-DANASTRI CANDRAMAYA-

“Kita putus saja.”

Danastri Candramaya atau biasa dipanggil Danas hanya dapat menepuk dahinya dengan kedua tangannya sambil menghela napas panjang ketika mendengarkan kalimat putus dari Arya. Padahal hubungan mereka baru berjalan seumur jagung. Ini sudah kesekian kali dirinya gagal dalam percintaan. Harapan dapat ke jenjang pernikahan yang menjadi impian banyak orang berstatus single sepertinya pada akhirnya kembali pupus.

“Apa alasanmu meminta kita putus, Arya?” Tanya Danas setelah berhasil mengendalikan perasaannya saat ini. Sedih? Pasti, kecewa? Pasti, patah hati? Apa lagi. Bagaimana tidak, ia merasa hubungannya dengan lelaki yang dikenalkan oleh salah satu temannya adalah sosok partner kerja yang baik dan orang yang baik pula ternyata tidak jauh berbeda dengan mantan-mantannya, hambar dan bubar di bulan ketiga. “Kalau kau katakan aku terlalu baik untukmu rasanya terlalu klise.”

Arya sempat tersentak mendengar pernyataan dari Danas, perempuan yang selama tiga bulan dikencaninya. Ia sendiri pun bingung, perasaan cinta yang menggebu di awal pertemuan dengan Danas tiba-tiba lenyap tak berbekas ketika hubungan mereka menginjak bulan ketiga. Danas adalah sosok gadis yang cantik, baik hati, apa adanya, dan cemerlang dengan karir yang begitu membanggakan namun tetap rendah hati di hadapannya. Ia pun sejak awal mengenal Danas sudah tahu kehidupan seperti apa yang dimiliki gadis itu dan tidak mempermasalahkannya.

“Kau tak perlu khawatir kejujuran alasanmu meminta putus dariku akan menyakitiku dan membuat air mataku tumpah,” Danas menyeruput kopi susu pandan favoritnya di Four Leaves Café, sebuah tempat nongkrong berkonsep minimalis berbalut naturalis dengan tanaman-tanaman hijau merambatnya yang akan membawa para pengunjung seakan berada di dalam hutan tropis, penuh kedamaian di tengah-tengah Kota Jakarta yang penuh himpitan dinamika lalu lalang kesibukan berjibaku dengan kerasnya ibukota seolah tak memberikan sejenak napas kelegaan. Ia tersenyum miris dalam hati, sungguh berkebalikan dengan suasana hatinya yang bak genderang perang dan dengan apik ia kendalikan dibalik topeng wajah ‘aku baik-baik saja’.

Tempat yang merupakan saksi sejarah ia memulai awal hubungan dengan lelaki penggila IT di hadapannya ini kini menjadi saksi sejarah pula sebagai tempat berakhirnya hubungan mereka berdua. Ah, dirinya hampir lupa, tempat yang selalu menjadi saksi sejarah tepatnya, di setiap kandas hubungan asmaranya, karena café tersebut adalah tempat favoritnya sejak ia masih menjadi mahasiswa berjaket kuning sebagai almamaternya.

“Ma-maafkan aku Danas,” Arya menundukkan kepalanya dalam di hadapan Danas. “Entah mengapa perasaanku padamu mendadak hilang tak berbekas ketika hubungan kita menginjak tiga bulan.”

Sudahku duga itu adalah alasan yang sebenarnya!

Danas, Danas, ada apa denganmu? Mengapa semua hubunganmu dengan setiap lelaki yang kau kencani hanya bertahan hingga tiga bulan dengan alasan yang sama? Rasanya angka tiga seperti angka kutukan bagimu untuk urusan percintaan. Padahal selama ini angka itu merupakan angka keberuntunganmu jika berhubungan dengan karier pekerjaan bukan? Apa yang salah dengan dirimu Danastri Candramaya? Apa yang telah kau lakukan di masa lalumu sehingga hubungan percintaanmu selalu berakhir tidak bahagia?

“Putus lagi Mbak Danas?” Tanya Putri, manager operasional café tersebut dan juga merupakan saksi bernyawa setiap hubungan Danas yang kandas sejak ia bekerja sebagai barista hingga menduduki jabatannya saat ini. “Ini ada obat patah hati gratis dari saya untuk Mbak Danas.” Putri menyodorkan cappuccino panas dan chocolate cheesy toast untuk salah satu pelanggan setianya itu setelah lelaki yang sejak tadi bersama Danas pergi meninggalkan gadis itu sendirian sambil tertunduk lesu. “Untuk kesekian kalinya,” Ucapnya meringis antara sedih dan kasihan pada gadis cantik itu.

“Iya Mbak Putri,” Jawab Danas frustasi sambil menelungkupkan wajahnya dengan kesepuluh jarinya. “Terima kasih atas perhatianmu yang untuk kesekian kalinya juga.”

“Kalau dipikir-pikir ini sudah kedua puluh kalinya Mbak Danas putus dari pacar Mbak,” Putri ikut bergabung ke meja Danas sambil menikmati menu yang sama dengan Danas.

