"Suami? Kamu sudah menikah?"
Marwah menundukkan kepala, entah untuk menyembunyikan lagi lukanya atau karena tak sanggup menatap mata Rambo yang berapi-api. Saat ini keduanya tengah diguncang oleh perasaan yang tak bisa digambarkan, rindu, marah, menyesal dan perasaan lain yang terlalu banyak jika harus di sebutkan.
"Aku sudah menikah! satu tahun yang lalu Om. Dia pria baik yang selamatkan aku dari preman jalanan waktu ke daerah sini dulu."
Sakit hati yang dirasakan Rambo begitu mendengar kenyataan itu dari Marwah, kenyataan bahwa Marwah telah menikah sudah seperti belati yang menghunus dadanya, begitu menyakiti hatinya sampai ke dalam-dalam.
Namun, ia tak bisa menyalahkan keadaan. Sebab ia pun telah melakukan hal yang sama, yaitu menikahi Erin 2 bulan yang lalu. Seketika itu Rambo ingin menyumpahi waktu, yang menjawab harapannya pada waktu sekarang, saat mereka telah sama-sama menjatuhkan pilihan pada orang lain, menikahi orang lain.
"Kalau memang baik, kenapa dia pukul kamu begini?! sial!"
Rambo memukul tiang penyangga atap kayu di warung Marwah. Dan suara umpatan yang keluar dari mulut penuh janggutnya itu bagaikan hantu yang siap mengamuk.
"Bukan apa-apa, memang aku yang buat salah." Marwah membela suami yang nampaknya bakal menjadi incaran maut Rambo.
"Tetap saja! dia tidak pantas pukul kamu, sebesar apa pun kesalahan yang kamu buat!"
Marwah hanya menunduk, kemudian perhatiannya itu beralih pada pergelangan tangan Rambo yang kecoklatan.
"Gelang itu---" Katanya sambil melirik ke arah gelang hitam yang dipakai Rambo ditangan kiri. "Om sudah pakai... istrinya bagaimana? suka tidak?"
"Aku bakal pakai terus hadiah dari kamu ini, tapi istriku yang sekarang, tidak."
Tak ada waktu dan kesempatan bagi Marwah untuk menunjukkan nestapanya. Tak ada waktu untuknya merasa khawatir lagi memikirkan Rambo yang akrab disapanya dengan sebutan Om Gondrong karena pertemuan ini telah membuktikan bahwa lelaki yang dicintainya itu memang sudah menikah. Tak ada waktu apa pun selain berpura-pura bahagia dan tenang seperti yang dilakukannya dulu.
"Memang hadiah dariku tidak seberapa, tidak heran kalau istri Om kurang suka. Maafkan aku ya, waktu itu belum punya uang untuk beli yang mahal." Ucapnya.
"Bukan dia tidak suka. Benar aku telah menikah, tapi dengan orang lain. Dulu aku sempat batalkan pernikahan, karena aku sadar bahwa aku tak bisa kehilangan kamu. 5 tahun sudah aku berjuang, tak ada hasil. Sampai setelah aku menikah dua bulan yang lalu, barulah takdir mempertemukan kita lagi." Ungkap Rambo dengan berat hati. "Seperti yang kamu katakan bahwa aku harus memakai gelang ini dengan pasangan yang kucintai. Jadi aku hanya berharap bisa pakai ini bersama kamu, bukan yang lain. Meskipun aku telah menikah, tapi aku tidak mencintainya."
Seorang rekan polisi yang tiba-tiba datang menodongkan pistol pada Marwah, tepat pada posisinya di belakang Rambo. Anggota Rambo itu berteriak dengan tegas, sedangkan Marwah sontak hanya sanggup mengangkat tangan dan berseru, "Maafkan aku! maaf."
Mendengar teriakan anggotanya, Rambo langsung memutar badan, kemudian dengan tenang seperti tak terjadi apa pun mengangkat setengah tangannya. "Lewat, yang ini bersih. Tangkap pria pelanggan warung kopinya tadi saja."
"Siap ndan! semua sudah diamankan! tapi tak ada yang mengaku siapa bandarnya!" Ucap anggota tadi sambil menurunkan senjatanya.
"Terus cari, aku segera menyusul!"
"Siap, ndan!"
Anggota tadi kemudian pergi, dan bersamaan dengan itu Rambo berbisik di telinga Marwah sebelum kemudian mengucapkan perpisahan lagi untuk malam ini, "Jangan pergi lagi, aku akan kembali nanti, setelah tugas ini selesai. Banyak yang harus kita ceritakan."
Kini dengan hanya beberapa menit saja, Rambo telah berlari seperti bayang-bayang. Sementara Marwah hanya diam membisu di warungnya, seakan masih tak percaya dengan kejutan yang diberikan Tuhan padanya malam ini. Kejutan baik, tapi juga buruk.
