami, perwakilan kerajaan Halivara, Anora dan Raymond pun ikut dalam pencarian ini.” Anora melangkah maju dengan menatap lurus pada Alumir.
Tidak langsung memberikan persetujuan, Alumir justru terdiam mencoba untuk mempertimbangkan sesuatu.
“Kalian para Raja dan Ratu secara langsung mengajukan diri kalian. Untuk beberapa dari kalian sudah meninggalkan garis keturunan kalian pada kerajaan masing masing.” Ucap Alumir yang kemudian memalingkan pandangannya menatap pada Anora dan Raymond.
“Tapi, bagaimana dengan Halivara? Tuan putri saja bahkan belum dinobatkan menjadi Ratu dari kerajaan ini. Aku berharap tidak terjadi sesuatu padamu, tapi .... ” Alumir tidak dapat melanjutkan pembicaraannya seakan menunggu jawaban dari Anora.
Tentu bagi Anora keputusan ini akan sangat mempengaruhinya, terlebih meski pun Anora memiliki kenangan ingatan lainnya dia merasa tanggung jawabnya bukanlah disini. Egoiskah aku dengan berpikir seperti ini? Anora sedikit menundukkan kepalanya penuh bimbang.
Alumir masih menunggu keputusan apa yang akan diambil oleh kerajaan Halivara dimana Anora dan Raymondlah yang menanggung tanggung jawab ini. Tak terbantahkan, keduanya pun bagai terikat benang merah yang membentang sejak Anora dilahirkan.
Bakti sumpah janji prajurit Lhatar dihadapan mendiang raja tentu menjadi pukulan keras bagi Raymond jika tidak melakukannya. Tidak bertanya akan pendapatnya, Raymond mengambil keputusan terbaik yang dianggapnya benar kali ini.
“APA?! Tidak Alumir, tidak. Aku tidak setuju dengan usul yang dikatakannya,” Anora merasa kesal akan Raymond yang tiba tiba mengajukan dirinya sendiri untuk pergi dan meminta agar Anora tetap berada di Halivara.
“Tuan Putri ... tapi menurutku yang dikatakannya benar. Jika sampai terjadi sesuatu padamu, siapakah yang akan meneruskan kerajaan ini?” Alumir berjalan menghampiri Anora dengan tersenyum hangat karena khawatir akan Halivara jika ia ikut dalam pencarian ini.
Anora terdiam sejenak dan berusaha menerima keputusan mutlak yang sudah dikatakan oleh Alumir saat ini. Meski berat baginya untuk menerima kepergian Raymond, Anora menundukkan kepalanya seraya menyetujui dengan apa yang diperintahkan oleh Alumir saat ini.
Pertemuan selesai dengan terbukanya pintu portal kembali yang dihubungkan pada wilayah lain yang menurut Alumir disanalah terdapat satu kepingan dari permata Thindrel. Semua yang melakukan perjalanan pun tampak begitu siap dengan tampilan yang begitu perkasa.
Satu persatu memasuki pintu portal tersebut hingga tiba giliran Raymond yang menjadi pasukan terakhir. Raymond menatap pada Anora yang menatap cemas namun senyuman diwajahnya yang tampan membuat Anora tidak mengerti akan apa maksud dari senyuman Raymond yang diberikan padanya.
“Tuan Putri untuk berjaga, pakailah kalung ini dan pelajari sihir Mist. Semoga kau berhasil ....” ucap terakhir kali Alumir sedikit berbisik sebelum masuk kedalam portal sihir itu.
“Mist ... ?” Anora tertegun sejenak saat menyadari bahwa sihir itu hanya untuk Olgora dengan kemampuan seperti Raymond. Bukan hanya seperti kemampuan yang ditunjukkan Raymond sebelumnya, terdengar kabar bahwa sihir ini dapat membuat seseorang berubah bentuk dengan memiliki kekuatan yang besar.
Anora menatap sejenak pada kalung yang berikan Alumir padanya. Ia pun merasa aneh karena kalung ini tidak seperti kalung pada umumnya namun lebih mirip seperti sebuah kunci pintu masuk. Apa maksud Alumir mengatakan ini padaku? Mist? Apa aku harus benar benar mempelajari sihir ini?.
Anora bergumam dalam hatinya mencoba untuk mencari jawaban yang selalu saja berakhir membingungkan baginya. Masih terus mempertimbangkan perkataan Alumir, saat ini Anora lebih mementingkan warganya yang masih dilanda awan mendung yang menyedihkan.
...***...
Ditengah perjalanan pasukan Brandir, Durol yang saat ini memimpin pasukan karena tubuhnya yang tinggin dan kekar, mudah baginya untuk menjangkau penglihatan sekitar. Dengan Raymond dan Alumir yang berjalan dibelakang mereka, kini pasukan itu pun melangkah dengan yakin.
Bukit demi bukit mereka lewati. Danau, sungai, bahkan tanjakan yang biasa berada di wilayah Leadale pun berhasil mereka lewati, namun masih saja keberadaan permata Thindrel tidak dapat terasa oleh Alumir yang mulai merasa khawatir.
