Yeni tak mau sedih berlarut-larut. Setelah membersihkan lantai dengan dipel, dia memasak lagi makanan yang lebih enak. Yeni tidak mau kendor dalam berbakti kepada suami. Apa pun perlakuan Eros terhadap dirinya akan dihadapinya dengan sabar.
Setelah tugas rutin itu selesai, dia ganti kerja membuat kue kering yang dijual dengan dititipkan ke warung dan toko kue terdekat.
Peminat kue buatan Yeni sebenarnya makin banyak. Karena rasanya enak dan renyah. Penghasilannya kian hari makin naik. Uang hasil dari jerih payahnya itu lumayan bisa digunakan untuk membeli kebutuhan sehari-hari dan sisanya di tabung.
Sendirian Yeni berkutat mengerjakan pembuatan kue roti kering tanpa pembantu. Dimulai dari membuat adonan, mencetak adonan menjadi bulatan-bulatan atau balok-balok kecil. Kemudian dimasukan ke dalam open. Setelah matang dimasukan ke dalam toples kecil.
Hingga sore hari dia berhasil membuat roti kering itu sampai 10 toples. Keringat bercucuran di seluruh badannya. Namun tidak ia rasakan hal itu. Ia mengerjakan semuanya sendirian dengan senang hati.
Rasanya capek sekali setelah seluruh pekerjaan itu selesai. Maklum ia bekerja sejak dari selesai solat Subuh. Istirahat bila tiba waktunya solat Duhur dan Asar. Saking sibuknya kadang sampai lupa makan siang. Badannya yang dulu berisi dan seksi, kini menyusut sekian kilogram.
Tepat pukul 17.00 Yeni pergi mandi. Badan menjadi segar kembali. Usai mandi dan mengenakan gaun santai, ia rebahan di kasur. Kedua matanya menatap langit-langit, menerawang suaminya di kantor sedang sibuk bekerja. Yeni tidak pernah curiga kepada suaminya. Walaupun suaminya terang-terangan sering memuji Dista tetangga depan rumah.
"Dista itu gadis yang rajin seperti kamu. Mencuci baju sendiri, memasak sendiri, tapi tak pernah kendor semangatnya. Padahal dia termasuk wanita yang sibuk bekerja di kantor," kata Eros suatu hari.
Lalu pada hari yang lain Eros memuji lagi dengan menambahkan kalimat yang kurang enak didengar oleh Yeni; "Kenapa kamu tidak bisa seperti dia??"
Ya. Yeni memang sama dengan Dista, yaitu sama-sama wanita yang mengenyam pendidikan tinggi hingga lulus sarjana. Yang tidak sama adalah nasibnya. Dista beruntung memiliki pekerjaan kantoran. Sedangkan Yeni cuma ibu rumah tangga biasa.
"Kalau aku disuruh bekerja di kantor seperti Dista ya sulit, Mas. Karena kesempatanku sudah terbuang hampir dua tahun hanya untuk mengurus rumah tangga."
"Itu karena kesalahanmu sendiri. Kenapa ketika lulus sarjana dulu tidak langsung mendaftar sebagai pegawai?" Eros tidak memberikan solusi malah menghujat Yeni.
"Bagaimana saya bisa mendaftar. Karena setelah lulus langsung Mas nikahi. Kemudian Mas memintaku untuk menjadi ibu rumah tangga yang baik, hemat dan rajin mengurus rumah," tidak ingin sebenarnya Yeni mengungkapkan kekesalan hatinya itu.
"Tapi saya tidak melarangmu menjadi pegawai. Harusnya kamu seperti Dista itu. Walaupun rajin mengurus rumah tapi dia bisa sebagai pekerja kantoran. Hidupnya terpandang. Dan disegani oleh para wanita di kamplek perumahan ini.
"Karena dia masih sendirian, Mas. Masih banyak waktunya untuk kegiatan ini itu. Sedangkan aku...," Yeni tak berani melanjutkan kalimatnya takut menyinggung perasaan suaminya lagi. Seperti waktu salah ucap dengan mertuanya.
Dan benar perkiraannya itu. Suaminya merasa tersinggung dengan kalimatnya yang polos itu.
"Sedangkan kamu kenapa? Lanjutkan kalimatnya kalau berani. Kamu ingin mengatakan bahwa kamu tidak sempat melamar pekerjaan karena sibuk mengurus aku dan adikku, kan? Itu yang ingin kau katakan bukan?!"
Plak!!!
Yeni ditampar oleh tangan suaminya yang bulat dan kekar itu. Pipi Yeni yang putih mulus itu pun langsung berubah merah.
Selain itu Yeni dikatain sebagai istri yang tidak ikhlas mengurus suami. Semua yang dikerjakan di rumah dari subuh hingga sore itu hari karena terpaksa. Pamrih supaya dianggap sebagai istri yang solekhah.
