"Saudara Nalendra Widiyanto, saya nikahkan dan kawinkan engkau dengan putri kandungku, Ayara Dahayu dengan mas kawin 20 gram emas dan seperangkat alat sholat dibayar tunai!" Galuh mengucapkan kalimat ijab.
"Saya terima nikah dan kawinnya Ayara Dahayu binti Galuh Permana dengan mas kawin tersebut tunai!" Nalendra membalasnya dengan kalimat Qabul dalam sekali tarikan nafas.
"Bagaimana para saksi?"
"Sah!"
"Sah!"
"Sah!"
Doa dipanjatkan. Ayara diam-diam melirik Nalendra yang kini telah menjadi suaminya. Tak menyangka bahwa ia telah menikah dengan seorang pria buta. Nalendra tampak menengadah kedua tangannya lalu mengusap ke wajah begitu doa selesai. Egonya menolak. Namun, hatinya tak bisa berbohong. Ayara … senang.
Bianca menginterupsi Nalendra untuk mengulurkan tangannya. Dan Ratih menyuruh Ayara untuk menyambut uluran tangan itu. Nalendra sedikit menjengkit kala merasakan sesuatu yang hangat menyentuh punggung tangannya.
Tak lupa menandatangani buku nikah mereka. Meskipun terburu, mereka menikah secara resmi, dicatat di negara dan agama.
Bianca membimbing Nalendra untuk memakaikan cincin pada jari manis Ayara.
Ekspresi Ayara sedikit suram dan sedih melihat jari manis yang tersemat di jarinya.
Acara pernikahan itu dilangsungkan secara sederhana di kediaman Galuh dan keluarga. Satu minggu setelah kecelakaan itu terjadi.
Dalam acara, selalu saja ada yang berkomentar pedas dan julid. Acara pernikahan mereka pun tak terkecuali. Ada beberapa kerabat yang menggunjing mengapa Ayara yang cantik mau menikah dengan Nalendra yang buta. Ya meskipun tampan, namun tak bisa melihat, kan jadinya minus. Rasanya tak cocok bersanding.
Nalendra jelas-jelas mendengar. Namun, tak ada bantahan atau riak tersinggung dari Nalendra. Pria itu diam saja dengan ekspresi datar. Ayara jadi kesal sendiri. Dia pikir suaminya jadi lemah dan merasa rendah diri karena buta. Ayara tak suka dengan itu!
"Meskipun suamiku buta, dia lebih baik dari banyak pria di luar sana! Dia tidak memandang kecantikanku, tidak pula akan memandang wanita-wanita di luar sana! Lagipula, aku yang menikah bukan kalian atau anak kalian. Aku tidak merugikan kalian mengapa kalian yang sibuk mengomentari pernikahanku?!"
"Ya tidak begitu juga, Ayara. Kami hanya mengkhawatirkan kehidupan pernikahanmu kelak. Suamimu itu buta, bagaimana bisa mencari nafkah untukmu?"
"Memang kalian pikir aku tidak bisa mencari nafkah? Tolong jangan berpikiran sempit! Aku mampu untuk membiayai rumah tanggaku!"ketus Ayara.
"Memang kamu mampu. Tapi, kan tetap saja mencari nafkah adalah kewajiban suami. Jika istri yang mencari, apa gunanya suami? Modal tampan tidak akan bisa mengenyangkan perut, Ayara!" Tetap saja membandel. Ayara semakin kesal. Memang kalau sudah julid, tak ada yang benar di matanya. Pikirannya pun jadi sempit. Ya, meskipun terkadang beberapa hal adalah kebenaran.
Nalendra terkekeh mendengar keributan itu. Meskipun ia tidak bisa melihat, yakin bahwa mereka dilihat oleh orang tua dan tamu. "Kamu kenapa tertawa? Senang diejek mereka?"
