Tidak Ada Damai!!!

Setelah aku merasa aman karena Meli mau membantuku. Kembali aku memacu kendaraan, membelah jalanan yang sudah mulai sepi, ingin aku buru-buru sampai ke kantor polisi. Andai boleh diminta, aku ingin segera melewati masa sulit ini, rasanya malas kalau harus berhadapan dengan dua pasangan zina itu. Namun, ini lah hidup pahit dan manis silih berganti, dan kini aku sedang berada di fase merasakan kehidupan yang pahit.

Akhirnya aku sudah sampai di kantor polisi di mana Mas Azam dan gundiknya di giring. Sebelum turun aku melihat ke sekeliling mencari sosok Handan, teman kuliah kami yang sudah sukses sebagai pengacara.

Ketemu, pandangan mataku sudah menemukan Handan, kini aku lebih merasa tenang ketika melihat Handan yang ternyata justru sudah sampai dibandingkan aku. Laki-laki itu memang sangat baik dan tepat waktu, padahal ini sudah hampir pagi, tapi Handan mau datang untuk membantuku.

Sebelum turun tidak lupa kembali aku membaca doa agar urusanku dipermudah. Aku diberi kesabaran untuk menghadapi dua orang yang saat ini sangat aku benci.

Aku berjalan dengan tergesa menuju Handan yang sedang duduk dengan lesu, jangan ditanya, aku sudah tau kalau laki-laki itu masih mengantuk. Segurat senyum manis tersungging dari wajahnya, ketika pandangan kami saling bertemu.

"Maaf yah, pasti masih ngantuk. Malah dibangunkan karena aku butuh bantuan kamu," ucapku ketika jarak aku hanya beberapa meter saja dari Handan duduk.

Kembali laki-laki itu mengulas senyum. "Santai saja, apa sih yang nggak aku lakukan demi kamu," balasnya dengan nada menggoda.

"Jangan kaya gitu, nanti Meli marah lagi sama aku," godaku, karena yang aku tahu Handan dan Meli memang cukup dekat apalagi, beberapa kali Meli juga membelikan kado spesial setiap Handan ulang tahun. Yah, aku tahu pasalnya Meli sering meminta pendapatku untuk memilihkan kado yang cocok untuk Handan. Apa coba maksudnya kalau bukan Meli menyimpan perasaan buat Handan. Aku tidak mau mematahkan perasaan sahabatku, Meli selama ini sudah sangat baik dengan aku. Jadi rasanya nggak pantas kalau aku malah membuat dia kecewa.

"Kok Meli sih, aku kan sukanya sama bundanya Gio, bukan Meli," elaknya, dengan bibir mencebik seperti anak kecil yang sedang merajuk.

"Udah ah, aku nggak mau bikin persahabatan kita hancur, sekarang aku butuh bantuan kamu. Meli udah cerita kan?" tanyaku kali ini serius dengan masalahku.

"Hemz ... lagian kamu pilih suami kaya Azam, coba kalau pilih suami kaya Handan sudah pasti bahagia lahir dan batin apalagi aku baik dan setia," candanya lagi. Yah, aku bicara bercanda karena memang Handan itu sejak dulu kaya gitu. Dia terkenal play boy lintas kampus. Jangan ditanya setiap kampus ada mantannya bahkan sepertinya setiap fakultas ada mantannya juga. Jadi aku sih udah kebal yah dengan candaannya. Tidak pernah juga aku ambil hati dan ambil serius karena nggak mau jadi korbannya juga.

"Mau bantu nggak?" tanyaku dengan serius. Kita sudah membuang waktu yang berharga dengan candaan.

"Ya mau lah kalau nggak mau mana mungkin aku mau pagi-pagi bangun. Ya udah yuk, siapa tau Azam sudah kangen dengan aku." Handan pun berdiri dan lebih dulu berjalan masuk ke ruangan pengaduan. Yah pertama aku mengurus laporanku baru setelah itu aku menemui Mas Azam dan juga gundiknya.

