Deandra menggeleng untuk menghilangkan kegugupannya. Dia menghela nafas, seketika Dean sadar jika orang di depannya tidak ia kenali. "Punya hak apa anda bicara seperti itu?" Ketusnya.
Refleks Dean memperhatikan ketiga orang di depannya secara bergantian. Lagi, Jane melihat keringat yang bercucuran di pelipis Dean. "Wakil kepala sekolah! Tolong beri dia lebih banyak keringat hari ini!"
Jane menepuk bahu Dean, pelan. Setelah melakukan itu, ia melanjutkan langkah kakinya untuk segera menjauh meninggalkan tempat itu dan langsung disusul oleh Grace.
Wakil kepala sekolah yang melihat itu langsung mengaruk-garuk tengkuknya yang tiba-tiba gatal. Ada rasa takut setelah melihat sikap dingin dari Kepala Sekolah barunya, apalagi jika Jane marah besar. Pasti dirinya yang akan kesulitan, pikirnya. Dia menatap malas Deandra, lalu dengan helaan nafas pria paruh baya itu berjalan mendekati siswanya yang setengah bandel.
"Kamu tau apa yang harus kamu lakukan sekarang?" Deandra mengangguk cepat sambil mengigit kuku tangan jari telunjuknya. "Laksanakan sekarang dan jangan lupa sapu semua halaman disekolah ini. Cepat sana!" Dean sampai bergidik ngeri menerima bentakan dari wakil kepala sekolahnya, sampai-sampai ia harus memejamkan mata.
Setelah dirasa puas. Wakil kepala sekolah itu pergi meninggalkan Dean. Berusaha mengejar Jane dan Managernya tersebut. Sedangkan Deandra yang diberi amanah, langsung menuju ke arah lapangan karena ia termasuk murid bandel yang patuh akan perkataan Guru.
"Apes banget dah gue," Kesal Dean.
Di Tempat Lain.
"Huam! Ngantuk banget." Monolog Jihan, ia merenggangkan kedua lengannya, sambil menghirup udara segar lalu menghembuskan nya secara perlahan.
Ketenangannya harus terganggu karena suara deringan telepon miliknya. Melihat nama Irene yang tertera di layar Handphonenya.
"Hallo!" Sungguh, sebenarnya Jihan sangat lelah untuk mengeluarkan suara, terdengar dari intonasinya yang begitu lesu. Bahkan matanya saja sampai terpejam.
"Jihan, gimana kalau hari ini kita pulang lebih awal? Kita ajak Jane pergi jalan-jalan," Antusias Irene dari seberang sana.
Jihan yang tadinya lesu berubah jadi sumringah, karena mendengar akan jalan-jalan. "Serius nih? Oke, aku keluar kantor sekitar jam tiga sore ya kak!"
"Iya, kalau gitu kamu langsung jemput kakak ya! Biar kita perginya barengan. Yaudah kakak tutup dulu teleponnya." Setelah mengatakan itu, Irene langsung memutus panggilan teleponnya.
Di Sekolah. Tepat pukul sepuluh, bel tanda istirahat di bunyikan. Seluruh siswa-siswi berhambur keluar kelas untuk segera menjelajah kantin, mencari persediaan makanan disana.
"Guys! Kalian ke kantin aja dulu, beli minuman sama makanan banyak-banyak! Biar gue yang langsung ke taman nyamperin Dean. Tapi inget! Jangan lama, jangan sambil godain cewek. Awas aja!" Gara mengatur strategi, memberikan tugas untuk ketiga sahabatnya.
"Siap laksanakan!" Iyan, Alvin dan Jose sengaja bersamaan. Bahkan mereka sampai memberikan hormat kepada Gara yang seolah-olah Gara komandan pemandu mereka.
Seperti kebiasaan mereka yang Random dan suka bercanda, Gara memberikan hormat juga yang artinya sang Komandan sudah menerima rasa hormat mereka. Setelah memberi amanah dan hormat, Gara langsung pergi meninggalkan mereka. Ingin Segera melihat keadaan Dean yang sedang menjalankan hukuman.
Gara sampai terkekeh melihat keadaan mengenaskan sahabat karibnya. "Ndra! Mau gue bantuin gak?" Teriaknya dari ujung taman.
Membuat Dean menoleh sekilas kearahnya. Ia memberi satu sapu kepada Gara begitu sabahatnya itu mendekat. "Nih! sapu dari ujung sana," Ucapnya datar. Bibirnya menunjuk kearah dimana Gara akan menyapu.
Gara mengambil sapu itu dengan santai. Betapa bahagianya bagi Deandra memiliki sahabat yang siap sedia membantunya, kalau-kalau ada masalah. Mata Dean memincing ketika melihat apa yang dilakukan Gara.
"Gara! Lo ngapain dah, berdoa? malah duduk disitu," Celetuknya, Dean benar-benar tidak mengerti dengan apa yang Gara lakukan.
"Sstt! Gue lagi baca doa, jangan brisik dulu! Lagi usaha ini buat bantuin lo," Dean memutar bola mata, sungguh dia jengkel dengan sikap Gara.
Apa lagi setelah menyadari yang di maksud Gara itu; jika Gara membantu Dean dalam doa atau melalui doa, dan tidak benar-benar melakukan dalam pekerjaan.
"Makanan datang!" Teriak Iyan dari ujung taman.
Mereka berjalan mendekat kearah Dean dan Gara. Sedangkan kanan kirinya sudah ada Alvin dan Jose yang masing-masing membawa sekantong besar.
"Astaga Ndra! Lo kasian banget gak liat Kepsek baru kita yang bener-bener cuannntik," Ledek Jose, sengaja ia membuat mimik se imut mungkin. Perlakuannya itu sontak menjadi bahan tertawaan teman-temannya. Bukannya gemes, malah jijik bagi mereka.
