Bismillah.
"Nafisa Az-zahra gadis 20 tahun." Zega masih membaca nama para mahasiswa-mahasiswinya, dia terbelak kaget kala membaca nama Nafisa yang masih berumur 20 tahun sudah masuk jenjang S2 hampir tahap lulus.
"Apa data ini tidak salah? sepertinya kurang akurat masa 20 tahun hampir S3. Tapi nama ini sepertinya aku pernah mendengarnya sebelumnya."
Zega masih terus saja mengoceh pada diri sendiri sampai dia merasakan perutnya berbunyi.
Kruk...kruk...kruk....
"Aku sudah lapar ternyata, sebelum itu lebih baik menemui pak dekan terlebih dahulu." Putus Zega.
Zega bangkit dari tempat duduknya tak lupa dia membereskan seluruh dokumen yang masih berserakan di mejanya. Setelah semuanya terlihat rapi, dia menenteng satu map yang berisi data beberapa mahasiswa-mahasiswi.
Tanpa banyak bicara pada orang yang berlalu lalang Zega segera menuju ruang dekan, tapi tak lupa sesekali dia menyahuti sapaan pada mahasiswa dan mahasiswi yang sudah kenalnya dirinya walaupun hanya senyum tipis dan anggukan kepala pelan yang Zega perlihatkan untuk membalas sapaan para mahasiswa dan mahasiswinya.
"Dia kenapa ada fakultas kedokteran. Bukankah gadis itu anak fakultas teknik arsitektur." Zega mengerut bingung saat melihat Nafisa berada di faklutas yang berbeda dari sebelumnya.
Dari jarak yang sedikit jauh bahkan Zega dapat melihat jelas jika Nafisa sedang serius mengikuti kelas di fakultas ilmu kedokteran
"Siapa nama gadis itu? lalu apa maksud dia tadi pagi berada di kelasku jurusan teknik arsitektur dan sekarang masuk ke dalam kelas yang lain.
Zega yang masih berperang dengan pikirannya sendiri tanpa sadar sudah berdiri ditengah-tengah jalan. Berulang kali Zega memejamkan matanya untuk tidak peduli pada gadis yang kemarin sempat dia tolong.
"Astagfirullah, ampunilah hambamu ini ya Rabb. Telah lancang memandang yang bukan mahram." Ucap Zega pelan sampai hanya dia yang bisa mendengar suaranya.
"Woi, jangan berdiri di tengah-tengah jalan lo pikir ini jalan nenek moyong lu apa." Ketus seorang laki-laki menatap jengkel pada Zega.
Yang Zega tau laki-laki barusan salah satu mahasiswanya tapi dia belum mengajar di kelas tersebut, karena jadwalnya siang nanti.
"Maaf, jika sudah mengganggu kalian semua, saya permisi dulu." Ucap Zega sopan.
Tapi laki-laki tadi tidak mau memberikan Zega pergi begitu saja. Dia malah semakin menantang Zega sementara dosen muda itu masih tetap dalam keadaan tenang, tanpa ada sedikitpun emosi yang dia tunjukan.
"Sembarangan lo main pergi-pergi aja." Maki Beni, mahasiswa yang tadi sudah menegur Zega secara tidak sopan.
"Tanggung jawab, lo harus jadi babu gue karena lo sudah menghalangi jalan gue. ngerti kan!" Suara Beni semakin kencang.
Suara Beni yang terdengar dimana-mana sampai mengundang banyak orang ingin menonton apa yang sedang terjadi di depan kelas anak fukultas ilmu kedokteran.
Sudah banyak mahasiswa dan mahasiswi yang berkumpul mengerumuni Zega dan Beni. Beni yang terlihat sudah sangat emosi sedangkan Zega tetap dalam keadaan tenang.
Keributan yang terjadi sampai mengganggu salah satu kelas ilmu kedokteran yang sedang dalam pelajaran berlangsung.
"Ada apa, di depan ribut-ribut." Gumun Nafisa penasaran.
"Kalian tunggu sebentar." Ucap seorang dosen yang sedang mengisi kelas Nafisa.
Bapak dosen itu menembus dikeramain para mahasiswa dan mahasiswi sedang menonton kegaduhan yang terjadi disana.
Beliau dapat melihat jelas Beni sedang menantang dosen muda sekaligus dosen baru mereka. Semua orang berada di dalam kelas juga penasaran apa yang terjadi diluar sana hingga mereka ikut menerobos keluar.
