Di rumah sakit...
Pria dengan wajah penuh lebam dan sisa darah segar di pakainya nampak mondar-mandir di dekat salah satu tirai sebagai penyekat beberapa ranjang diruang IGD.
Ia sendiri sebenarnya di minta untuk istirahat setelah mendapatkan penanganan ringan, namun menyadari situasi yang tidak baik-baik saja. Tentunya Membuat Ilyas tidak ada rasa tenang walau hanya sekedar duduk di atas ranjangnya.
Sebelum ini ia tahu, orang pertama yang di aniaya telah di nyatakan tewas di tempat. Sementara Harun sendiri belum jelas. Ia berharap Harun akan baik-baik saja setelah mendapatkan penanganan secara serius.
Dari tempatnya berdiri ia masih melihat perawat mondar-mandir membawa alat-alat medis yang di perlukan. Selain itu, terlihat ketegangan di wajah mereka sambil berbisik-bisik mengatakan sesuatu dengan istilah-istilah medis yang sama sekali tak ia pahami.
"Mas Ilyas!" Seorang remaja laki-laki menghampirinya dengan raut wajah panik.
"Ibnu, kamu kesini sama siapa?" Tanyanya sambil menoleh kearah belakang tubuh kerempeng adiknya.
"Sendiri, Mas. Abas saya suruh dirumah aja. Tapi Mas sendiri nggak papa, 'kan?" Tanyanya.
"Mas, nggak papa. Cuman, temen Mas." Pria itu menatap sendu kearah Harun terbaring.
"Berdoa aja, Mas. Semoga A' Harun baik-baik saja." Ibnu mencoba untuk menenangkan Kakak sulungnya. Pria di sebelahnya pun hanya mengangguk sembari berdoa dalam benaknya.
Ya Allah, tolong Harun. Tolong selamatkan Harun Ya Allah...
Ibnu lantas membujuknya untuk kembali ke ranjang Ilyas. Yang ada di sisi kanan Harun. Suara-suara para petugas medis dan alat-alat terdengar. Adapun Ilyas tak henti-hentinya menggaungkan doa keselamatan untuk Harun.
Belum ada sepuluh menit dari waktu datangnya Ibnu. Qonni dan keluarga Harun yang lain kini sudah tiba di pelataran rumah sakit. Karena posisi Ilyas berada di paling ujung dekat dengan dinding kaca yang bisa melihat keluar walau sebagian tertutup kaca dengan efek embun. Ia jadi bisa melihat sekilas sosok wanita yang tengah melongok kearah pintu IGD. Ilyas pun gegas meminta izin untuk keluar menghampiri mereka pada salah seorang perawat.
Walau sempat di larang karena kondisi Ilyas sendiri belum pulih. Laki-laki dengan kacamata sedikit retak itu tetap bersikeras untuk menemui keluarga Harun.
Ilyas berjalan pelan sambil memegangi perutnya yang masih nyeri akibat pemukulan tadi. Dengan di dampingi Ibnu di sisinya.
"Assalamualaikum, Bu Nyai, Gus Mukhlis..." Harun mengecup punggung tangan Kakak laki-laki Harun kemudian menangkupkan kedua telapak tangannya pada Ibunda Harun dan juga Qonni. Saat mengarahkan pandangannya pada Qonni sebentar, Ilyas tak mampu menyembunyikan tatapan rasa bersalah pada isteri temannya itu.
"Mas Ilyas! A' Harun mana?" Tanya Qonni. Kedua netranya sudah berderai-derai mengarah pada pintu kaca bertuliskan IGD.
"Di– di dalam, Yu."
"Suamiku baik-baik aja, 'kan?" Tanyanya penuh harap. Karena ia melihat Ilyas walau memar tapi laki-laki itu masih bisa berdiri. Ia berharap Harun pun paling tidak kondisinya sama.
Ilyas sendiri tak mampu menjawab ia hanya menggeleng pelan. "Saya nggak tahu...," lirihnya kemudian.
"Apa yang sebenarnya terjadi, Nak Ilyas?" Tanya wanita sepuh di sebelah Qonni dan kakak laki-laki Harun.