Untuk membuat laporan aku pun memberikan bukti-bukti yang tadi aku ambil dan juga rekaman penggerebekan tadi di ruang Bu Dewi. Aku tahu mereka pasti akan mengelak dan bisa saja menyerang ku. Biasa lah kalau orang bersalah justru biasanya lebih galak dari pada yang benar.

Selama membuat laporan aku tidak banyak bicara karena yang mengurusnya adalah Handan, beruntung aku punya teman yang baik dan selalu ada di saat aku butuh. Beberapa kali aku pun mengecek ponselku untuk menanyakan bagaimana Gio apakah rewel atau tidak. Alhamdulillah, Gio juga sepertinya tahu ibunya sedang banyak masalah sehingga Meli dan Janah bilang kalau Gio baik dan nggak rewel.

Setelah kami membuat laporan, aku pun langsung menemui Mas Azam dan gundiknya. Entah tujuan polisi apa sehingga ingin aku menemui mereka yang ternyata mereka juga sudah ada pengacara yang siap membantu mereka agar aku tidak bisa menang dalam masalah ini. Eh, tapi kata Handan ini proses perdamaian. Entah aku nggak begitu paham. Pokoknya aku ikuti semua proses satu persatu, tapi tentu aku tetap bulat dengan tujuanku.

"Sabar ... sabar .... Tazi kamu harus sabar. Kadang-kadang orang salah malah lebih berkoar ingin dibela." Aku mencoba menenangkan hatiku sendiri sebelum aku masuk ke ruangan yang tidak terlalu luas ada meja di tengah kami dan ada kepala bagian polisi juga. Namun, setelah aku masuk laki-laki itu pergi, sehingga yang tersisa di dalam ruangan itu hanya aku dan Handan dan juga Mas Azam, gundik dan pengacaranya.

Tidak bisa aku bayangkan kalau nggak ada Handan jelas aku tidak bisa melakukan pembelaan. Mereka akan menyerang mentalku hingga mungkin aku akan kalah dan memilih damai. Karena tidak ingin diteror.

Padangan mataku lagi-lagi bertemu dengan sorot mata Mas Azam yang aku lihat kalau laki-laki yang sudah menjadi suamiku sedang menahan marah dan kecewanya karena laporanku. Aneh yah, padahal aku melakukan karena mereka yang mulai duluan, tapi mereka nggak terima. Dengan kata lain mereka masih merasa suci.

Aku duduk di samping Handan, di hadapanku yang di sekat dengan meja ada Mas Azam, gundiknya dan juga pengacara yang akan membantu mereka.

"Apa mau kamu?" tanya Mas Azam setelah aku duduk.

"Sudah pasti cerai, dan jelas aku tetap akan melanjutkan kasus ini ke pengadilan, aku nggak mau sebagai wanita, istri dan juga ibu harga diriku diinjak-injak," balasku dengan tegas.

"Apa tidak lebih baik damai, kita akan berikan uang perdamaian, berapa pun yang kamu minta." Laki-laki yang aku kenal sebagai pengacara menyela obrolan kami. Aku tertawa getir, mendengar tawaran laki-laki itu.

"Maaf, aku nggak kekurangan uang, jadi jangan coba-coba membeli keadilan dengan materi," ucapku dengan tegas. Sedangkan Handan lebih banyak diam, karena dia tahu porsinya sebagai pengacara kapan harus berbicara dan membela kliennya.

"Jangan munafik bukanya kamu menikmati harta yang suami kamu dapatkan? Kalian dulunya kan miskin sejak suami kamu kaya kamu juga menikmatinya." Kali ini gundik yang angkat bicara. Kembali aku memberikan senyum mengejek.

"Bu Dewi yang terhormat, di mana-mana ketika suaminya dapat rezeki ya istrinya menikmati. Situ juga kan kalau suaminya dapat rezeki ikut menikmati. Up ...." Aku berlaga menutup mulutku, solah aku berbicara keceplosan. "Maaf lupa situ kan nggak punya suami yah, alias janda" godaku dengan nada yang mengejek.

