Chapter 5

Pagi menjelang siang hari ketika Lucky terbangun, Ashila sudah tidak ada di rumah. Gadis itu sudah berangkat ke tempat kerja sejak pagi tadi. Lucky tak menyangka akhirnya dirinya bisa tidur juga di atas sofa sederhana seperti ini, ini memang pertama kalinya bagi pria itu.

Meski Ashila meninggalkan Lucky sendiri di rumah, gadis itu sama sekali tak menelantarkan pria yang jadi tanggung jawabnya sekarang ini. Sebelum pergi, Ashila sudah menyiapkan segala kebutuhan pribadi plus semua permintaan Lucky semalam.

Baju ganti untuk Lucky sudah Ashila belikan beberapa potong. Ya, meski itu hanya kaos biasa yang mungkin harganya tak seberapa. Sarapan roti tawar plus susu sudah tersedia di atas meja. Tak lupa stok air mineral berkualitas di kulkas sudah Ashila penuhi juga. Di kamar mandi juga sudah tersedia peralatan mandi untuk Lucky, sabun cair antiseptik sesuai permintaan pria itu, juga sikat gigi khusus untuknya. Ashila meletakkan sikat gigi untuk Lucky di samping sikat giginya sendiri, tentu saja, tak lupa ia beri tanda dengan meninggalkan catatan kecil di sana agar Lucky tahu mana miliknya dan mana milik Ashila.

Catatan kecil dengan sticky note tak hanya Ashila tinggalkan di tempat sikat gigi. Di pintu kulkas pun sudah penuh dengan tempelan kertas-kertas kecil itu dengan berbagai pesan, juga ada di beberapa perabot rumah. Ini Ashila gunakan untuk mempermudah Lucky ketika akan menggunakan perabot rumahnya atau mencari letak sesuatu. Benar-benar saking niatnya gadis itu sampai-sampai menuliskan setiap pesan dengan detail. Mungkin saja Ashila sudah menyiapkan itu semua sejak pagi buta atau bahkan mungkin sejak semalaman.

Membelikan segala keperluan dan permintaan Lucky tentu membuat Ashila mesti menghabiskan uang tak sedikit. Namun, bagaimanapun ia pikir tak masalah sebab ini memang bentuk tanggung jawabnya. Setidaknya yang terpenting Lucky tak memperpanjang masalah kecelakaannya dan membuat Ashila berakhir berurusan dengan polisi.

***

Sampai tengah hari, Ashila belum juga pulang ke rumah. Memang jam kerja gadis itu sampai sore hari. Bahkan, kalau ia sedang kebagian lembur, bisa sampai hampir tengah malam seperti kemarin. Ditinggal sendirian di rumah membuat Lucky merasa bosan. Acara televisi yang ia tonton sama sekali tak menghiburnya. Apalagi, penampakan televisi di rumah Ashila yang berukuran kecil tak seperti yang biasa dilihatnya, juga gambarnya tak sejernih televisi-televisi mahal pada umumnya.

“Ashila kapan pulangnya? Apa masih lama? Apa dia bakal balik kerja semalem kayak kemarin? Ah, bosen banget sendirian di sini. Mending aku jalan-jalan keluar aja lah. Itung-itung sambil ngelatih kaki aku biar terbiasa jalan pake kruk ini,” gumam Lucky sendiri.

Lucky menutup rapat pintu rumah Ashila. Pria itu dengan perlahan mulai berjalan keluar tetap dengan kruknya. Ya, meski rasanya ‘pe-er’ sekali mesti menuruni tangga rumah susun yang cukup panjang itu, tapi Lucky tetap melakukannya. Ia lebih tak suka kalau harus terjebak bosan berjam-jam di rumah. Lucky berniat berjalan-jalan di sekitar komplek rumah susun Ashila saja. Bagaimanapun ia tak mungkin jalan-jalan lebih jauh karena Lucky saat ini hanya berjalan kaki. Ya, hanya di sekitaran, sembari ia ingin melihat-lihat ada apa saja di lingkungan tempat tinggalnya saat ini.

