"Maafkan aku Tante, aku tidak tahu jika Anin resign dalam keadaan hamil anakku." Tiba-tiba pak Harris mengucapkan kalimat tersebut, hingga memecahkan kesunyian yang sejak tadi tercipta di ruang tunggu.
Sejak tadi aku sudah merasa gugup tiap kali melihat lampu merah tanda operasi berlangsung, dan sekarang ketika mendengar suara Pak Haris bicara membuat hatiku jadi makin tidak menentu.
Aku dan ibu sama-sama menoleh ke arahnya, aku dan ibu duduk berdampingan sementara pak Haris berada di ujung kursi ini.
Kalimat itu pak Harris tujukan untuk ibu, jadi aku hanya mampu diam dan kembali menarik pandangan. Tak kuasa menatap pria itu terlalu lama. Pria yang kini wajahnya nampak frustasi.
Benar saja, kabar tentang Alena serta penyakitnya jelas membuat dia terkejut. Masih untung pak Harris tidak terus memakiku, lantas memilih tenang dan menerima tanpa banyak menuntut.
"Pak Harris tidak bersalah, saya sudah mendengar semua cerita tentang malam itu. Anin yang salah," jawab ibu dengan suara yang terdengar lemah.
Kalimat yang membuat ingatanku kembali berputar di waktu 6 tahun yang lalu. Aku dan pak Haris cukup dekat satu sama lain, kamu bekerja secara profesional. Waktu itu usia kami masih terbilang muda, Aku 25 tahun dan pak Harris 30.
Di perjalanan bisnis kami di Bali aku pergi sendiri untuk mengunjungi Cafe, sialnya aku justru dijebak oleh salah satu turis. Pria itu memasukkan obat perangsang di dalam minuman ku.
Pak Haris datang di waktu yang tepat atau salah, aku tidak bisa menilainya. Namun akhirnya aku menarik pak Haris untuk masuk ke dalam kamar.
Ingat semua itu aku makin menunduk dalam, aku memang telah gagal jadi manusia. Tak bisa menjaga harkat dan martabat ku sendiri.
Ku lirik pak Harris yang kembali terdiam, dia menarik dan membuang nafasnya dengan perlahan.
"Sekarang aku sudah bertemu dengan Alena, tolong izinkan aku untuk bisa menjaganya juga," ucap pak Harris kemudian.
"Terima kasih Pak, terima kasih karena Anda bersedia menerima Alena. Terima kasih atas bantuan Anda untuk biaya operasinya," jawab ibu, dia menangis.
"Tidak perlu berterima kasih, Tante. Karena ini memang sudah tanggung jawabku." Pak Harris hanya bicara pada ibu, namun dia sedikit pun tidak menatap ke arahku.
Ya Allah, aku hanya mampu membuang nafas ini secara perlahan. Entah nasib seperti apa yang sudah menantiku di depan sana. Tapi sekarang aku sangat mengharapkan kesembuhan Alena.
Diam-diam aku menggaruk lenganku sendiri, rasa gatal akhirnya mulai merayap di tubuh ku yang lengket.
Ibu sepertinya melihat pergerakan ku tersebut. "Mandilah dulu Nin, makan sedikit. Masih ada nasi di dalam lemari," kata ibu.
"Nanti saja Bu, setelah operasi Alena selesai," jawabku dengan yakin, aku tidak ingin beranjak dari sini. Saat operasi selesai nanti, Alena pasti tidak sadarkan diri. Saat itu aku bisa makan untuk bertahan hidup.
Ibu mengangguk, mungkin dia juga sudah lelah berdebat denganku. Setiap hari ibu selalu memaksa ku untuk makan dan mandi, sementara dua hal tersebut begitu sulit untuk aku lakukan jika mengingat keadaan Alena.
"Kalau begitu minumlah dulu, sedikit saja," pinta ibu, dia menyerahkan botol minum Akua yang telah berulang kali diisi ulang dan aku menerimanya.
5 jam kami menunggu di sini, dan akhirnya lampu merah itu berubah jadi hijau.
Deg!
...ΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩΩ...
Terima kasih yang sudah mampir di cerita ini, jangan lupa like dan komennya ya ...
I Love You
Author Lunoxs
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 67 Episodes
Comments
Katherina Ajawaila
hebat anin, bisa bertahan dgn segala kekurangannya
2024-11-20
0
andi hastutty
Kasihannya anin
2024-08-15
0
Ema bjm
author hebat,,,suka sy dengan ceritanya,,,
2024-05-11
1