Matahari yang menggantung di atas sana bersinar dengan begitu terik. Hawa panas yang mendominasi di musim ini membuat bulir-bulir keringat selalu bermunculan di kening dan pelipis setiap orang. Membuat mereka ingin segera mengenyahkan rasa panas dengan segelas minuman dingin, seperti para siswa di SMA Nusa Anandha ini.
Kantin langsung berubah menjadi begitu penuh sesak sesaat setelah bel berbunyi. Para siswa tidak sabar untuk menyegarkan diri mereka setelah beberapa jam berada di kelas untuk menimba ilmu.
"Bu, pesanan saya udah belum? Saya yang pertama tadi!"
"Woy, jangan dorong-dorong! Panas gini jangan bikin emosi!"
"Pak, bakso dua!"
Seruan di sana terdengar bersahut-sahutan di depan stan penjual yang ada di kantin. Ada yang saling berdempet-dempetan agar lebih dekat dengan penjual sehingga bisa langsung memberikan pesanan mereka. Pun ada yang kesulitan mencari tempat duduk setelah menerima pesanan mereka.
"Kita duduk di mana, nih? Penuh banget." Gadis yang memegang dua minuman di tangannya bertanya pada keempat teman yang bersama dirinya.
"Rys!"
Salah satu dari mereka yang merasa terpanggil langsung menoleh ke asal suara. Dua siswa yang duduk di sudut kantin bersama dua temen siswi mereka terlihat, salah satunya mengangkat tangan mengisyaratkan untuk ke sana.
"Kita gabung sama Kak Rey aja," ajak gadis itu, Rysan.
"Oke, tangan gue juga udah pegel." Selva, gadis yang membawa nampan berisi dua mangkuk bakso, lebih dulu melangkah ke sana. Kemudian diikuti oleh yang lainnya.
Laki-laki bernama Rey yang tadi memanggil Rysan, menyuruh gadis itu duduk di kursi sampingnya. Rysan hanya menurut tanpa ada niatan untuk protes, lagipula ia juga sudah lelah berdiri.
"Gue kira lo gak bakal deket sama cewek." Salah satu siswi teman Rey yang sedari awal sudah di sana, menyerukan isi pikirannya. Netranya meneliti gadis yang duduk di samping Rey, hanya ingin tahu bagaimana 'tipe cewek' dari seorang Fareyzi Nevano.
"Lo yang waktu masa orientasi di kelas gue, kan?" Kini siswi itu bertanya kepada Rysan, memastikan ingatannya.
"Iya, Kak." Rysan juga masih ingat penanggung jawabnya kelasnya saat masa orientasi.
"Gue lupa, siapa nama lo?"
"Crysana Vashela, Rysan."
"Oh, iya. Jadi, kalian udah berapa lama? Siapa tahu gue bisa nyelip," canda siswi itu dengan tatapan menggoda.
Rysan dengan cepat menggeleng, menyanggah ucapan kakak kelasnya itu.
"Ngaco lo, Nin. Rysan itu adek gue." Rey yang sedari tadi diam menikmati mie ayamnya, menyela untuk meluruskan pemikiran teman sekelasnya itu. Tidak mungkin ia dan Rysan memiliki hubungan yang lebih dari saudara sepupu. Ia bukan pengidap sister complex.
"Wait.. kok, kita baru tahu lo punya adek? Selama kerja kelompok aja gue gak pernah, tuh, liat dia di rumah lo," sahut Dhera, siswi sekelas Rey yang satunya. Ia yang hanya mendengarkan dari tadi sedikit terkejut-lebih ke tidak menyangka ketika mendengar ucapan laki-laki itu.
"Rysan itu sepupu gue." Rey menjawab singkat.
Orang-orang yang menempati meja itu membulatkan bibir mereka pertanda paham. Awalnya memang mengira Rysan dan Rey memiliki hubungan seperti 'itu' karena mereka sangat dekat sejak masa orientasi. Ternyata pemikiran yang berdasarkan tebakan itu salah.
"Gue juga awalnya ngira lo pacaran sama Kak Rey. Abisnya lo gak pernah cerita sih, Rys," ujar Auri, salah satu teman Rysan.
"Ya, kan, kalian gak ada yang nanya." Rysan membalas santai sambil menikmati batagor miliknya.
Auri menjadi gemas sendiri mendengar jawaban dari temannya itu. Ya, walaupun memang tidak salah, tapi mereka sudah menjadi teman sejak masa orientasi, bercerita hal seperti itu tidak ada salahnya.
Ah, sudahlah. Lebih baik ia segera menghabiskan baksonya sebelum bel kembali berbunyi.