"Jaga mulut kamu jangan asal bicara sembarangan pantas suami kamu mau dengan aku istrinya mulutnya nyinyir," ucapnya menyerang mentalku.

Aku hanya tersenyum dan memainkan mataku, tidak sedikit pun aku tersinggung dengan ucapan gundik itu karena aku nggak merasa nyinyir.

"Yah anggap aja aku nyinyir dan suamiku maunya dengan kamu, makanya aku milih cerai dan ku kasih tuh bekasku buat kamu. Cocok kan sama-sama tukang selingkuh. Ingat selingkuh itu penyakit bukan kebutuhan. Jadi nggak akan ada istilah selingkuh tobat. Kecuali kena karma," balasku dengan santai.

Kami pun terus berdebat hingga tidak ada kesepakatan damai seperti yang aku inginkan. Yah seperti yang aku katakan juga ini kasus perdata sehingga Bu Dewi dan Mas Azam tidak ada ditahan mereka tetap bebas  hingga pengadilan dibuka dan mereka ditetapkan bersalah baru mereka bisa ditahan.

Tepat pukul empat aku pun ke luar dari kantor polisi, rasanya otakku benar-benar mau meledak menghadapi dua orang yang super ngeyel itu.

Aku membiarkan mereka pulang lebih dulu, intinya aku nggak mau bareng dengan Mas Azam, dan kalau perlu aku juga enggak mau Mas Azam tau di mana tempat tinggal ku yang baru itu alasan aku lebih memilih duduk dulu di depan kantor polisi.

"Nih minum, biar otaknya adem. Emosi mulu bawaannya, kayak emak-emak gak dapat jatah uang belanja." Handan memberikan satu botol air mineral.

Tanpa banyak bertanya aku pun mengambil air yang Handan berikan dan meminum hingga setengah botol, cukup mendinginkan otakku yang terasa panas, karena perdebatan tadi. Andai menghajar orang nggak kena pasal mungkin aku lebih memilih menghukum mereka dengan tanganku sendiri. Namun, aku nggak mau menambah masalah sehingga aku berusaha sabar seluas samudra. Meskipun kenyataan aku nggak. sabar-sabar banget.

Ingin aku lihat setelah kami berpisah apakah Mas Azam bisa menemukan wanita sesabar, dan sebaik aku. Padahal aku sebagai istri sudah berusaha melayani suami dengan sangat baik karena aku tidak ingin membuat rumah tidak nyaman untuk suami, sehingga sebisa mungkin aku menciptakan suasana rumah kami nyaman. Membuat rumah tempat pulang yang selalu dirindukan oleh suamiku. Aku selalu melayani suamiku sebaik mungkin bahkan kalau suami pulang aku selalu mencoba sabar dan senyum penampilan aku pun selalu bersolek ketika mas suami pulang agar tidak bosan melihat istrinya yang kumal. Namun, memang Mas Azam yang tidak menganggap aku sehingga tetap aja pengorbananku kurang terus, jadi untuk apa aku bertahan dan menyakiti hatiku, lebih baik cerai bukan?

"Ayo buruan, aku antar kamu pulang."

#Handan emang gercep. Ingat Dan belum cere jangan digas dulu.....

bersambung.....

...****************...

Terpopuler

Comments

Ira

Ira

mana ada kasus perzinahan perdata...setahu aku di Polresta itu kasus pidana

2024-02-24

0

Pia Palinrungi

Pia Palinrungi

bener2 yah yg selingkuh kalau didapat bukannya menyesal malahan menyalahin yg mengrebreknya, pantas orang begitu ditinggal msh byk diliar sana yg tulus mencintai

2023-08-07

2

Ela Jutek

Ela Jutek

pepet terus bang Ndan, calon janda yang baik tuh😄

2023-07-01

1

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!