“Alumir tenanglah, kita pasti menemukannya .... ” ucap Raymond mencoba untuk memenangkan Alumir. Tersadar akan kemampuan sihir dan kemampuan bela diri Raymond yang tidak kalah dari penghuni Leadale, Alumir pun tanpa sadar menatap sejenak padanya.
“Sejak aku menjadi gurumu, kenapa aku sampai tidak tersadar akan bakat alamimu?” tanya Alumir dengan penuh kebingungan dalam diri Raymond yang kini juga menatapnya. “Alumir, apa maksud dari perkataanmu?” tanya Raymond karena memang masih tidak mengerti.
Alumir lebih memilih memalingkan pandangannya dari pada menjelaskan kepada Raymond atas penglihatan apa yang baru saja menyintas dipikirannya. Kali ini Alumir hanya tersenyum bangga namun, terlihat kesedihan dalam balik tatapan matanya.
“DUROG!” teriak Durol yang dengan lantang dari arah depan. Dengan sigap mereka pun mengambil posisi siaga menyerang saat melihat sekelompok Durog berlari bagai hewan buas yang begitu lapar dan menemukan mangsa yang tepat untuk memuaskan isi perut mereka.
Berbeda dengan Raymond, kali ini entah mengapa ia terhenti sejenak bagai ada sesuatu yang menekan kakinya untuk tidak berlari. Tatapan Raymond seketika membentang pada hamparan hijau dimana gunung putih terlihat indah namun begitu dingin dan hampa.
Seketika itu pula pandangan Raymond pun terhenti pada sosok yang bersembunyi dibalik sebuah pohon yang terlihat jelas sedang menatap kepada pasukan Brandir. “Ragor?” ucap Raymond dengan merasa tidak percaya dengan apa yang dia lihat saat ini.
Sosok itu kemudian bergerak dengan senyap dan cepat mencoba menyusup dari kawanan Durog yang sedang berlari dengan cepatnya. Mereka yang tidak menyadari kehadiran Ragor diantara Durog, membuat Raymond seketika melemparkan sebuah sihir dari jarak jauh.
“OSHTENDE THEE!” teriakan Raymond begitu kuat hingga bagai terdorong sebuah cahaya berupa angin dari tangannya yang membelah gerombulan Dorug hingga Ragor pun dapat terlihat sangat jelas.
“RAGOR!” teriak padukan Brandir yang akhirnya menyadari kehadirannya.
Perlawanan sengit pun terjadi dengan mereka yang melawan tiada henti. Tebasan dan tusukan sudah tak terbantahkan, cairan hitam kembali memenuhi menetes diatas lahan hijau dengan bau menyengat. Terlihat jelas mereka begitu kalah jumlah untuk melawan Durog dan Ragor tersebut.
“ALUMIR KITA BISA KALAH JIKA BEGINI! KELUARKAN SIHIRMU!” teriak Valor yang sedang terbang bersama Viliris istrinya memanah dari atas langit.
Dengan jumlah Durog yang banyak memerlukan tiga Olgora yang dapat membantu Alumir untuk menghentikan penyerangan ini.
Ragor yang sudah bisa menebak dengan apa yang akan terjadi, seketika melemparkan sebuah pisau beracun yang sudah dilumuri cairan hitam dari tanah Erast yang ternyata kini sudah ternoda akibat kehadiran Durog dan Ragor disana.
“Uugghh ....” rintih Alumir saat pisau itu tepat mengenai perutnya. “Tidak ... ALUMIRRR!!” teriak Raymond dari kejauhan dengan penuh amarah. Raymond segera berlari dan membentuk perisai sihir disekitar Alumir mencegah Durog yang mencoba untuk menyerangnya.
Dengan terus berlari, Raymond bagai kehilangan akal sehatnya. Bukan lagi Durog yang ia coba musnahkan, tatapan Raymond begitu menjurus pada Ragor yang kini menyeringai penuh bangga karena berhasil membuat Alumir terluka.
“CALIDUM IGNEMRA.” sebuah mantra kuat dimana kekuatan api menyelimuti aura runa sihir milik Raymond. Seketika pedang Raymond kembali menyalakan api merah yang panas hingga terhunuslah puluhan pedang api yang melayang begitu cepat menusuk para Darog dan Ragor tersebut.
Ragor yang tidak menyadari bahwa ada salah satu Olgora disana yaitu Raymond pun harus menerima kenyataan pahit dimana pedang api milik Raymond menusuk tepat didadanya hingga ia pun langsung terbaring tak bernyawa diatas tanah Landow.
Raymond kembali berlari kearah Alumir dan membuka dinding perisai untuk segera menolongnya. Berbagai perasaan pun hadir dalam diri mereka saat ini melihat Alumir yang terbaring lemas mulai tidak sadarkan diri. Bagaiamana pasukan ini akan bertahan nantinya?.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 42 Episodes
Comments
Dhifa Fauzia
Semangat terus thooor ditunggu lanjutannya ! ✨
2023-10-14
0