Di sudut kota yang teduh, tersembunyi di antara pepohonan yang rimbun sebuah SMA dengan bangunan-bangunannya yang nampak kuno namun terawat dan terenovasi dengan cukup baik. Saat mentari siang menjulang tinggi di langit, sinarnya menembus celah-celah pepohonan dan menerangi halaman depan kantin sekolah dengan kilauan yang menawan.
Seperti keseluruhan komplek bangunan sekolah, kantin ini memiliki arsitektur dengan tiang-tiang tinggi khas bangunan kolonial ditambah pengaplikasian kayu di banyak sudut memberikan kesan hangat dan tradisional. Dinding kantin terbuat dari batu bata ekspose sementara jendela-jendelanya yang besar memberikan akses pemandangan indah ke luar.
Meski Ujian Akhir Sekolah telah usai, suasana di kantin ini masih penuh dengan hiruk pikuk dan aktivitas khususnya para murid kelas 12. Tawa riang anak-anak yang baru lulus bergema di udara, mengiringi langkah-langkah mereka yang berlalu-lalang. Suara sendok dan garpu yang bertemu dengan piring, menambah simfoni yang harmonis.
Sejenak, waktu terhenti di kantin itu. Seorang murid cowok berjaket coklat tipis memainkan sedotan di es teh nya yang tinggal setengah gelas, bahkan semangkuk soto pesanan di depannya belum tersentuh sedikitpun. Dengan gelagat yang lesu tatapan nya kosong jauh kedepan melamunkan angan.
"Wah tengkyu Van, pengertian banget lu sama gua...." Seorang murid dengan pipi chubby dan perawakan agak berisi pindah duduk disampingnya dan menggeser mangkuk soto nganggur itu ke depannya.
"Gila, kamu kan udah makan dua porsi No, punya ku diembat juga?" laki-laki bernama lengkap Alvan Paningal itu tersentak dari lamunannya. Menarik kembali mangkok sotonya sebelum raib tak tersisa dalam beberapa detik kedepan.
"Lagian lu ngelamun mulu, keburu dingin ntar gaenak..." ujar cowok chubby bernama Nino yang hanya berhasil menelan satu sendok kuah soto milik Alvan. "Asli dah, dikit banget porsi soto di sini," gerutunya pelan.
"Masih nge-blank aku No, ga tau mau lanjut kemana...." jawab Alvan sambil meracik beberapa sendok sambal ke hidangannya dan mulai menyantapnya.
Alvan dan Nino adalah murid kelas 12 IPA III yang juga baru saja lulus.
Di antara keramaian itu, Alvan yang berambut ikal agak berantakan terfokus ke beberapa siswa yang sibuk dengan berkas-berkas pendaftaran kuliah yang tersebar di atas meja. Mereka duduk dengan serius, mengisi formulir pendaftaran dengan hati-hati. Wajah mereka penuh dengan konsentrasi dan determinasi, karena mereka menyadari bahwa masa depan mereka terletak pada keputusan yang akan mereka buat sekarang.
Hal itu terus membuat Alvan merasa gelisah dan khawatir tentang masa depannya. Pikirannya bagai diselimuti awan hitam yang bergemuruh, dirinya hanya bisa menarik nafas panjang.
"Untuk sementara kayaknya aku ngikut omongan ibu ku deh." ucapnya tak bersemangat. "Ngotot banget nyuruh buat lanjut kuliah."
"Kalo gitu bareng gua aja Van, lanjut kuliah ke Akademi N Semarang." Nino menepuk pundak Alvan dengan simpati. Antonino Marcelino, murid pindahan dari Ibukota, teman sekelas Alvan sejak kelas 1 SMA di sini.
"Jiah, ente sih enak No, babe lu kerja di apa tuh, Perusahaan N."
"N Enterprise, Van." Nino membenarkan. "Focus on Your Future." lanjutnya sembari menginpersonate nada Iklan sebuah perusahaan IT terkemuka yang sering lewat di televisi. "Tapi emang katanya N Academy termasuk perguruan tinggi IT swata paling trending di Indo kok beberapa tahun terakhir."
Saking miripnya gimmick teman nya itu membuat Alvan menatap Nino dengan rasa mules di hati yang tak bisa dijelaskan.
"Nambah deh mimpi buruk ku satu lagi, nanti pas liat tuh iklan bakal kebayang wajah mu yang nyebelin." gerutu Alvan menyeruput es teh nya.
Nino nyengir kuda.
Alvan kembali terhanyut dalam lamunannya, membawa nya melintasi potongan-potongan memori masa lalu bersama sosok ayahnya. Ingatan itu terdistorsi, Alvan seperti tidak terlalu ingin untuk fokus mengingat detail-detail nya dengan lebih jelas.
...jika dia masih disini sekarang pasti dia akan memarahiku besar-besaran jika aku malas-malasan seperti ini dan berniat tidak melanjutkan sekolah.
"Eh, Van, link yang semalem gua kirim udah lo buka?" tanya Nino dan seketika menyentak Alvan kembali ke realita.
"Belom."