"Ceritanya panjang, Bu Nyai."
"Terus gimana dengan Harun?" Kakak laki-laki Harun turut bertanya.
"Seperti yang saya bilang tadi, Gus. Saya sendiri belum tau. Soalnya saat kesini, Kondisi Harun cukup parah. Kepalanya bocor terkena pukulan botol kaca sebanyak tiga kali."
"Astaghfirullah al'azim..." Qonni semakin terisak, langkahnya terseok pelan mendekati pintu kaca ruang IGD. "A'a..."
Dari posisinya berdiri, ia hanya bisa melihat kaki suaminya. Karena sebagian tubuhnya yang lain tertutup tirai hijau.
Bu Nyai Nur nampak lemas. Kondisinya yang tak begitu sehat, pun mendadak drop sehingga harus di papah ke sebuah kursi panjang.
"Kita berdoa saja, semoga semuanya baik-baik saja." Ilya menimpali. Adapun Qonni hanya bisa mengusap perutnya yang terasa tidak nyaman sambil berharap kepada Sang Pencipta. Agar suaminya di beri kesempatan untuk hidup dan mampu melihat calon anaknya terlahir ke dunia ini.
Tak berselang lama, seorang perawat laki-laki keluar meminta salah seorang perwakilan untuk menghadap Dokter yang tadi menangani kondisi Harun. Setelah berunding sebentar, di putuskanlah Gus Mukhlis yang menghadap.
Beberapa menit berbicara, laki-laki itu keluar sambil beristighfar. Tubuhnya terlihat lunglai namun Beliau masih berusaha tegar.
Di sisi lain, Qonni yang sudah tidak sabar untuk mendengar kondisi suaminya langsung bangkit dan menghampiri kakak iparnya tersebut.
"Gimana, Gus?" Tanya Qonni. "Apa yang di sampaikan, Dokter?"
"Saya cuma di panggil untuk melihat kondisi terakhir. Tadinya Harun mau di operasi karena pembuluh darah di kepalanya pecah. Tapi, Allah berkata lain. Baru aja mau tanda tangan persetujuan, Harun udah nggak kuat."
Deg! Jantung Qonni seolah berhenti berdetak. Kalau bisa ia tak ingin mendengar lanjutnya jika itu berartikan buruk. Ia hanya ingin, melihat senyum Harun lagi, dan mendengar suaranya. Bukan yang lain.
Pria itu menghela nafas panjang, menahan air mata yang berkali-kali ia usap sebelum mengalir ke pipi.
"Maksudnya gimana, Nak?" Tanya Bu Nyai Nur sambil mengelus dada.
"Harun baru saja berpulang, setelah A'a berusaha talkin Dia satu menit yang lalu, Mi." Gus Mukhlis langsung memeluk ibunya.
"Innalilahi wa Inna ilaihi Raji'un..." Ilyas dan Ibnu bergumam hampir bersamaan. Kedua netra pria berkacamata mengerjap diiringi luruhnya air mata secara bersamaan.
Pernyataannya tadi kontan membuat Bu Nyai Nur lemas di dalam pelukan putra sulungnya. Menangis sambil mengucap istighfar.
"A' Harun..." Qonni yang masih tidak percaya dengan apa yang ia dengar hanya tertegun. Tak lama, tubuhnya mulai limbung. Pandangannya pun kabur. Perempuan itu lantas terjatuh tak sadarkan diri.
"Ayu... astaghfirullah al'azim!" Punggung Gus Mukhlis semakin berguncang karena kedua wanita yang datang bersamanya mendadak tak sadarkan diri hingga harus di tolong beberapa orang termasuk Ilyas dan Ibnu.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 121 Episodes
Comments
cappucino91🐰🐰
😭😭😭😭
2023-12-01
0
may
Dan perpisahan yang paling menyakitkan adalah dipisahkan oleh maut😭
2023-11-20
0
🍭ͪ ͩIr⍺ ¢ᖱ'D⃤ ̐ ☪️ՇɧeeՐՏ𝐙⃝🦜
sedihhhh banget 😥😥
2023-10-19
0