Yeni merasa serba salah. Apa pun yang dia kerjakan dan ucapkan tidak ada yang benar di mata Eros. Itu dirasakan oleh Yeni setelah ibu mertua tersinggung akibat persoalan yang sepele. Karena dia mengucapkan kalimat yang seolah tidak mau lagi dibantu oleh orangtua eros. Karena sudah mampu menghasilkan uang sendiri dengan berjualan kue.
Kedua mata Yeni basah mengingat semua kejadian itu. Lalu buru-buru dilap dengan kain daster yang ia kenakan. Jangan sampai Eros tahu dia sedang menangis. Nanti bisa muncul praduga yang memicu pertengkaran lagi.
Bubaran kantor biasanya pada pukul 17.00. Setelah itu Eos sampai di rumah 30 menit kemudian. Karena letak kantor tidak begitu jauh.
Maka Yeni bergegas menyiapkan makan malamnya di meja dengan rapih.
Tetapi sampai pukul 19.00 Eros belum juga pulang. Yeni akhirnya pergi dulu ke kamar mandi untuk mengambil air wudlu. Lalu ia cepat-cepat kembali ke kamar untuk menjalankan solat Isya.
Tepat ketika Yeni sedang solat terdengar suara mesin motor eros datang. Yeni mendengarnya. Tetapi saat itu dia sedang menjalankan solat baru tiga rokaat. Kurang satu rokaat. Tanggung untuk segera lari ke depan membukakan pintu.
Setelah selesai empat rokaat dan salam, Yeni langsung lari ke depan dengan masih mengenakan mukena. Saat itu Eros sudah menggedor-gedor pintu dan berteriak memanggil namanya dengan kasar.
"Lama sekali budek!" bentak Eros sambil mendorong daun pintu keras-keras hingga membuat Yeni terjengkang jatuh ke belakang.
"Astagfirullah..., sabar dong, Mas," cuma itu yang diucapkan Yeni sambil merangkak bangun dari lantai.
"Sediakan aku air panas untuk mandi," ucap Eros setelah Yeni menyalami dan mencium tangannya.
Yeni cepat melangkah ke dapur. Menghidupkan kembali kompornya yang sudah dipadamkan setekah merebus air. Karena Eros belum juga pulang. Akhirnya air yang sudah mendidih menjadi dingin lagi.
"Sudah kau tuangkan air panasnya?" tanya Eros ketika keluar dari kamar untuk bersiap mandi.
"Belum, Mas. Baru saja saya panasi lagi," jawab Yeni ketakutan.
"Sini kamu duduk!" Bentak Eros.
"Ya, Mas." Yeni mendekat tapi was-was.
Tapi akhirnya Yeni mau duduk juga dengan perasaan tidak karu-karuan.
"Saya mau tanya sebenarnya kamu itu mau tidak bekerja di kantor?" tanya Eros dengan pandangan menyelidik.
"Kenapa sih saya harus bekerja di kantor, Mas. Bukankah nanti malah repot. Waktu saya akan tersita di kantor, rumah tidak terurus, saya tidak bisa melayani Mas Eros lagi dengan baik," jawab Yeni panjang.
"Kamu itu kalau bicara selalu saja banyak kata. Ini yang menyebabkan Mama jadi marah kepadamu. Tinggal dijawab saja kamu mau tidak bekerja di kantor!" Eros membentaknya.
"Iya mau, Mas. Tapi perlu Mas ketahui dulu konsekuensinya kalau saya bekerja di kantor. Waktu saya akan lebih banyak berada di kantor. Berarti ada sekitar delapan jam saya meninggalkan pekerjaan rumah. Saya takut nanti malah Mas tidak terurus dan Mama jadi tambah benci kepadaku."
"Cerewet amat sih kamu. Ini demi kebaikan kamu juga. Kamu nantinya tidak akan dipandang sebelah mata lagi oleh tetangga. Dengan bekerja di kantor harga dirimu akan baik. Kamu akan sejajar dengan Dista. Sebagai wanita yang dihormati."
"Saya tidak berpikir kesitu, Mas. Apalah artinya diri saya ini dihormati, tetapi di dalam rumah tangga saya mengabaikan tugasnya sebagai istri."
"Sudah jangan berpikir yang ribet dulu. Kamu masih punya waktu mengurus rumah pada pagi sebelum berangkat kerja dan sore sepulang kerja," saran Eros tanpa berpikir bahwa Yeni adalah wanita biasa, yang tenaganya sangat terbatas.
"Apakah ada kantor yang membuka lowongan, Mas?" Akhirnya Yeni membuka diri untuk menerima tawaran Eros. Daripada suaminya itu nanti memukulnya.
"Kalau kamu mau besok pagi ikut aku ke kantor. Kebetulan ada lowongan sekretaris. Masih sesuai dengan ijazahmu. Dan lagi pimpinan sudah memberikan lampu hijau kepadaku untuk diajukan saja lamarannya."
Tiiiiiiiith
Ceret di kompor memberi tanda air sudah masak. Bergegas Yeni lari ke belakang dan menyiapkan air panas di kamar mandi untuk suaminya.
Bersambung
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 49 Episodes
Comments