"Aku kira aku akan aman jika bersembunyi di perkampungan kecil yang memang hanya berjarak setengah jam dari perbatasan kota. Ternyata salah, aku masih bertemu denganmu Om, meski 5 tahun telah berlalu." Gumam Marwah dalam hati.
Udara malam yang kian menusuk, terasa dingin yang terus menggigit kulit-kulit Rambo yang eksotis. Begitu ia menyelesaikan tugas penangkapan itu, Rambo kembali ke rumah. Penglihatannya langsung terpaku pada sosok Erin, istri manja yang baru dipersuntingnya 2 bulan lalu.
Bayangan sosok Marwah yang baru dijumpainya lagi tadi kembali melintasi kepalanya, rupanya memang agak mirip dengan Erin, dari usia, rambut, caranya tertawa, semuanya sampai ia tak bisa membedakan satu sama lain. Om Gondrong, Mas, Om Gondrong, Mas------ Pikiran Rambo kacau balau.
"Akhirnya kamu pulang juga, Mas... " Erin membuka matanya tiba-tiba dalam kilasan yang begitu cepat, sampai Rambo tak bisa mengalih.
"Aku mau mandi, siapkan air panas. Buatkan juga kopi." Pinta Rambo kemudian.
"Mas.... ini sudah malam tahu. Kamu tahu sendiri besok aku harus kerja, kalau aku bangun kesiangan terus terlambat nanti ditegur atasan. Kamu kan bisa buat kopi sendiri, aku capek mas... Hmmmm... " Erin mend3sah sambil menggosok matanya lagi dengan malas.
Lagi-lagi Rambo mendapat perlakuan yang sama. Erin terlalu manja dan bersikap apatis pada dirinya. Pikiran tentang kemiripan dengan Marwah tadi langsung lenyap sudah. Meski Erin sendiri telah bicara untuk belajar tentang perannya sebagai istri, rupanya sampai sekarang pun semua hanya sekedar kata.
"Kalian memang mirip, gambaran dirimu, wajahmu, caramu tersenyum, bicara, sampai usia. Semuanya membuatku seperti menemukan dia pada dirimu. Awal bertemu denganmu, aku seperti melihat cermin yang memantulkannya sosok dia pada dirimu. Tapi semua itu hanyalah kemiripan fisik, sedangkan kenyataannya kalian telah jauh berbeda.... " Kata Rambo dengan tatapan kosong pada Erin.
Erin yang mendengar ucapan Rambo yang terdengar aneh itu, langsung membuka matanya kembali.
"Kalian tidak sama---" ucap Rambo kembali.
Mata kosong itu, membuat Erin kebingungan. Ia langsung bangkit dari tempat tidur, mengayunkan telapak tangannya di hadapan Rambo untuk memastikan kalau suaminya itu tidak sedang melantur.
"Mas? ngomong apa sih?! kamu melantur?!" Ucap Erin, meskipun intonasi suaranya sama sekali tak terdengar hangat. "Makanya tidak usah kerja malam-malam, repot bikin kopi siapkan air mandi. Kamu pikir aku ini tidak capek, aku juga seharian kerja! merintah terus, kalau tidak dituruti mulai bicara ngelantur."
Rambo menghela napas untuk kesekian kali, mendengar gerutu Erin yang tak kelar-kelar meski kupingnya panas. Kalau saja ia ringan tangan seperti suami Marwah, mungkin Erin sudah habis bonyok malam ini. Siapa yang tahan pada istri seperti itu?
"Makanya pakai asisten rumah tangga! berapa kali aku ngomong! selalu ngeyel. Mulai malam ini aku mau pisah kamar, tidak mau diganggu kamu terus kalau pulang kerja. Aku juga mau istirahat!" Umpatan itu terus berlanjut sampai Erin bersiap untuk keluar dari kamar dengan ekspresi kesalnya yang membuat Rambo muak tidak kepalang.
Namun, tiba-tiba langkahnya terhenti di muka pintu. Tepat saat Rambo hendak membanting gelas di nakas samping ranjang. Memang pernikahan yang tercipta itu, lahir tanpa kerukunan.
"Tapi sebentar, apa maksud kamu aku berbeda? aku beda dengan siapa mas?" Tanya Erin kembali pada Rambo. "Selama ini kamu selalu bandingkan aku dengan siapa?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 88 Episodes
Comments
@E𝆯⃟🚀BuNdAιиɑ͜͡✦⍣⃝కꫝ🎸🇵🇸
Erin tak sadar tugas utamanya sebagai istri
2024-01-11
0
copai
Mereka hrs bersatu
2023-09-11
0
Haku
sabar ya kedua nya
2023-07-04
0