"Namun aku tetap tidak bisa memaafkan perempuan itu, Gio." Judan menggeram kesal. Masih saja seperti itu. Dendam yang terasa kekanak-kanakan, tapi begitulah perasaan Judan.
"Buang saja benci mu itu. Toh sekarang mereka tidak bisa bersama," ujar Gio berkata benar. Karena keduanya memang sudah terpisah.
"Benar, tapi dia tetap jadi orang yang paling ingin aku hindari," lirih Judan. Gio mendongak melihat ke arah adik temannya.
"Ya, kamu boleh menghindarinya. Namun tidak perlu membencinya. Aku rasa dia sudah cukup mendapatkan banyak kebencian dari keluargamu, jadi aku rasa kamu tidak perlu ikut membencinya." Gio memberi nasehat. Judan menipiskan bibir mendengar nasehat itu.
***
Sementara itu di balik dinding setelah Judan dan dokter Gio masuk ke dalam ruangan, perempuan yang tengah di cari Judan tadi mencoba mengintip dari tempat persembunyiannya.
"Ternyata aku sudah jauh dari pria itu. Hhh ... Sial." Perempuan ini mengumpat pelan. "Kenapa bisa bertemu dengannya di sini?" keluh perempuan ini dengan panik.
Rupanya perempuan yang di cari Judan menyadari bahwa ia sedang di ikuti. Maka dari itu ia sengaja berjalan agak cepat.
"Pasti dia pasien rumah sakit, tapi melihat tubuhnya yang sehat, dia mungkin keluarga pasien. Aku harus berhati-hati ketika di rumah sakit. Aku tidak mau bertemu dengannya." Perempuan ini tidak melihat Judan yang sedang bersama dokter Gio tadi karena dia terlalu sibuk untuk segera kabur. "Aku pikir, aku hanya merasa dia mirip seseorang yang aku kenal, tapi ternyata dia pria di bar itu," katanya dengan mata tidak percaya.
"Hei Runi," tegur seseorang.
"Ah!" pekik perempuan ini terkejut. Teman yang menegurnya menatap dengan heran.
"Kenapa kamu berteriak?" tanya perempuan berkacamata menatap Runi aneh. Runi menoleh ke kanan dan kiri dan tersenyum sambil mengangguk ketika orang yang melintas melihat ke arahnya. Runi langsung melebarkan matanya lega. Ini kedua kalinya.
"Aku pikir pria itu," ujar Runi masih mengamati sekitarnya.
"Pria? Mantan kamu itu?" tanya teman Runi bernama Lena.
"Bukan. Ini pria lain." Runi menatap Lena lurus-lurus. Dia tidak ingin membahas mantannya. Sesaat wajahnya tampak keras.
"Pria lain? Aku baru tahu." Lena berusaha mengingat kalau temannya tengah dekat dengan seseorang. Karena setahu dia, Runi baru putus dengan kekasihnya yang juga bekerja di rumah sakit ini.
"Sudahlah. Jangan bahas itu. Kita bahas pekerjaan kita saja," kata Runi ingin mengalihkan topik pembicaraan.
Bar. Kata itu sama seperti yang di katakan Judan ketika ingat wajah perempuan ini. Keduanya memang pernah bertemu di salah satu bar di kota ini. Tepatnya ketika Junda merasa kalut karena teringat lagi kematian kakaknya.
Judan merasa tidak bisa tidur. Ia memilih menghabiskan malam dengan minum minuman beralkohol di salah satu bar yang letaknya di area lantai dasar. Tubuh Judan setengah membungkuk menghadap bartender yang tenang meramu minuman. Dia hanya sendirian tanpa seseorang yang menemani. Ya, Judan hanya ingin sendirian.
Tangannya terus menuangkan minuman beralkohol itu sedikit demi sedikit ke dalam gelasnya. Lalu menyesapnya perlahan seraya merasakan pahitnya minuman di tangannya.
"Padahal aku ingin menemui mu saat aku sudah menyelesaikan studi ku, ternyata kamu justru menemui ku dengan keadaan yang sudah berada di ambang kematian," gumam Judan menyesal. Judan meneguk minuman itu. "... tapi memang semuanya adalah takdir. Mungkin sudah menjadi keinginanmu dalam kehidupan ini berjuang dengan perempuan yang kamu cintai." Judan menjeda. "Aku jadi muak dengan perempuan yang berhasil membuatmu keluar dari rumah ibu. Pasti dia sudah meracuni mu dengan banyak kata-kata indah hingga membuatmu rela membuang keluargamu sendiri." Judan terus saja meracau dengan lirih.
