[Tinggal sendiri, Pak. Bapak mau nemenin?]
Kok begitu balasannya, kan aku jadi nyengir.
[😁]
[Bisa aja bercandanya.]
Aku yang salting, tanganku yang geli sendiri. Gigiku mana sudah kering karena nyengir saja lagi. Huffttt, Bunga melati ini bikin ser-seran saja.
[Barangkali Bapak tau kontrakan yang lebih dekat ke kerjaan, bisa informasikan ke Saya, Pak. Kebetulan, di sini Saya sewa perbulan. Jujur aja, Saya capek naik turun tangganya.]
Friendly sekali orangnya.
[Belum tau juga, Bunga. Tapi kalau ada, Saya kasih tau.]
Sebelumnya aku memang jahat pada Harum, aku sering jajan perempuan di belakangnya. Tapi aku tidak pernah meladeni chat perempuan lain, selain temanku yang aku kenal sejak lama. Aku pun tidak pernah berselingkuh akan cintanya, tapi aku takut hal ini terjadi karena kehadiran Bunga.
Bunga seperti memiliki magnet yang kuat, untuk menarik semua perhatianku dan rasa penasaranku.
[Siap, Bapak. Terima kasih ☺]
Lebih baik aku menyudahi acara sesi chatting ini, karena aku harus makan siang dan lanjut bekerja. Meski cukup sepi, aku tidak boleh diam di ruangan dan menikmati hanyutan chatting dengan Bunga.
Aku belum tahu seluk-beluknya, asal usul dan semua tentangnya. Jika terlampau dekat, padahal belum lama kenal. Yang ada aku malah tertipu olehnya, jika aku terlalu sembrono dengan perasaanku.
Intinya, jangan sampai terlanjur.
"Han, pesanan Gue datang belom?" Pintu ruangan terbuka dengan menampilkan seseorang yang aku kenal.
"Udah, dibawa mobilnya?" Aku mengurungkan diri untuk melihat isi makanan yang Harum bawa.
Dia adalah Andrew, tetangga, sekaligus teman nongkrong. Kebetulan kami tinggal di perumahan menengah ke atas, tapi bukan golongan sultan. Di mana sekeliling rumahnya pasti dipagar tinggi semua, kami tidak akan saling mengenal jika Andrew bukan teman sekolahku dulu.
"Bawa." Ia lenyap lagi bersama pintu ruangan yang kembali tertutup.
Aku meninggalkan bekal dari Harum, kemudian mulai menikmati kesibukanku dalam pekerjaanku. Aku tidak merasa tertekan atau keberatan dengan usaha ini, karena aku menyukai bidang ini.
Sedikit hiburan, malam Minggu ini aku mengajak Harum ke sebuah tempat billiard yang di sana sudah ada teman-temanku menunggu. Kebetulan sekali, di sini dijual bebas minuman beralkohol. Pesta kecil dimulai, dengan keseruan kami memainkan bola sodok ini.
Namun, tak lama kemudian ada seseorang yang mengalihkan perhatianku. Seorang laki-laki yang tak aku kenal, ada di samping Bunga dan mengajak Bunga bermain permainan yang tengah aku mainkan juga.
Bunga tidak melihatku. Ia terlihat seperti terpaksa ada di tempat ini, ia pun seperti tidak suka dengan laki-laki yang membawanya itu. Padahal, laki-laki tersebut tidak begitu buruk. Sayangnya, memang cenderung kurus.
Aku berpikir, Bunga tidak nyaman berada di tempat seperti ini. Ia sebelumnya istri orang, bukan? Aku yakin ia perempuan baik-baik yang suka dengan kehangatan rumah, bukan suka dengan tempat tongkrongan malam begini.
Entah ada alasan apa. Saat aku duduk di samping Harum yang sudah memijat pelipisnya, Bunga dan laki-laki tersebut pindah meja, ke meja yang diarahkan oleh pegawai tempat billiard ini. Tepatnya di samping meja keseruan kami.
Mereka hanya berdua dan tidak ada teman lain yang mendatangi mereka.
"Udahlah, Hem!" Bunga berseru dan bersedekap tangan.
"Hmm, udah terus. Aku jauh-jauh datang tuh untuk nemenin kau, Dek." Laki-laki tersebut memutari meja billiard.
"Capek aku sama kau!" Bunga mengambil sesuatu di saku tasnya, kemudian menyelipkan di antara bibirnya.
Baru saja aku berpikir bahwa ia perempuan baik-baik. Ehh, tapi perokok kan bukan berarti kriminal.
"Kenapa Lo?" Andrew menepuk pundakku yang tengah asyik melongo memperhatikan Bunga.
"Kaya gak biasa aja lihat perempuan nyebat," tambahnya dengan terkekeh kecil.
Mungkin esok atau lusa ia akan tahu, jika perempuan yang tengah merokok itu bekerja di tempatku.
Tak sampai di sini kebingunganku tentang sosok Bunga. Aku bertambah heran, ketika ia minum minuman beralkohol langsung dari botolnya. Laki-laki yang membawanya pun melakukan hal serupa.
