Sore itu Mahendra hendak makan malam, Liana masih berbenah dan membereskan tempat tidur. Mahendra menghampiri ibunya yang ada di ruang makan.
"Ibu, aku mau bicara sesuatu"
"Tapi ibu jangan berburuk sangka dulu"
pinta Mahendra pada ibu Hindun.
"Ya apa..." jawab ibu Hindun dengan jutek.
"Mulai hari Senin Mahendra mau kerja"
"Di tempatnya pak haji Rahmad "
"Jadi kenek pengantar beras ke kota" jelas Mahendra.
Ibu Hindun tampak tidak senang, dan mulai menunjukkan ekspresi wajah yang tidak suka dengan keputusan Mahendra. Karena Mahendra tahu ibunya akan mengomel Mahendra pun memilih pergi keluar dari rumah.
Mahendra pun pergi dari hadapan ibunya, dan keluar rumah sambil membawa Dion.
Kudengar ayah mertua yang dari sawah pulang lewat pintu belakang yang langsung tembus ke ruang makan. Ibu Hindun tiba tiba nyerocos tak terkendali
"Itu pak si Liana"
"Masak suami disuruh kerja terus"
"Emangnya kurang enak gimana jadi istri Mahendra"
"Paling uang yang digunakan untuk modal jualan juga uang Mahendra"
"Masak sudah punya usaha dan cari modal sendiri masih aja nyuruh nyuruh suaminya kerja"
Ketus ibu Liana.
Pada saat itu Liana mendengar jelas apa yang dikatakan oleh ibu Hindun sang mertua. Liana menangis sambil merapikan tempat tidur, seharusnya dulu ditoko itu diberi kamar tidur, kamar mandi dan dapur. Agar Liana, Mahendra dan Dion anaknya bisa tinggal disana dan tidak serumah dengan kedua mertuanya.
Tapi ekspektasinya sangat berbeda dengan apa yang dipikirkan oleh ibu Hindun. Liana harus mondar mandir ke beberapa bank agar pengajuan proposal permodalan berbentuk pinjaman diberikan oleh bank. Dan tanpa sepengetahuan kedua mertuanya Liana telah memasukkan surat rumah milik bapaknya yang ada di kota.
Liana menangis tanpa suara, air matanya berlinang membasahi pipi. Tanpa disadari omongan sang mertua begitu menyayat hati. Ibu Hindun tidak pernah berfikir bahwa Mahendra tidak memiliki keunggulan sama sekali dalam bidang bisnis dan manajemen.
Kemampuan berfikir pun jauh dibawah kecerdasan otak Liana.
Akhirnya Liana memutuskan untuk mengambil apa yang pernah ditawarkan oleh salah satu bank yang menjadi anggunan dana di toko Mahendra.
Liana memang sangat cerdas dalam hal mengelola keuangan, tapi sang suami Mahendra tidak mengetahui kemampuan yang dimiliki Liana meski Liana hanya tamatan SMK.
Beberapa menit Mahendra dan Dion pulang dari warung dan didapati ibu Hindun lagi makan buah di ruang tamu.
"Lho kamu keluar sama Dion doang" tanya ibu Hindun pada Mahendra.
"Iya Bu, Liana lagi beres beres kamar" jawab Mahendra sambil menuju kamar.
Mahendra melihat mata Liana sembab seperti habis menangis. Mahendra
Menyuruh Dion agar duduk di kursi dan Mahendra menghampiri Liana.
"Ada apa sayang... "
"Jangan menangis lagi"
"Aku tau aku tidak pernah mampu ngebahagiain kamu"
Rayu Mahendra pada Liana.
Liana menatap suaminya lekat lekat, mungkin Liana sangat bodoh mencintai lelaki yang otaknya masih mau dipengaruhi oleh ibunya.
Liana pun mengatakan sesuatu yang membuat Mahendra sangat malu pada dirinya sendiri.
"Mas"
"Aku mau bilang"
"Kamu gak usah kerja ke bapak haji Rahmad "
"Aku masih sanggup menghidupi keluargamu dan keluarga kita''
"Aku sakit mas"
"Waktu dengar kamu ada niatan kerja"
"Tapi ibumu seolah kamu gak perlu kerja''
"Aku juga wanita normal mas"
"Yang ingin dinafkahi oleh suami''
"Kalau kondisimu cacat atau sakit parah"
"Aku harap maklum mas"
"Tapi kamu sehat bugar mas"
"Jangan mengandalkan aku terus meski aku bisa menghasilkan uang jutaan dari hasil permutaran modal hasil pinjaman mas"
Liana berkata sangat lirih dan akhirnya Liana pun menangis.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 94 Episodes
Comments