"Bee..." Panggil Jatnera yang membuka pintu gubuk reyot yang terbuat dari papan-papan usang. "Dimana nenek?" Tanya Jatnera yang masih berusia tujuh tahun menatapku dengan wajah yang basah karena air mata.
Aku melangkah masuk ke dalam tempat tinggal kami sedangkan Jatnera mengikuti langkahku.
"Ini makanlah." Aku menyodorkan kantong hitam yang ku bawa pada Jatnera.
Dia mengambilnya dan langsung membukanya untuk di makan.
"Kau tidak makan?" Tanya Jatnera menatapku yang sibuk mencari sekop di penjuru gubuk yang tidak terlalu luas ini.
Aku tidak menjawab.
Sekop yang aku cari akhirnya ku temukan di dalam karung yang di letakan nenek di belakang gentong air. Aku langsung berlari keluar menuju pohon ara yang ada di belakang gubuk kami, jaraknya sekitar sepuluh meter.
Aku mengingat perkataan Isbell untuk menggali di sebelah selatan pohon ara tetapi aku tidak tahu dimana arah selatan. Aku terdiam sejenak mencoba mencari akal. Aku teringat Jatnera. Dia anak yang cukup pintar karena selalu ingat arah. Aku bergegas kembali ke gubuk untuk mencari jawaban darinya.
Jatnera sedang makan dengan lahap ketika aku masuk. Bahkan makanan yang ku bawa sudah hampir habis satu bungkus.
"Bisa beri tahu aku arah selatan itu dimana?" Aku bertanya dengan sedikit ragu apakah Jatnera mendengar suaraku yang keluar hanya serak karena saat ini aku haus setelah berlari jauh.
"Kau tahu bangunan yang menjulang tinggi dengan sebuah kubah berwarna merah?" Jatnera melihat ke arahku yang berdiri di depan pintu.
Aku hampir tidak bisa melihat wajahnya karena sangat gelap dan gubuk ini hanya di terangi dua buah lilin. Satu lilin di hadapan Jatnera dan lilin satunya yang aku gunakan saat mencari sekop, lilin itu berada di atas gentong air.
"Bangunan itu mengarah ke selatan." Sebelum Jatnera menyelesaikan perkataannya aku sudah berlari kembali ke tempat pohon ara.
Aku melihat bangunan yang seperti di ucapkan Jatnera. Setelah yakin di situlah tempatnya aku langsung menancapkan sekop kayu yang sudah sangat tua ke tanah yang lengket karena hujan. Berkali-kali aku menyekop tanah itu tetapi peti yang di maksud Isbell belum juga tampak. Pasti peti itu sangat berharga sehingga Isbell menguburnya sangat dalam.
"Apa yang kau lakukan?" Jatnera berdiri di belakangku. "Kau begitu aneh Bee, dimana nenek?"
Aku tetap tidak menjawab karena tidak ada waktu untuk menjelaskan hal ini padanya sekarang. Aku terus mengangkat tanah-tanah dengan segenap kekuatanku. Bahkan napasku hampir putus jika peti itu belum juga muncul.
Sekop yang ku gunakan membentur sesuatu yang keras. Dengan tangan aku langsung menggali tanah seperti seekor kucing untuk mengeluarkan peti tersebut. Setelah peti itu tampak semua bagiannya aku langsung mengangkatnya dari dalam tanah.
Sebuah peti berukuran kira-kira empat puluh kali dua puluh sentimeter dengan warna cat kayu berwarna cokelat masih terkunci dengan sebuah gembok kecil bergantung mengaitkan tutup peti dengan bagian bawahnya.
"Apa itu?" Jatnera mendekatiku. Dengan tanpa sepatah katapun aku berdiri dengan membawa peti tersebut lalu kembali berlari. Aku tidak memedulikan Jatnera yang terus memanggilku. Hujan sudah mulai berhenti walau rintik-rintiknya masih saja jatuh ke bumi.
Hari semakin gelap namun penglihatanku sudah terbiasa sekarang sehingga aku terus berlari seperti sedang dikejar oleh seekor binatang buas. Sangat kencang dan tidak memedulikan apa yang akan terjadi padaku jika penjahat melihatku sekarang. Pikiranku saat ini hanya ingin menemui Isbell untuk mengetahui isi peti ini.
Akhirnya aku sampai di tempat Isbell terbaring. Entah kenapa aku merasa ada sesuatu yang aneh di hatiku ketika melihat dari kejauhan tubuh Isbell yang tak berdaya tidak bergeming sedikitpun. Aku berhenti melangkah di jarak sekitar sepuluh meter dari Isbell.
"Nenek..." Panggilku dari kejauhan, berharap Isbell akan menjawab panggilanku namun harapanku pudar.
Aku menjatuhkan peti yang ku bawa ke tanah dan bergegas menghampiri Isbell. Mata Isbell tertutup dan dia sudah tidak menggigil kedinginan lagi. Keadaannya sekarang lebih tenang dari pada saat aku meninggalkannya.