Jika cara minumnya seperti itu. Mereka bukan lagi anak tongkrongan, tapi bisa jadi pemilik tongkrongannya. Aku yakin ambang toleransi mereka terhadap alkohol cukup bagus, yang artinya mereka terbiasa dengan alkohol. Sampai-sampai, mereka langsung minum dari botolnya tanpa aturan sepertiku.
"Ayo aku anterin ke ayah, Dek. Daripada capek begini, daripada terus drama begini," seru laki-laki tersebut, dengan mencolek dagu Bunga yang memasang wajah datar.
Mungkin karena aku dalam posisi duduk, sehingga Bunga tidak menyadari keberadaanku.
Bunga seperti tidak suka dengan sentuhan laki-laki tersebut. Ia mengusap dagunya bekas usapan laki-laki tersebut, ia seperti tidak sudi sekali.
Bunga tidak banyak bicara, apalagi berseru layaknya orang mabuk. Ia fokus dengan bola-bola yang berada di atas meja, kemudian ia sedikit merunduk untuk memainkan bola yang sudah ia incar tersebut.
Bajunya yang memiliki potongan dada rendah, memperlihatkan isi dadanya yang seolah bergelantungan kala ia merunduk itu. Ciri-cirinya seperti seorang perempuan yang sudah memiliki anak, tapi aku tidak yakin juga. Karena bisa jadi karena gen, atau keturunannya.
"Kenapa lihatin dia aja?" tanya Harum, dengan melirik ke arah Bunga.
Pasti ia samar dengan Bunga, karena ia sudah terlalu banyak minum.
"Gak juga." Aku memalingkan pandanganku ke arah lain.
"Aku gak suka, Han. Aku cemburu lihat sorot mata kamu, ayo kita pulang aja." Harum turun dari kursi panjang yang terlihat aesthetic ini.
"Aduh…." Ia memegangi kepalanya, dengan berpegangan pada lututku.
"Hmmm…." Aku turun dan mau tidak mau merangkulnya di depan teman-temanku.
"Duluan ya? Harum udah pening." Aku pamit dengan menenteng jaketku.
"Ya ati-ati, Han," sahut Andrew paling jelas.
Ia keturunan orang Chinese, nilai plusnya tubuhnya sangat tinggi karena ia amat suka dengan basket sejak kecil. Mungkin tingginya di atasku yang sudah cukup tinggi ini.
Aku langsung memunggungi mejaku dan meja Bunga, aku tidak melewati meja bermain Bunga. Mungkin hanya boleh cukup tahu tentang Bunga, tidak dengan menunjukan kehadiranku bahwa aku sedikit mengetahui tentangnya.
Aku tidak akan menebak baik dirinya lagi mulai hari ini. Mungkin di pekerjaan pun, aku harus lebih hati-hati dan jeli pada pekerjaan Bunga. Karena mana tahu, jika ia kriminal juga.
Aku tidak tahu, tapi siapa tahu ia begitu.
Harum sudah tidak berdaya, tapi aku tetap memakannya di tengah ketidakberdayaannya. Ia sempat meringis, sedikit menanggapi meski akhirnya memejamkan matanya kembali.
Jika begini, ya bagaimana juga rasanya kan? Tapi ia tunanganku, setidaknya aku harus membutuhkannya tentang kegiatan ranjang ini.
Meski seperti bermain sendiri, tapi aku tetap menyelesaikan dan menumpahkan di dalam. Harum ikut KB sudah lama, mungkin sekitar lima tahun yang lalu.
Aku yang meminta melakukan suntik KB itu.
Aku jahat sekali ya, demi kebutuhanku sendiri sampai aku membiarkannya dalam bahaya nanti. Bahayanya, karena nanti ia bisa kesulitan memiliki anak jika terlalu lama dalam pengaruh KB begini.
Aku tidak memiliki cara lain, aku butuh kebebasannya mengeksplor dirinya.
Drrttt….
[Keren pergaulan suami istri 😄]
Pergaulan?
Aku melirik ke arah Harum yang berselimut hangat tersebut. Jadi, Bunga menganggap aku dan Harum sudah terikat pernikahan?
Eh, tapi tunggu sebentar. Ia mengirimkan pesan seperti ini, apa ia tadi melihatku? Jariku gatal sekali untuk tidak membalas chatnya, aku selalu ingin meresponnya cepat sebelum ia lupa tengah chatting denganku.
...****************...
Ayo favoritkan karya ini, minta komen banyak-banyak ya kak 😉
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 91 Episodes
Comments
Tathya Aqila
benar tor, merokok bukan kriminal .
tapi identik dgn cewe GK bener .tapi tergantung orangnya jg kn ya😁
2023-07-16
1
Batriani Betty
hubungan yg sangat membingungkan akan apa jdnya kelak.. sebaga penghiburan aja ya kak nisssah
2023-06-26
1
mbak sri
ada apa dgn bunga
2023-06-15
1