Di sebuah pulau kecil yang letaknya tersembunyi dari peta dunia. Terdapat tiga distrik unik yang dapat dibedakan dengan hanya melihat karakteristik penduduk yang tinggal di sana. Ketiga distrik itu memiliki nama masing-masing, diantaranya: Distrik Bloom, Distrik Barrier dan Distrik Barren.
Dari ketiga distrik unik yang terletak di pulau yang dirahasiakan ini. Distrik Barren merupakan distrik terburuk di antara distrik-distrik yang ada. Bukan karena susunan gedung-gedung pencakar langitnya yang memadati sebagian daratan distrik atau harta-harta yang begitu melimpah, tetapi karakteristik penduduknya yang cenderung negatif sehingga membuatnya dilabeli dengan distrik 'kutukan'. Meski keadaan ekonominya terjamin, hampir tidak ada kata bahagia, sebab mereka telah dibutakan dengan harta yang rela mereka kejar mati-matian.
Bayangkan saja, hampir setiap hari siaran berita di televisi lagi-lagi meliput kasus tentang bunuh diri yang diduga dampak dari keputusasaan. Angka kematian pun jadi terkena imbas dari peristiwa itu dengan terus melonjak setiap tahunnya dan yang paling parah kebanyakan dari mereka adalah golongan remaja yang baru lulus sekolah.
Tidak ada yang bisa menyalahkan efek dari kejadian tersebut sebab sudah menjadi tradisi turun-temurun orang tua di distrik ini menuntut keras dan lebih terkesan mengendalikan masa depan anak-anak mereka. Tidak adanya dukungan dari keluarga juga sangat berpengaruh. Karena jika apa yang mereka pilih tidak sejalan dengan apa yang orang tua mereka inginkan, maka orang tua mereka tidak akan mendukung anaknya itu sedikitpun. Semua itu akhirnya berdampak pada kondisi mental yang menanam rasa pesimis terhadap apa yang akan mereka gapai serta level terparah dari itu semua adalah rentannya rasa putus asa dan keinginan memilih untuk mengakhiri hidup.
...***...
Wanita paruh baya bernama Anatari Sadana membuka paksa pintu kamar anak semata wayangnya dengan kunci cadangan yang sudah lama disimpan di laci meja riasnya. Lalu, wanita itu bersama satu orang pegawainya memasuki ruangan yang seluruhnya dilapisi dengan dinding bercat kuning cerah itu. Kuning memanglah warna favorit Genta, baginya warna tersebut dapat memancarkan kebahagiaan di dalam kehidupannya yang hampir sama sekali tak berwarna. Saking sukanya dengan warna tersebut, hampir semua furniture di kamarnya pun juga berwarna kuning.
"Langsung saja diangkut ini, Mbak, semua alat lukisnya!" perintah wanita itu dengan tegas, setelah melihat peralatan lukis Genta yang berjejer rapi di meja belajarnya.
"Apa gak apa-apa, Bu? Barang-barang ini masih pada bagus, lho," ucap pegawai perempuan itu dengan ragu. Pasalnya pegawai itu sudah paham betul bahwa sejak kecil putra semata wayang majikannya memiliki ketertarikan yang begitu besar di dunia seni lukis. Ia tidak tega jika harus membuang barang-barang berharga milik Genta.
Anatari menatap ke arah pegawai lamanya itu dengan sinis, "Kamu berani menentang perintah saya?!" bentaknya dengan sorot mata yang sangat tajam.
Pegawai perempuan itu menunduk dan menggeleng-gelengkan kepalanya takut. Dengan berat hati ia harus menuruti perintah majikannya. Baru kali ini Anatari meluapkan emosinya sampai-sampai membentak salah satu pegawai kepercayaannya yang kurang lebih telah bekerja untuknya selama sepuluh tahun itu. Selama ini emosinya tidak pernah hilang kendali seperti itu.
Setelah semua peralatan lukis Genta dikeluarkan dari kamarnya dan pintu kamarnya kembali ditutup. Anatari duduk di ranjang milik anaknya sambil meredakan emosinya yang sudah sempat meledak. "Genta…Genta, kenapa sih susah banget untuk nurut sama pilihan Ibu?" geram wanita itu sambil mengepalkan tangan kanannya kuat-kuat karena frustasi.