"Ne..." Suaraku terhenti ketika memegang lengan Isbell untuk mengguncangkan tubuhnya.
Tubuhnya sangat dingin seperti es. Dengan sedikit takut aku mencoba menaruh kedua jariku, jari telunjuk dan jari tengah ke hidung Isbell. Aku menahan napasku untuk merasakan hembusan napasnya di jari-jariku. Air mataku langsung keluar membasahi pipi ketika tidak ada hembusan yang keluar dari hidung Isbell.
"Neneeeeekk..." Teriak Jatnera yang berlari mendekat.
Aku langsung berdiri ketika dia mengguncang-guncangkan tubuh Isbell.
"Bee, nenek kenapa? Kenapa tidak juga bangun?" Jatnera menoleh menatapku.
Aku tak sanggup menjawab pertanyaan Jatnera karena pasti akan sangat sulit untuk gadis sekecilnya untuk mengerti arti kematian. Aku tetap terpaku dengan tatapan hanya pada satu titik sedangkan Jatnera terus menerus memanggil-manggil Isbell dengan air mata dan tangisannya.
Aku tidak tahu lagi harus bagaimana sekarang. Selama ini hanya Isbell yang melindungi aku dan Jatnera. Jika dia tidak ada akan bagaimana hidup kami berdua. Isbell meninggalkan kami berdua sebelum dia sempat melihat peti yang sudah susah payah aku temukan. Bahkan dia belum sempat memberitahuku dimana kunci peti itu agar aku dapat membukanya dan mengetahui apa isinya.
Pasti isi peti itu sangat berharga sampai-sampai Isbell menguburnya di tanah. Pasti Isbell ingin menunjukan isi peti itu padaku namun ajal sudah lebih dulu memanggilnya.
Hari sebentar lagi akan terang, aku harus melakukan sesuatu pada jasad Isbell. Aku mengumpulkan batang-batang kayu di sekitar rawa. Memanjat pohon untuk mengambil kayu-kayu kering yang tidak terkena air hujan. Di Deapectrum setiap jasad yang sudah tak bernyawa harus di bakar agar tidak meninggalkan apapun. Karena akan memakan tempat jika di kubur sehingga membakarnya adalah cara yang terbaik.
Hujan sudah berhenti total sejak satu jam yang lalu sedangkan batang-batang pohon yang aku kumpulkan sudah cukup jumlahnya. Aku menyusun batang-batang itu dan menumpuknya di atas jasad Isbell. Air mataku terus mengalir ketika menutupi tubuh Isbell dengan batang pohon dan dedaunan serta menyiramkan sebotol minuman keras yang aku dapatkan di sekitar jalan dekat Bordil House.
Rasanya aku tidak percaya kalau hari ini akan tiba secepat ini. Dengan sebatang pohon yang kering dan batu aku memakai keahlianku membuat api. Tanpa susah payah aku dapat menghidupkan api. Namun melempar api ke tubuh orang yang sangat berharga bagiku sangatlah sulit. Aku mengendalikan tangisku dengan menutup mataku lalu melempar batang pohon yang sudah hampir di telan api itu ke atas tumpukan batang-batang pohon dan jasad Isbell. Aku menoleh pada Jatnera yang sejak tadi terus menangis.
Setiap kali mendengar tangisannya aku selalu merasa kesal. Aku menghampirinya untuk menyuruhnya berhenti menangis.
"Sudah jangan menangis terus!!" Bentakku.
Bukannya berhenti menangis Jatnera malah semakin kencang menangis.
"Walaupun kau menangis selamanya nenek tetap tidak akan bangun!" Jatnera tidak mendengarkan perkataanku sedikitpun.
Aku diam menatapnya sesaat. Selama ini aku dan Jatnera selalu bergantung pada Isbell dan sekarang Isbell tidak ada lagi. Akan bagaimana hidup kami setelah ini? Aku memeluk Jatnera yang masih menangis dan menangis bersamanya.
...@cacing_al.aska...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments
💫R𝓮𝓪lme🦋💞
kenpaa cepet banget sih isbell habis kontraknya nel
2023-11-20
1
🌸𝓐𐝥𐔎𐒻𐀁🍒⃞⃟🦅OFF
😲😲Isabell gak ada.... oke lah yang kuat ya klay dan Jatnera pasti kalian bisa.. Kalian kan anak2 yang kuat di suatu negeri pembuangan... Entah napa onel cacing menaruh kalian di negeri itu kadang kasian loh masih kecil, sungguh tega2 nya wkwkwk
2023-11-04
1
𝓐𝔂⃝❥Ŝŵȅȩtŷ⍲᱅Đĕℝëe
Paham dengan apa ya yang kamu alami saat ini Bee, tapi Jatnera juga pasti terpukul banget karena dia baru berusia tujuh tahun. Jadi bentakan mu tak akan membuat nya berhenti menangis 🥺
2023-10-02
1