Lucky terus berjalan dengan tertatih, menyeimbangkan diri dengan bantuan kruk. Di sekelilingnya, ia bisa melihat beberapa pertokoan, juga ada taman yang tak jauh dari sana. Pria itu tertarik melihat-lihat lebih jauh lagi.

Terus berjalan membuat Lucky tak sadar sudah seberapa jauh dirinya dari rumah Ashila. Dan sepertinya, pria itu lupa jalan untuk pulang.

Beruntung, ia bertemu dengan seseorang yang cukup mengenal Ashila. Ashila memang cukup dikenal oleh beberapa warga sekitar karena gadis itu benar-benar ramah pada siapa pun. Belum lagi, Ashila selama ini juga sering mengantarkan paket-paket beberapa warga itu.

“Jadi, Mas ini saudara jauhnya Mbak Ashila?” tanya seorang pria paruh baya yang tak sengaja berjumpa Lucky dalam keadaan kebingungan.

“I-iya, Pak. Saya tinggal sama Ashila sekarang. Baru semalam tepatnya, dan saya sekarang lupa jalan kembali ke sana.”

“Maksud Mas ini bener Mbak Ashila Shannon yang tinggal di rumah susun, yang kurir pengantar paket itu, kan?”

“Ah, ya. Dia, Pak.”

“Mas gak coba hubungin Mbak Ashila dulu? Apa dia masih kerja sekarang?”

“Saya gak ada ponsel, Pak.”

“O begitu. Ya udah, Mas, saya juga lagi repot gak bisa antar Mas pulang. Saya juga kurang tau kapan Mbak Ashila pulang. Begini, Mas tunggu di sini dulu aja, ya. Nanti saya coba telepon Mbak Ashila, biar kalo dia udah selesai kerja, dia bisa jemput Mas kemari.”

Lucky menurut saja. Ia menunggu di pertokoan milik pria paruh baya itu sampai Ashila nanti pulang dan menjemputnya.

Selang beberapa waktu kemudian, Ashila mendapatkan telepon dari Pak Santo, pria paruh baya yang menemukan Lucky di jalanan tadi.

“Apa? Saudara jauh, Pak? Tapi saya gak punya saudara jauh,” sahut Ashila heran karena dirinya memang sebatang kara. Saudara dari mana?

“Loh, tapi katanya bener, Mbak. Dia sekarang tinggal sama Mbak Ashila. Masa' Mbak lupa sama kerabat sendiri? Ah, tadi dia bilang namanya Mas Lucky.”

Ashila menepuk jidat sambil masih tersambung dengan Pak Santo lewat telepon. Gadis itu bahkan hampir melupakan kalau ada Lucky yang tinggal bersamanya sekarang. Ya, dia tentu hanya bisa mengaku sebagai saudara jauh Ashila untuk menghindari pertanyaan-pertanyaan aneh para warga. Tapi, yang Ashila tak habis pikir, mengapa pria itu bisa sampai ke tempat toko Pak Santo? Sungguh merepotkan saja.

“Astaga, oh iya maaf, Pak. Dia memang tinggal sama saya sekarang.”

“Nah kan, Mbak ini kayaknya kurang minum atau kecapekan kerja sampe lupa sama saudara sendiri.”

“Hehe, maaf Pak Santo. Tapi, kok dia bisa sampe ada di toko Bapak?”

“Tadi saya ketemu dia di jalanan kayak orang bingung. Waktu saya tanya, katanya dia lupa jalan pulang, dia juga sebut nama Mbak. Makanya saya ajak nunggu dulu di toko saya.”

“Oalah. Oke, makasih Pak Santo. Saya sebentar lagi selesai kok, Pak. Nanti saya langsung jemput Lucky ke sana.”

“Oke, Mbak. Ditunggu, ya.”

Ashila mengembuskan napas panjang setelah menutup teleponnya.

“Hahh, Lucky... baru juga sehari udah bikin repot begini. Sabar Ashila, yang sabar, ya,” ujarnya menenangkan diri sendiri.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!