Kebetulan di ujung taman itu terlihat ada Jane dan Grace sedang berjalan dengan Grace mengekorinya. Mereka menuju parkiran, mungkin ingin segera meninggalkan sekolah.
"Tuh! Mak lampir yang udah hukum gue. Dia siapa deh? Perasaan gue baru liat," Adu Deandra, dia sampai tidak berniat memalingkan tatapannya kepada dua wanita yang sedang berjalan dengan anggun diujung sana.
"Dia orangnya, Kepsek baru kita. Cewek cantik yang barusan Jose ceritain. Nah! Dia itu anak bungsu dari pemilik sekolah ini," Bisik Alvin kepada Deandra. Dia juga menjawab pertanyaan Dean dengan intonasi cepat.
Grace yang mulai menyadari jika ada yang memperhatikan mereka. "Jane! Kayaknya dari tadi anak-anak itu ngeliatin kita, "Grace melirik cepat kearah Dean dan teman-temannya menggunakan ujung mata.
"Biarin aja Kak! Namanya juga bocah." Sahut Jane datar, pandangan nya tetap lurus ke depan tanpa menghiraukan cicitan ataupun pasang mata yang menatap kagum padanya.
Dean menangkap kedua bahu Alvin lantas membaliknya dengan cepat. "Lo serius?"
Alvin sampai mengelus data menerima perlakuan dari sahabatnya, dia tahu Dean penasaran tetapi tidak harus mengagetkannya juga.
"Iya Ndra! Kepsek baru kita itu," Secara Refleks Jose menjawab pertanyaan Dean. Tetapi tatapannya masih tertuju kepada Jane dan Grace. Jose sampai terkagum melihat kecantikan kedua wanita itu.
Gara yang sedari tadi diam karena sedang beradu dengan pikirannya. "Kayaknya gue pernah liat Kepsek baru kita deh. Tapi, dimana ya?" Gara lantas berlipatkan lengan, ia setengah mendongkak, mencoba berpikir lebih keras lagi untuk mengingat apa yang pernah ia lihat. "Majalah atau apa gitu, yang jelas dia pake baju beuh. Ngetat cok!"
"Itu yang ada di pikiran gue, njir! Kayaknya dia model," Komentar Iyan, sejujurnya dia juga berpikiran hal yang sama dengan Gara. Karena bukannya apa, Iyan itu suka mengoleksi majalah jadi tidak heran jika dia seperti pernah melihat wajah Jane di beberapa majalah.
"Woi, stop! Bantuin gue buru kelarin ini, sebelum bel." Pekik Dean, di ambilnya sapu yang sempat ia letakkan dekat kursi. Ingin segera menyelesaikan hukuman nya.
Sedangkan sahabat-sahabatnya; Ada yang mencibir, mencaci-maki, mendengus kesal. Tetapi meskipun begitu, mereka tetaplah membantu Rajendra dengan lapang dada, menyapu sisa-sisa sampah anorganik.
"Kak Grace! Kamu gak jengkel liat muka anak-anak di sekolah itu, pas ngeliatin kita?" Tanya Jane, sambil memijit pelipisnya dengan mata terpejam.
Sekarang mereka sedang dalam mobil menuju tempat pemotretan Jane.
"Hum, gimana ya?" Bukannya menjawab, Grace malah bertanya balik. Ia tersenyum sambil memperhatikan jalan karena fokus menyetir.
Jam pulang sekolah pun tiba, semua murid keluar melewati pintu gerbang disekolah itu, Deandra yang kebetulan tidak membawa motornya, cowok itu memilih untuk berjalan kaki, tadinya ia sudah di tawari para sahabatnya untuk menebeng tetapi Dean tetap tidak mau. Menyumpal kedua telinganya mengunakan earphone berwarna hitam. Siapa yang tidak akan tertarik pada cowok ini, auranya sungguh tidak bisa untuk dilewatkan ketika Dean sedang berjalan dengan kedua tangan disaku celananya. Sesekali ia memejamkan mata karena menikmati semilir angin yang berhembus diwajahnya.
Hari ini Dean memutuskan berjalan kaki untuk sampai kerumah. Mungkin tidak peduli sejauh mana baginya. Dean sangat menikmati suasana yang jarang sekali dia dapati. Disebrang jalan ada seorang pria yang sedari tadi memperhatikan Dean tanpa sepengetahuannya.
"Hallo Tuan! Sepertinya dia baru pulang sekolah, dan sekarang sedang berjalan kaki. Dia juga kelihatan baik-baik aja," Beritahu Pria yang mengikuti Deandra, dia berbicara lewat telepon sambil matanya memperhatikan Rajendra dari atas sampai bawah.
"Bagus! Awasi terus dia dan sekarang kau boleh istirahat dulu!" Setelah mendapat perintah, pria itu lantas pergi. Karena tugasnya hari ini sudah selesai.
Sedangkan dilain sisi, Jihan yang sedang mengendarai sebuah mobil mewah miliknya tidak terlalu fokus dengan jalanan karena sedang menelepon.
"Kak Rin! Aku udah otw ke kantor kamu Nih!" Jihan mengabari Irene lewat telepon.
"Iya! Aku udah nungguin kamu dari tadi," Terdengar suara Irene yang samar-samar.
Brukk! Jihan speechless, mulutnya ternganga setelah menyadari mobil yang dia kendarai menabrak sesuatu.
"Jihan! Itu apa?" Terdengar nada intonasi khawatir dari Irene.
"Kak, gimana ini? Kayaknya aku nabrak orang." Cicit Jihan takut-takut, tangan nya bahkan sampai bergetar.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 63 Episodes
Comments