Anantari Sadana merupakan anak pertama dari pasangan Bintang Sadana dan Chandra Permatasari. Ia memiliki satu adik perempuan yang bernama Indira Sadana. Meski mereka berdua sudah masing-masing membangun rumah tangga dan memiliki buah hati, Anantari dengan satu anaknya yang bernama Genta Athaya dan Indira dengan satu anaknya juga yang bernama Margi Palawa yang usianya tiga tahun lebih muda daripada Genta, itu masih diharuskan untuk meneruskan bisnis fesyen Sadana yang akan terus dituntut turun-temurun, ditambah karena status sosial suami mereka lebih rendah. Sebab di distrik Barren kebijakan keluarga dipegang oleh anggota keluarga yang status sosialnya lebih tinggi, dan bagi status sosial yang lebih rendah wajib menaati dan mendukung kedominanan tersebut.
Di kalangan masyarakat Barren, hubungan keluarga Sadana terkenal begitu erat dan harmonis. Selain dikaruniai wajah yang rupawan, mereka juga memiliki harta yang berlimpah sebab bisnisnya yang selalu mengalir seperti sungai. Keluarga kecil itu seringkali dijadikan standar keluarga yang sempurna. Namun, pada realitanya hubungan kekeluargaan mereka tidak berjalan semulus itu.
Sejak kematian kakek Genta 10 tahun lalu, membuat keinginan Anantari untuk menjadikan Genta sebagai penerus perusahaan fesyen milik ayahnya semakin besar. Sebagai cucu pertama yang lahir dari rahimnya, ia merasa bahwa anaknya adalah satu-satunya penerus dari keluarga Sadana yang sangat berhak atas kedudukan itu. Ia sangat tidak rela jika perusahaan yang saat ini berada di bawah kepemimpinannya nantinya diberikan kepada keponakannya begitu saja. Putri pertama keluarga Sadana itu sungguh egois dan keras kepala.
Sama seperti pepatah yang mengatakan bahwa buah yang jatuh tidak jauh dari pohonnya, keras kepala Anantari menurun seutuhnya ke anaknya semata wayangnya. Sekeras apa pun ia menolak untuk memberikan dukungan kepada jalan yang dipilih Genta, Genta yang terbentuk menjadi pesimis tetap kokoh dengan jalan yang menjadi pilihannya itu, ia dengan mentah-mentah menolak seribu satu bujukan dari ibunya yang kini benar-benar naik pitam dan frustasi.
Tok!Tok!
Suara ketukan pintu mengejutkan Anantari dari amarahnya.
"Siapa?" tanyanya lantang dengan posisi duduk yang belum berpindah sedikit pun.
"Anda memiliki jadwal penting untuk bertemu klien sore ini di kantor, Nyonya," jelas seorang pegawai yang berbeda dengan yang baru saja diperintahkan untuk membuang peralatan lukis Genta dari balik pintu berwarna coklat tua yang menjadi penghalang antara koridor dan kamar tidur milik Genta.
"Baik, terima kasih," balas Anatari sambil berdiri dan melangkah keluar dari ruangan serba kuning tersebut.
Menjadi pemimpin perusahaan tidaklah mudah, itu semua membuatnya tidak memiliki banyak waktu luang untuk bisa bersantai di rumah, di usianya saat ini yang semakin hari bertambah tua. Walaupun, sudah membagi-bagi tugas dengan suaminya, pekerjaan yang ia pegang masih saja keteteran. Dia benar-benar sudah harus pensiun dan memerlukan seorang penerus yang bisa meng-handle seluruh pekerjaan ini dengan baik, seperti dirinya saat masih muda dulu. Namun, semua itu tidak berlaku bagi keponakan tunggalnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 32 Episodes
Comments
skyzure
siap kak, terima kasih/Heart/
2023-10-09
0
Young Nappi
saran aja ka, perparagraf jangan banyak🤗
2023-10-09
0