Ariana mengelilingi komplek perumahan menggunakan sepedanya. Ia tersenyum ketika beberapa orang menyapanya.
"Ariana sendiri aja? Mommy dan Daddy kemana?" tanya salah seorang tetangga dekatnya yang kebetulan bertatap muka dengannya saat ini.
"Ada di rumah, Tante,"
Wanita setengah baya itu mengangguk. Ia mengangsurkan sebungkus bubur ayam di tangannya pada Ariana.
"Buat Ariana. Makan dulu biar semangat main sepedanya," ucapnya dengan senyum manis.
Ariana menggeleng halus. Ia membalas senyuman itu sebelum berkata, “Tadi Ariana udah makan, Tante. Buat Tante aja buburnya," tolak Ariana dengan lembut tanpa berniat untuk menyakiti hati wanita yang juga dekat dengan Eva itu.
"Tante gak suka bubur. Tadi Tante beliin bubur untuk Aldo aja tapi karena gak ada kembalian uangnya jadi beli satu lagi deh,"
"Tante..."
Wanita itu menggantungkan kantung plastik bubur tersebut di bagian depan sepeda Ariana.
"Gak boleh nolak rezeki," ucapnya pada gadis cantik itu dengan tegas.
"Makasih banyak, Tante," ucap Ariana dengan senyuman manisnya. Lalu menunduk sebentar untuk berpamitan.
"Ariana duluan ya, Tante. Tante hati-hati,"
"Jangan lama-lama main sepedanya,"
Ariana mengangguk patuh sebelum akhirnya membunyikan lonceng sepeda sebagai tanda perpisahan.
***********
Ariana duduk di bangku taman. Ia mengusap dahinya yang berkeringat menggunaan handuk kecil yang tak lupa Ia bawa setiap bersepeda seperti saat ini.
Matanya beralih pada pemberian Indah tadi. Keluarga Ariana memang bertetangga baik dengan Indah dan suaminya, Revan. Mereka selalu memperlakukan Ariana dengan baik bahkan ketika rumah gadis itu mengalami kebakaran kecil, Indah bersedia menjadikan rumahnya sebagai tempat tinggal sementara untuk Ariana yang saat itu sedang ditinggal oleh kedua orang tuanya ke luar negeri untuk menjenguk Ayah Bagas yang sakit keras.
Mereka memperlakukan Ariana layaknya anak sendiri. Katanya mereka mempunyai dua orang putra yang sedang menuntut ilmu di negeri orang.
Ariana yang sudah sarapan tadi pun memilih untuk membawa buburnya ke rumah. Ia meneguk air hangat yang dipersiapkan Eva untuknya.
Ariana meraih ponselnya di saku celana training. Ariana memotret suasana taman di pagi ini yang lumayan ramai untuk di upload sebagai status diaplikasi obrolannya.
"Heh!! sepedanya pinggirin dong. Jangan sibuk foto-foto! Sepeda lo ganggu jalan umum tau gak?!"
Ariana terkejut saat seorang lelaki memarahinya. Sama halnya dengan Ariana, Dia juga menunggang sepeda sportnya yang berwarna biru tua.
Ariana bangkit lalu memindahkan sepedanya ke tempat yang lebih aman. Bukan di jalan umum seperti kata lelaki tadi. Padahal Ariana menempatkan sepedanya sudah dalam posisi yang baik.
"Lain kali jangan kayak gitu lagi!!"
Lelaki itu masih sewot dengan Ariana yang masih diam berusaha untuk menahan rasa kesalnya.
"Untung sepeda gue nggak nabrak sepeda butut lo,"
Saatnya Ariana mengeluarkan tanduk. Ia tidak terima sepeda mahal pemberian Daddynya dikatakan sepeda butut.
"Heh! jaga mulut lo ya!! sepeda gue mahal nih. Belinya bukan di bumi," ucap Ariana dengan angkuh mengangkat dagunya.
"Mahalan juga sepeda gue," selak lelaki yang dengan sombong menabrabkan ban sepedanya dengan pelan ke arah ban sepeda Ariana.
Gadis itu makin emosi dibuatnya. Baru kali ini Ariana bertemu dengan orang seaneh itu.
"Bodo amat. Gue nggak nanya,"
"Ah berisik lo! minggir!! sepeda mahal gue mau lewat,"
*************
Ariana membawa masuk sepedanya ke dalam garasi rumah khusus sepeda. Hatinya masih jengkel dengan hal yang berhasil membuat nya langsung pulang tanpa basa-basi. Ariana tidak mood lagi untuk melanjutkan kegiatannya.
Ariana melihat Bagas yang sedang menikmati udara pagi seraya menyesap kopi hangatnya. Daddy nya itu tengah sibuk membaca buku. Ariana memilih untuk menghampiri Jino.
Ia duduk di sebelah Bagas dengan tidak santai membuat Bagas langsung melepas kacamatanya untuk menatap Ariana.
"Kenapa?" tanya Bagas saat melihat wajah murung anak perempuannya.
"Aku kesel,"
Bagas mengerinyit pada Ariana yang berteriak menyebalkan sampai telinganya berdengung.
"Kesal kenapa, Nak?"
Bagas berusaha menjadi sosok Ayah yang baik. Ia siap menjadi tempat curhat gadis itu, Mendengar keluh kesah anaknya lalu memberi solusi untuk permasalahan yang ada adalah tugasnya sebagai orang tua.
"Tadi ada yang bilang sepeda aku butut, Daddy. Padahal Daddy belinya sampe jual ginjal kan?"
Bagas melotot mendengar ucapan Ariana yang sembrangan. Ia menatap putrinya tidak terima.
"Enak aja! Daddy punya banyak uang ngapain jual ginjal? mulutnya pengin di sumpal pakai meja kerja Daddy kali ya?"
"Kok Daddy kesel sih?"
Kalau Ia tidak ingat Ariana adalah anaknya, sudah dipastikan gadis itu akan di beri pelajaran. Kenyataannya Bagas tidak bisa sekejam itu.
"Memangnya siapa yang bilang begitu? Terus gara-garanya kenapa?"
"Dia bilang sepeda aku ganggu jalan umum. Padahal gak kayak gitu,"
"Kamu parkirnya salah tempat?" tebak Bagas. Namun putrinya menggeleng.
"Aku parkirnya udah bener, Daddy,"
Bagas berusaha memahami akar permasalahn yng menimbulkan kekesalan anaknya itu.
"Terus siapa yang salah?"
"Dia yang salah," tanpa pikir panjang Ariana langsung menjawab pertanyaan Daddynya.
Bagas mengusap tengkuknya. Ia bergumam sesuatu yang membuat amarah putrinya kian meledak.
"Cewek emang selalu benar. Gak ada yang mau disalahin,"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 83 Episodes
Comments