Semua itu membuat Judan membenci wanita yang dianggapnya sudah merebut kakaknya tercinta, meski tidak tahu bagaimana rupa wanita itu.
Bruk! Seseorang duduk di kursi bar yang berada tepat di sampingnya. Dia hanya melirik sekilas dan kembali fokus pada minumannya. Mungkin perempuan ini tidak menemukan kursi lain karena bar terlihat cukup ramai.
Awalnya dia tidak peduli, tapi di luar dugaan, perempuan itu menarik lengannya untuk berdekatan seraya berbisik, "Tolong bantu aku. Tetap di sampingku," pintanya. Judan tidak mengerti. Dia yang kebingungan hanya diam setuju seraya menatap perempuan ini heran dan kaget.
Samar-samar, terdengar keributan di belakang Judan.
"Kemana wanita itu? Kurang ajar. Beraninya dia menendang kakiku," geram seorang pria yang datang dengan wajah kesal. Matanya beredar ke sekitar bar dan menemukan perempuan dengan ciri-ciri yang sama dengan perempuan yang ia lihat tadi. "Itu sepertinya wanita itu." Pria ini bergegas melangkah untuk mendekat. Meskipun tidak menoleh, perempuan itu tahu bahwa pria yang mengejarnya berjalan mendekatinya.
"Sial," umpat perempuan ini pelan. "Maaf," ujar perempuan ini pada Judan. Awalnya pria ini tidak paham kata maaf itu untuk apa, tapi tiba-tiba wanita ini mendekatkan wajahnya pada pipi Judan. Pria ini melebarkan mata. "Tetap seperti ini, jangan bergerak," bisik perempuan asing ini. Entah karena apa, Judan diam tidak bergerak mengikuti arahan perempuan itu. Wajah mereka begitu dekat.
"Sepertinya bukan. Perempuan itu bukan bersama kekasihnya. Dia sendirian tadi." Melihat kedekatan yang di tunjukkan, mereka merasa keliru. Judan melihat orang-orang itu pergi dan mencari wanita berambut panjang lainnya.
Dari suara di sekitar, perempuan itu tahu kalau orang-orang yang mengejarnya sudah pergi.
"Sepertinya mereka sudah pergi," ujar perempuan itu seraya menjauhkan pipinya dari pipi Judan. Bola mata Judan mengerjap seraya menatap perempuan di depannya.
"Jadi kau menghindari mereka? Kau pencopet atau semacamnya, ya?" tuduh Judan tanpa basa-basi.
"Aku seperti itu ya?" Perempuan ini mendengus. "Sayangnya bukan. Terima kasih sudah membantuku. Kalau takdir setuju, kita akan bertemu lagi. Saat itu aku bisa mengembalikan hutangku ini," ucap perempuan lalu pergi begitu saja. Judan mengerjapkan matanya lagi. Dia serasa baru bangun tidur.
Apa yang terjadi? Ada apa barusan? Siapa dia?
"Akhirnya aku menemukan mu di sini, Judan. Gio datang. Pria itu duduk di samping Judan. Tempat dimana perempuan tadi duduk. "Apa kamu sedang di temani seorang wanita?" tebak Gio yang merasa ada aroma harum lembut parfum wanita.
"Tidak mungkin," bantah Judan.
"Benarkah? Kenapa aroma parfum ini masih terasa, seakan baru saja ada seorang perempuan di sini." Gio menyimpulkan. Judan hanya tersenyum tipis. Dia juga merasakan aroma wangi milik perempuan tadi karena menempel dekat dengan pipinya. "Aku rasa sebaiknya kamu juga mencari perempuan untuk jadi pendamping mu." Gio memanggil bartender untuk memesan minuman.
"Aku masih punya tanggung jawab untuk membesarkan Sofia," ujar Judan.
"Benar, tapi tidak harus dengan terus sendirian tanpa kekasih. Kamu bisa melakukan tanggung jawab mu dengan menjalin hubungan dengan seorang perempuan."
"Lalu bagaimana denganmu?" Karena tidak ingin terus di kejar dengan nasehat, Judan ganti menyerang Gio dengan pertanyaan serupa.
"Jangan khawatirkan tentangku. Mungkin sebentar lagi kamu akan mendapat undangan dariku," kata Gio bangga.
"Wah, melangkah lebih cepat rupanya." Judan menepuk punggung Gio bangga.
...______...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 53 Episodes
Comments
Malik Maulana
jangan terlalu benci nanti jadi cinta loh Judan😍😍😍😍😍
2023-09-03
1
✨rossy
dendaman amat judan..
2023-09-03
0