·
Sudah satu pekan lebih yang terlewati setelah masa orientasi, hampir dua minggu tepatnya. Selama itu Rysan sudah bisa menyesuaikan diri dengan sekolah barunya, pun ia mendapatkan empat teman baru sejak masa orientasi. Mereka baik menurut Rysan, tidak memandangnya hanya karena anak dari keluarga yang memiliki harta lebih, dan ia juga senang memiliki mereka sebagai teman.
"Rys, lagi ngerjain apa sampe Kakak panggil gak denger?"
Suara kakak laki-laki keduanya memasuki rungu Rysan. Gadis yang sedari tadi melamun setelah menyelesaikan tugasnya itu, hanya memberikan senyuman kecil khasnya ketika tidak tahu ingin membalas apa.
"Kak Jason ada perlu apa? Emang gak sibuk sama tugas kampus lagi?" Ia bertanya setelah mengubah posisinya menjadi menyamping untuk menghadap sang kakak.
"Waktunya makan malam, makanya Kakak ke sini buat panggil kamu," jawab Jason seraya mengulurkan tangannya untuk mengusap kepala si bungsu. "Tugas Kakak juga udah selesai. Yuk, ke ruang makan! Yang lain pasti udah nunggu."
Rysan mengangguk kemudian bangkit dari duduknya untuk mengikuti langkah Jason keluar kamar.
Sampai di ruang makan, semua keluarganya sudah ada di sana, minus Devan. Rysan memilih duduk dengan nyaman di samping mamanya, sedangkan Jason yang tadi datang bersamanya duduk di samping Nela-kakak ketiga Rysan.
"Kak Devan belum pulang?" tanya Rysan.
"Katanya masih ada kerjaan yang harus diselesaikan." Rian, sang papa, menjawab pertanyaan putri bungsunya. "Kamu makan aja, tadi mama udah suruh sopir buat antar makan malamnya Devan."
Rysan mengangguk kecil walaupun sebenarnya bertanya-tanya mengapa kakak sulungnya itu pulang terlambat padahal bekerja dengan papanya. Namun, kemudian ia mulai menyantap makan malamnya karena piringnya telah diisi oleh sang mama.
Ia menyelesaikan makannya dengan cepat. Tes yang akan diadakan besok membuat ia harus lanjut belajar.
Kegiatan belajarnya selesai pukul setengah sembilan malam. Ketika itu ia mendengar suara langkah kaki dari luar kamarnya. Merasa kakak sulungnya yang sudah pulang, Rysan segera melangkah keluar kamar untuk memastikan.
Begitu keluar ia tidak mendapati siapa pun, jadi ia memutuskan untuk langsung ke kamar kakaknya.
Tok ... tok ....
Tidak lama setelah ia mengetuk, pintu dibuka oleh Devan dari dalam. Senyum Rysan mengambang.
"Kak Devan udah makan malam, kan?" tanyanya setelah dipersilakan masuk oleh sang kakak. Ia duduk di tepi ranjang milik kakaknya yang ditutupi bedcover berwarna abu-abu.
"Udah, Rys." Devan berlutut di depan Rysan untuk menyamakan tinggi mereka. Ia meraih kedua tangan adiknya untuk dibubuhi kecupan singkat di sana. "Kamu sendiri kenapa jam segini belum tidur? Besok masuk sekolah, kan."
Rysan memutar bola matanya jengah. Ia sudah enam belas tahun dan Devan masih menganggapnya seperti anak kecil yang harus tidur sebelum pukul delapan malam.
"Baru setengah sembilan malam, Kak Dev. Apa perlu aku ingetin kalau sekarang aku udah enam belas tahun, enam belas tahun."
"Di mata Kakak kamu itu masih lima tahun." Devan berujar jahil. Ia menikmati ketika kedua pipi Rysan menggembung saat kesal. Belum lagi bibirnya yang mempout lucu. Membuat Devan tidak tahan untuk membubuhkan banyak kecupan di wajah adiknya.
"Iihh, Kak Dev, udaah! Geli tauu!"
Rysan berseru disertai tawa kecil karena merasa geli. Tangannya yang lebih mungil dari milik Devan tidak mampu mendorong tubuh laki-laki itu menjauh. Membuatnya pasrah menerima puluhan kecupan di seluruh wajahnya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 40 Episodes
Comments
𝒀𝑶𝑺𝑯𝕌𝔸ˢ
roman-roman bakalan....
2023-09-22
0
𝒀𝑶𝑺𝑯𝕌𝔸ˢ
susah banget nyebutnya...
2023-09-22
0