"Ah elu, lagi trending itu video...." Nino mencibir sebal.
"Kan udah dibilang, klo link ke video Yousubs ga bakal ta buka. Eman-eman kuota."
Nino menyodorkan smartphone nya dalam posisi landscape ke depan wajah Alvan. Sebuah video hitam putih dari sudut tinggi berdurasi 17 detik mulai berputar.
"CCTV?" celetuk Alvan merapat sedikit penasaran.
"Nah ini, liat Van...." Video berpindah ke kamera CCTV yang lebih dekat dengan sosok wanita yang nampak berlari menuju mobil kecil 5-seater hatchback. Dan beberapa detik kemudian...
"Anjir terpental tu cewek!" Alvan tersentak melihat sosok wanita tadi secara misterius terhempas ke arah lain. "Apaan tadi tuh?"
"Dot." jawab Nino singkat.
"Dot?" Alvan mengernyitkan alis."Eh, kamera nya pindah lagi, jauh juga sampai ujung trotoar, eh, kayak ada sesuatu ngga sih, sekarang kenapa tu cewek meronta-ronta?"
Nino tetap bungkam agar Alvan fokus menyaksikan kejadian di video itu hingga habis.
"Innalillahi, i-itu, meninggal No?"
Wanita di video berhenti bergeming, kemudian mengalir cairan;darah dari kepala nya. Video terhenti.
"Gila udah nonton berkali-kali tetep merinding gua, ini dikota sebelah lho Van."
"Ini pembunuhan misterius yang lagi rame di berita ya?"
"Ho'oh, yang lebih serem lagi, kaga keliatan pembunuhnya!"
"I-iya sih, tpi sadar ga sih No tadi, kayak ada sesuatu tapi ga keliatan...." Alvan menelan ludah. "Jangan-jangan ilmu hitam?"
"Ah, elu tipe apa-apa kalo ga bisa dijelasin langsung nyimpulin ghaib sih...." gerutu Nino menatap sinis. "Netizen aja udah banyak yang berteori, dari cucoklogi sampai saintifik, paling rame dan paling logis sih teori yang soal Dot."
"Dat dot dat dot apaan, yang buat bayi?" Alvan mencibir tidak paham. Dia melahap suapan terakhir soto nya.
"Jadi Dot itu makhluk tak kasat mata dan HANYA bisa dilihat oleh beberapa orang aja."
"Bukannya sama aja kayak orang indigo lihat setan yak, itu kan ghaib juga ujungnya."
"Bawel, dengerin ampe akhir!" Hardik Nino. "Nah, Dot itu cuma menarget orang-orang yang bisa melihatnya, dengan memburu kedua bola mata korban."
"Itu serem sih...." Alvan mengangguk sok mengerti untuk menghindari pembahasan lebih lanjut. "Ah udah lah, bikin makin setres aja." Alvan memijat kepalanya pusing. "Mana akhir-akhir ini lagi sering mimpi buruk pula."
"Iya lu sejak kelulusan kemaren kayaknya lesu terus, eh, lebih lesu dari biasa maksudnya"
"Mimpi buruknya sama terus soalnya, heran aku."
"Pasti soal asmara ya, gua tau rasanya mimpi buruk itu, Van, kita kan ada di dalam kendaraan yang sama sejak awal SMA." Nino tertunduk menutup mata nya berlagak sedih.
"Itu mimpi ngenes, bukan mimpi buruk." tukas Alvan, namun sejenak dia juga ikut merasa sedih yang menusuk jika membahas asmara.
"Saran gua, ini kan cuma mimpi jadi kalem aja sih, coy." Nino mencoba menenangkan sahabatnya.
"Awalnya sih gitu No, tapi sejak mimpi itu kayak ada yang aneh sama penglihatanku."
"Hmm, emang ada apa sama mata lu?"
"Jadi kayak membangkitkan semacan kekuatan tersembunyi gitu." jawab Alvan dengan raut wajah yakin namun sedikit bercanda.
"Fiks kayaknya lu harus ke psikiater deh, kelewat halu tau."
"Yaudah kalo gak percaya...."
"O-oke, oke, tapi, awas aja kalo lu ngibulin gua." Nino mulai serius mencermati ucapan Alvan. "Emang mata lu sekarang punya kekuatan apa?" lanjutnya dengan nada yang seperti tidak menaruh harapan tinggi.
Alvan nampak celingukan menengok ke berbagai arah seperti mencari sesuatu.
"Eh No, kamu liat gerombolan cewek-cewek di meja di bawah pohon luar kantin itu?"
Alvan menunjuk kerumunan yang dimaksud yang berjarak nyaris 20 meter di luar.
"Liat, kenapa emang?" sahut Nino.
"Sejak mimpi buruk, kalau fokus, aku jadi bisa lihat hal jauh dengan sangat detail." ujar Alvan dengan sorot mata tajam kearah kerumunan murid-murid perempuan di luar kantin itu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 28 Episodes
Comments
Aldidarest Aways
bikin penasara
2025-10-23
0
Dukun Now
kereeenn
2023-08-07
2