“Mbak Putri sungguh luar biasa dalam menghitungnya!” Danas takjub mendengar ucapan Putri. “Saya saja sudah lupa karena terlalu seringnya. Sungguh gila ya Mbak? Sebanyak itu dan tidak ada satupun yang berhasil menuju jenjang pernikahan hingga tahu-tahu usia saya sudah menginjak kepala tiga saja. Ckckck, ampun deh, alamat dapat cap playgirl nih dari orang-orang terdekat saya!”

Sebenarnya Putri pun heran, perempuan secantik dan sebaik Danas bisa bernasib malang seperti ini. Ia saja yang berwajah biasa-biasa saja sudah menikah dan memiliki satu anak. Apakah mungkin…

“Mbak Danas,”

“Ya?” Sahut Danas dengan mulut penuh makanan. Persetan dengan diet sehat yang selama ini dijalaninya. Yang ia butuhkan saat ini adalah banyak memakan makanan manis untuk segera menyembuhkan rasa kecewa patah hatinya karena besok ia harus kembali ceria dan profesional seperti sedia kala, mengingat pekerjaannya sebagai Corporate Secretary di salah satu BUMN terkemuka yang selalu mendapat sorotan dari banyak media tentang bisnisnya.

“Apakah Mbak Danas percaya dengan adanya kehidupan masa lalu dan reinkarnasi?” Sebenarnya Putri ragu untuk menanyakan pertanyaan yang cukup sensitif itu. Pertanyaan penuh pro dan kontra bagi sebagian orang antara percaya dan tidak.

“Maksud Mbak Putri?”

“Jika Mbak Danas percaya, mungkin seluruh kejadian yang Mbak Danas alami saat ini ada hubungannya dengan perbuatan Mbak Danas di kehidupan sebelumnya.”

Danas tersentak dalam diam. Pikirannya berubah kalut. Tak pernah sekalipun terbesit dalam benaknya tentang hal tersebut. Apakah benar yang diucapkan Mbak Putri? Mungkinkah di kehidupan sebelumnya aku banyak mematahkan hati para lelaki sehingga harus mengunduh hasilnya saat ini? Apakah adil ketika aku yang selalu dididik oleh ibuku untuk menjadi pribadi yang baik dan tak pernah menyakiti orang lain di setiap kata dan perbuatannya harus menerima semua ini?

Putri yang melihat Danas terdiam menjadi tidak enak hati atas ucapannya tadi. “Ah, eh, maksud saya…”

“Tidak apa-apa Mbak Putri,” Danas menggelengkan kepalanya untuk menepis hantaman pertanyaan yang terus bergulir di dalam otak cerdasnya.

“Bu Putri, mohon maaf mengganggu pembicaraan Bu Putri dan teman Bu Putri ini,” Adam, salah satu pegawai di café menghampiri Putri dan membisikkan sesuatu di telinga kiri Putri. “Ada hal penting yang harus saya sampaikan.”

“Kau serius Adam? Tumben sekali?” Tanya Putri. Diam-diam Danas memperhatikan perubahan raut wajah Putri yang nampak terkejut dengan kabar yang disampaikan Adam. Sepertinya ada hal serius yang akan terjadi dan itu bukanlah urusannya. Untunglah pembicaraan tadi tak berlanjut karena hal itu justru akan membuat dirinya semakin diombang-ambingkan oleh sebait kalimat retorika yang entah dimana ia harus mencari jawabannya.

“Iya Bu, beliau sebentar lagi sampai ke tempat ini,” Jawab Adam.

“Baiklah,” Putri mencondongkan tubuhnya kearah Danas. “Mbak Danas, mohon maaf, saya tidak dapat menemani Mbak Danas lama-lama di sini karena sebentar lagi pemilik café ini datang berkunjung.”

“Tidak apa-apa Mbak Putri, pergilah,” Danas tersenyum mempersilahkan Putri pergi untuk melanjutkan tugas dan pekerjaannya kembali. “Terima kasih sudah menemani sejenak perempuan yang sedang patah hati ini. Nampaknya ia sudah harus kembali menikmati waktu secangkir kopinya bersama kesendiriannya lagi.”

“Saya permisi,” Putri undur diri untuk kembali bekerja sementara Danas kembali tenggelam dalam perenungannya tanpa perduli keramaian yang terjadi di sekelilingnya ketika sosok lelaki masuk ke dalam café bersama lima pengawalnya dan dengan mudah merebut hampir seluruh atensi para pengunjung di café tersebut.

Langkah lelaki itu terhenti sejenak. Entah mengapa ia begitu ingin menoleh kearah kiri. Didapatinya sosok Danas yang sedang bertopang dagu dengan tangan kirinya sementara tangan kanannya sibuk memainkan pinggiran cangkir kopi sambil menikmati pemandangan lalu-lalang kendaraan di luar café.

“Ada apa Pak Ganendra?” Tanya Putri yang baru saja menyambutnya.

“Tidak, bukan apa-apa,” Ganendra menggelengkan kepalanya meskipun di dalam hatinya penuh tanya sambil melanjutkan langkah kakinya kembali menuju ruang kantor milik Putri. Ada apa dengan dirinya yang begitu tertarik kearah perempuan itu? Kenal saja tidak. Sungguh aneh dirasa.

***

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!