Born To Love You
Prolog
Harusnya ini hanya menjadi kisah persahabatan yang murni dan indah.
Kami bertiga tidak bisa terlepaskan satu sama lain meskipun status sosialku jauh dibawah mereka, tapi mereka memperlakukanku sama.
Ada Zeno yang sedikit pendiam dan terkesan dingin tapi sikapnya hangat dan kadang cerewet hanya ketika sedang bersama ku dan juga ada Andy yang ceria tapi ceroboh, dan aku Anna si galak yang selalu mengomel, hehe.
Mereka kadang menjuluki sebagai ibu mereka yang hilang meskipun begitu sikap posesif mereka memberikanku perasaan dilindungi seorang ayah yang tidak pernah aku rasakan. Kami melengkapi satu sama lain.
Sejak lama bahkan dalam masa tersulit sekalipun, mereka tetap selalu ada untukku karena itu aku berjanji akan menjaga persahabatan ini agar tetap murni selamanya.
Seandainya saja bisa semudah itu….
Pada kenyataannya kehidupan ini tidak bisa di tebak, hari ini mungkin teman, tapi besok bisa jadi asing.
***
"Gimana?" tanya Zeno saat Anna baru saja keluar dari dalam toilet sekolah. Kehadirannya membuat Anna terkejut apalagi ekspresinya lebih dingin daripada biasanya.
Kondisi sekolah masih sangat sepi karena Anna dan Zeno sengaja datang sebelum jam enam pagi, hal yang tidak pernah mereka lakukan sebelumnya, tapi hal ini mendesak, meskipun begitu Anna tidak bisa menjawab pertanyaan Zeno.
Gadis itu takut jika sampai ada yang melihat.
"Ada CCTV," gumam Anna pelan, rasanya aneh karena ia tidak pernah membayangkan akan berada di posisi seperti ini terlebih dengan Zeno, salah satu sahabat terbaiknya.
Zeno kemudian menarik tangan Anna dan menggandengnya menuju taman belakang sekolah yang sepi dan masih sedikit gelap karena matahari belum meninggi.
Rumornya di sini banyak hantu, tapi bukan itu yang membuat Anna risau melainkan karena Zeno yang berdiri dihadapannya sambil melipat kedua tangannya di dada. Ekspresinya terlihat tidak sabaran.
"Mana? Gue mau liat," pinta Zeno sambil mengulurkan tangannya meminta sesuatu yang Anna sembunyikan di dalam sakunya dan sudah terbungkus tissue.
"Gak perlu liat," tolak Anna. Gadis berambut panjang itu bahkan tidak sanggup menatap wajah Zeno.
Malu dan takut bercampur jadi satu. Anna tidak tahu harus bagaimana sekarang? Situasi ini membuatnya sulit bernafas.
"Jangan buat gue jadi lelaki gak bertanggungjawab, Na!" Zeno melangkah satu langkah lebih dekat membuat Anna refleks bergerak mundur.
"Bukan begitu, Zen. Gue... maksud gue semuanya diluar kendali kita, Lo gak perlu terbebani," jawab Anna terbata-bata. Susah payah ia memberanikan diri menatap kedua mata Zeno yang tajam.
Namun, Zeno malah terlihat semakin tidak senang. Tangannya bahkan sudah berada diantara kedua lengan Anna dan mencengkram cukup erat.
"Tapi gue udah ambil keperawanan loe, Anna!" ucap Zeno dengan suara tertahan, tapi penuh penekanan. Tanpa terasa air mata Anna menetes. Kenyataan itu membuat mereka frustasi.
"Tapi persahabatan kita?"
"Hubungan kita udah gak mungkin sama lagi kaya dulu, Na...." Zeno kembali bicara.
Hening menggantung di udara. Udara pagi yang terasa dingin, kalah menusuk dari kenyataan yang harus mereka hadapi karena kesalahan orang lain.
Rasanya hampir tidak bisa bernafas. Anna ingin kabur dari situasi ini seandainya hari itu Zeno tidak pernah menyelamatkannya.
>>> Flashback <<<
Sore yang cerah, sudah sejak beberapa tahun belakang ini, bahkan mendung juga terasa cerah bagi Anna setelah ia dan ibunya berhasil lepas dari jeratan ayahnya yang seperti monster jika sedang mabuk dan tidak sungkan untuk memukuli mereka, tapi itu dulu karena berkat bantuan dari ayahnya Zeno, mereka akhirnya bisa hidup dengan damai sekarang.
"Andy mana?" tanya Anna saat Zeno datang sendirian ke taman tempat mereka biasa berkumpul.
"Agak telat katanya."