Nalendra menggeleng. "Maaf sebelumnya. Memang saya buta. Tapi, saya mampu untuk membiayai kehidupan pernikahan saya. Kemudian, wajah saya yang dianggap tampan ini bisa kok mengenyangkan perut. Saya bisa jadi model. Lalu kata teman-teman sekolah saya dulu, suara saya bagus, bisa jadi penyanyi." Berkata dengan tenang. Menunjukkan kemampuan dirinya bukan latar belakang keluarganya. Padahal, jika ia tidak bekerja, keluarganya dengan suka rela membiayai dirinya, memenuhi kebutuhannya karena sebagian besar harta Widi akan jatuh pada Nalendra.
"Terimakasih kasih telah mengkhawatirkan kehidupan pernikahan kami," imbuh Nalendra kemudian. Tangannya meraba, mencari lalu menggenggam tangan Ayara.
"Kalian dengar ini!" Widi berseru.
"Nalendra adalah bagian dari keluarga Pranaja! Barang siapa yang berani mengejek dan menghina anak dan menantuku, kalian akan berharap dengan Pranaja!!"tegas Widi.
*
*
*
Acara pernikahan mereka telah selesai.
"Kamu yakin, Nak?" Bianca menyentuh lengan Nalendra. Nalendra mengangguk singkat.
"Mama nggak tenang kalau kamu tinggal berdua saja sama Ayara. Lebih baik tinggal sama Mama dan Papa saja, ya?"bujuk Bianca yang dibalas gelengan Nalendra.
"Ada Bibi di rumah. Nggak perlu khawatir. Kami akan baik-baik saja."
Bianca mengesah pelan. Putranya ini memang keras kepala. Widi tak mau ikut campur, takut malah semakin panas. Bianca lalu menatap menantunya, berharap dapat membujuk. Ayara tersenyum kikuk. Bujukan Bianca saja tidak digubris apalagi bujukan dirinya yang baru memasuki kehidupan Nalendra. Atensi Bianca berpindah pada Nalan dan Nalin. Kakak beradik itu juga menggeleng pasrah. Watak Nalendra keras, sekali final keputusan, sulit diganggu gugat.
"Ya sudah. Kalian hati-hati, ya? Sering-sering hubungi Mama, okay?" Pada akhirnya menyerah. Nalendra tidak menjawabnya.
"Iya, Ma." Ayara mewakilkan jawaban Nalendra. Sedikitnya, ia paham bahwa suaminya tidak begitu akur dengan keluarganya. Entah karena apa karena seingatnya dahulu, Nalendra sangat dekat dengan Widi.
Mungkin karena ada orang ketiga. Begitulah pikir Ayara.
"Kamu bisa bawa mobil?"tanya Nalendra pada sang istri.
Sedikit terkekeh, Ayara menjawabnya. "Kamu lupa ya? Kan aku nabrak kamu pakai mobil."
"Oh."
Suara mencembik. Tak ada perubahan ekspresi. Suaminya kaku ya?!
"Ini, bawa mobilku." Nalendra menyodorkan kunci mobil ke arah Ayara, berbekal pendengarannya untuk menentukan posisi Ayara.
"Jadi, minusmu hanya buta, ya?"celetuk Ayara lagi. Yang ia tangkap, tanpa bekingan keluarga, Nalendra sudah mapan. Sepeda motor milik Nalendra kemarin harganya mahal lalu mobilnya juga mewah. Sedikit meminimalisir penyesalannya.
Mereka lantas berpamitan. Nalan membantu Nalendra masuk ke dalam mobil. Nalendra menyebutkan alamat rumahnya. Lalu, maps di mobil akan memandu Ayara. Sepanjang perjalanan, Nalendra memejamkan matanya.
Sesekali Ayara melirik Nalendra. Ketampanan di masa kecil semakin menjadi kala semakin dewasa. Sesekali pula ia berdecak. Andai kata mereka tak loss kontak, mungkin Ayara setiap hari akan terpesona dan jatuh cinta pada Nalendra.