"Beni apa-apaan kamu!" sentak pak Wandi yang membuat Beni langsung terdiam seribu bahasa..
Sementara Nafisa melihat dosen yang tadi pagi mengisi kelasnya merasa heran, kenapa pula dosen itu menjadi kerumunan banyak orang.
"Pak Wandi jangan nyalahin saya, orang saya cuman negur orang ini kok biar nggak ganggu jalan orang." Terang Beni.
Nafisa masih terus mengamati apa yang sedang terjadi, dia dapat mendengar jelas kata-kata Beni yang sedang membela dirinya.
"Si Beni cari masalah." Gumun Nafisa tidak jelas.
Dengan karakter yang dia miliki Nafisa mampu membaca gerak-gerik seorang. Dia dapat melihat sifat orang lain hanya dalam memperhatikan sejenak orang yang sedang menjadi objeknya. Jadi untuk saat ini jelas Nafisa tahu seperti apa karakter dosen mudanya itu.
Tapi sayangnya Nafisa tidak dapat membaca dengan jelas seperti apa sifat Zega. Nafisa bisa menyimpulkan kalau Zega alias dosen baru mereka itu seorang yang tegas dan tidak gegabah, berpikir dewasa dengan caranya.
Masih di depan salah satu kelas fakultas ilmu kedokteran. Pak Wandi melotot tak percaya kala Beni dengan berani membala diri di hadapan Zega. Para dosen siapa yang tidak kenal Zega diuniversitas tersebut.
Dia baru masuk satu hari sudah menggemparkan seluruh dosen yang ada di universitas Bandung. Karena sebagai dosen muda dan keponakan dari pemilik universitas Bandung.
"Maaf pak Zega atas kelancangan mahsiswa yang bernama Beni." Mau tidak mau akhirnya pak Wandi meminta maaf atas nama Beni pada Zega.
"Apa pak Zega." Semua orang tercengang mendengar pak Wandi memanggil Zega menggunakan embel-embel pak.
Zega tetap tenang. "Tak apa pak Wandi semua ini memang kesalahan saya sudah berhenti di tengah jalan. Maaf saya buru-buru, saya permisi dulu pak Wandi." Ucap Zega sopan.
Sedari tadi hanya diam mendengar makian dari Beni akhirnya Zega bersuara juga sambil berlalu pergi meninggalkan mereka semua yang masih bertanya-tanya akan sosok Zega.
"Rasa laparku sampai hilang." Gumun Zega sambil masuk ke dalam ruang dekan, dia sudah sampai pada tujuannya.
Di depan kelas Nafisa semua orang menatap pak Wandi penuh tanya termasuk Beni yang merasa serba salah.
"Kamu sudah salah memilih lawan Beni." Peringat pak Wandi.
"Memangnya dia siapa pak?" pertanyaan Beni mewakili semua orang yang masih penasaran siapa sebenarnya Zega.
Pak Wandi tak langsung menjawab pertanyaan Beni, beliau terlihat menghela nafas berat. Seharusnya kelas yang dia isi sudah usai dari tadi, tapi karena masalah ini kelasnya belum juga kelar.
"Dia dosen baru pengganti bu Irma."
"Apa!?" pekik Beni tak percaya.
Dia yang paling syok diantara semua orang, jika dosen itu pengganti bu Irman artinya dia akan kembali bertemu dengan dosen muda yang sudah dia maki habis-habisan di kelas nanti.
"Bapak pasti bercanda." Kilah Beni tidak ingin langsung percaya.
"Terserah kamu."
"Pak Wandi tidak sedang bercanda, tapi pagi pak Zega mengisi kelas kami beliau ganti bu Irma." Ucap Nafisa tiba-tiba sampai membuat Beni tambah tercengang, Nafisa adalah bukti jika Zega benar-benar dosen baru di kampus mereka.
Pengganti bu Irman yang baru satu minggu ini tidak dapat lagi mengajar mereka.
"Astaga!" hanya satu keluhan itulah yang keluar dari mulut Beni, wajahnya sudah terlihat kacau dan frustrasi.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 46 Episodes
Comments
Sandisalbiah
Beni shock..!! tuh lah.. songong jd org.. sombong kok di gedein.. merugikan diri sendiri kan ujungnya..!!
2023-12-02
1