"Kebiasaan deh dia," gerutu Anna cemberut, Zeno hanya tersenyum dan mendorong ayunan yang di duduki oleh Anna.
"Mendung-mendung gini enaknya makan," usul Anna yang kebetulan merasa lapar.
"Mau makan apa?" tanya Zeno yang kini sudah duduk di ayunan disebelahnya dan ikut mengayunkan dirinya, bagi anak usia 17 tahun seperti mereka, bermain ayunan hingga tinggi-tinggi adalah hal yang menyenangkan dan tentunya sambil memikirkan makanan apa yang mau mereka santap.
"Mau makan apa?" tanya Zeno sekali lagi karena Anna tidak menanggapi pertanyaannya sebelumnya.
"Terserah," jawab Anna yang tidak dapat menemukan makanan apa yang ingin ia makan.
"Seblak mau gak?"
"Gak ah, sariawan yang kemarin aja baru sembuh masa mau makan pedes lagi."
"Bakso?"
"Kebanyakan kalorinya, tar gue tumbuh ke samping bukan ke atas."
"Steak?"
"Terlalu mewah, Zen…"
Zeno hanya bisa mendorong ayunan lebih kencang lagi agar rasa kesalnya berkurang, Anna selalu saja seperti itu kalau soal makanan. Ngeselin!
"Kalau mie ayam gimana?"
"Gak ada tukang mie ayam di sekitar sini."
"Martabak gimana?"
"Martabak yang enak bukanya malem, kan?"
Lagi-lagi Zeno hanya bisa menghela napas kesal. "Sosis bakar?"
"Zen, lo kan tau gue gak doyan sosis."
"Ya udah, gak usah makan sekalian!"
"Lah kok gitu sih? Tega banget sama sahabat perempuan lo satu-satunya yang cantik jelita ini?"
"Muntah disini boleh gak sih?"
Anna hanya tertawa sambil melihat wajah kesal Zeno, yang hampir frustasi menghadapinya. Siapa suruh ia bertanya padahal dikasih makan apa saja dia akan langsung memakannya.
"Jadi mau makan apa gak nih?" tanya Zeno sekali lagi dengan tidak sabar.
"Mau, Zen… laper dikit."
"Ya udah, cepet bilang mau makan apa?"
"Apa ya?"
"Jangan kelamaan mikir tar gue gak jadi traktir!"
"Ish, pelit!"
"Bodo amat!"
"Buruan, Na," keluh Zeno lagi tapi kali ini ia sudah melompat dari atas ayunan dan sekarang ia sudah berhasil menghentikan laju ayunan Anna.
"Satu, dua, ti-"
"Ok, es krim!"
Es krim, satu makanan yang seharusnya tidak meluncur dari bibirnya karena gerimis tiba-tiba saja turun bertepatan dengan jawabannya, tapi Anna merasa terdesak dengan hitungan yang Zeno berikan sehingga otaknya tidak dapat berpikir dengan jernih.
"Ya udah, tunggu disini, gue beli dulu." Tukas Zeno tapi setelah memberikan topinya untuk menutupi kepala Anna agar tidak kebasahan.
"Jangan lama-lama, tar gue di culik," ucap Anna sambil mencekal pergelangan tangan Zeno dan memasang wajah memelas.
"Mana ada orang yang mau culik cewe jelek kayak lo!" sangkal Zeno sambil menekan topinya ke bawah sehingga wajah memelas Anna tertutupi.
"Ish, awas aja kalo gue sampe diculik, lo yang bakal gue teror buat minta tebusan!"
"Terserah."
Anna tersenyum melihat Zeno yang malah berlari padahal ucapannya terkesan tidak perduli, tapi ia tahu jika Zeno jelas sangat perduli padanya.
Anna kemudian menengadahkan wajahnya ke langit dan membiarkan tetesan gerimis membasahi wajahnya, udaranya dingin, tapi hatinya terasa hangat.
"Semoga hidup gue seperti ini selamanya."
Anna memejamkan kedua matanya dan merasakan tetesan gerimis membasahi wajahnya, tapi tiba-tiba saja ia merasakan seseorang membekap mulutnya lalu menariknya hingga ia terjatuh dari ayunan yang ia duduki.
Awalnya Anna mengira jika itu adalah Andy, tapi tangan besar itu jelas bukan milik Andy. Ia mencoba meronta untuk melepaskan diri tapi pria itu sangat kuat dan menyeretnya menjauh dari taman ke dekat hutan yang sepi.
"Tenang dong, cantik... Om udah bayar ayah kamu mahal di penjara, katanya kalau Om udah bebas bisa menikmati tubuh putri kecilnya."
***
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 29 Episodes
Comments