Sayang, Nalendra buta. Tak bisa melihat kecantikan Ayara. Sayang pula, pertemuan mereka terlambat.
Maka kita akan melihat siapa yang akan menang. Lagipula Ayara tak yakin jika orang setampan Nalendra tak punya pacar. Pasti mengantri, kan?
Memikirkan itu, suasana hati yang tadinya cukup baik tiba-tiba memburuk. Jika Nalendra punya pacar, artinya ia merebut bukan?
Ahhh … apa kata dunia jika Ayara yang cantik paripurna merebut pacar orang?! Dijadikan suami lagi?!
Merasakan aura tak nyaman dari Ayara, Nalendra membuka matanya. "What's up?"tanyanya serak.
"Eh? Mengapa bangun?" Ayara terkejut. Syukurlah Nalendra buta, jadi tak melihat ekspresinya yang sangat cepat berubah.
"Tidak nyaman."
Nalendra peka. "Jika ada yang mau dibahas, bahas di rumah saja. Sudah sampai mana sekarang?"
"Kurang tahu. Di maps tinggal 3 kilometer lagi baru sampai rumah," sahut Ayara.
"Oh." Nalendra hanya bisa menerka di mana sekarang. Lalu kembali memejamkan matanya.
Janji orang tua itu sakral, ya? Meskipun Mama Novi sudah tidak ada, kami juga sudah loss kontak belasan tahun, tetap dipertemukan dalam ikatan pernikahan. Aku nggak tahu harus bersikap bagaimana sama Nalen. Bersikap sebagai istri atau bagaimana. Aku juga belum mengenal betul karakternya. Aku takut dia bermuka dua. Cinta aku juga masih sama Aaron.
Ya Tuhan, berikan aku petunjukmu. Aku memang badung tapi aku lebih takut padamu. Maafkan aku ya, Tuhan. Aku janji nggak akan nakal lagi.
Ayara pikir tak masalah ia mencoba masuk ke dalam bar. Mencoba minuman alkohol bersama circle SMA nya dulu. Toh, dia sudah dewasa dan punya kontrol diri. Sayang, kepercayaan dirinya dan pikiran tak sehatnya membawa naas mengantarkan dirinya mengarungi mahligai pernikahan.
Lalu mereka tiba di rumah Nalendra. Perumahan Bumi Asri, disitulah letak rumah Nalendra. Rumah berlantai dua dengan gaya minimalis, sangat cocok untuk anak muda atau pasangan yang baru menikah. Disambut oleh Bi Lina, pembantu rumah tangga di sini.
Obrolan singkat dan dilanjutkan dengan obrolan serius. Jantung Ayara berdetak lebih kencang saat Nalendra mengatakan hal yang berkaitan dengan kecemasannya hati.
"Aku punya pacar."
Atensi Ayara lekat menatap Nalendra, menanti kelanjutan kalimatnya. Namun, tak ada kalimat lanjutan. "Ayara?" Malah memanggil. Nalendra memastikan bahwa Ayara ada di dekatnya. Ayara yang menanti kelanjutan kalimat dan Nalendra yang menanti tanggapan Ayara.
"I-iya," gagap Ayara menyahut.
"Aku sudah menduganya. Cowok setampan dirimu mana mungkin tak punya pacar. Aku jadi semakin merasa bersalah," ucap Ayara, hatinya meradang, air mukanya tidak nyaman.
"Maaf," lanjut Ayara mencicit. Nalendra mengulas senyum tipis.
"Sudah takdir. Lagipula aku sudah putus dengan pacarku sebelum menikah denganmu."
Ayara menganga mendengarnya. Tenang dan santai, seolah putus bukan masalah besar bagi Nalendra.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 31 Episodes
Comments
raazhr_
hoalaah, aman aman🤣
2023-08-27
0
raazhr_
duh gawat nih🤧
2023-08-27
0
raazhr_
oh jadi Bianca bukan mama kandung Nalen ya?🤔
2023-08-27
0