terlambat

Di lorong fakultas, Hendra berlari setengah panik. Nafasnya sedikit memburu saat melihat pintu kelasnya sudah tertutup rapat.

“Yah… pintunya sudah ditutup,” gumamnya sambil mengusap peluh di dahi. “Semoga dosennya belum masuk…”

Hendra mengintip sedikit, dan melihat kelas sudah penuh. Teman-teman sekelasnya sedang duduk rapi, dan di depan sudah berdiri Pak Damar, dosen yang terkenal galak.

Astaga… beneran sudah mulai! batin Hendra. Ia menelan ludah.

---

Di Dalam Kelas

“Permisi, Pak!” suara Hendra terdengar di ambang pintu.

Seluruh perhatian di kelas langsung tertuju padanya. Beberapa temannya menahan tawa melihat penampilannya yang terlihat tergesa-gesa, rambut sedikit acak-acakan, kemeja tidak terlalu rapi.

Pak Damar mengerutkan dahi. “Hendra Wijaya, lagi-lagi telat. Ini sudah ketiga kalinya minggu ini. Apa alasanmu kali ini?”

Hendra mengangkat tangannya seperti orang bersumpah. “Maaf, Pak. Tadi… ada masalah teknis di kontrakan saya. Air mati. Jadi, ya… agak ribet, Pak.”

Beberapa mahasiswa langsung tertawa pelan mendengar alasan itu.

“Masalah teknis, katanya,” bisik seorang teman di pojok.

Pak Damar menatapnya tajam. “Masalah teknis atau kamu memang suka bangun kesiangan?”

“Bukan, Pak! Saya janji nggak telat lagi.” Hendra mencoba tersenyum kaku.

Pak Damar mendesah, akhirnya mengangguk. “Baik, ini terakhir kali saya kasih kesempatan.

“Baik, Pak! Terima kasih!” ucap Hendra merasa lega dosen yang biasanya tidak memberi ampun itu membiarkannya. Ia pun berbalik, bersiap menuju bangku kosong di barisan tengah.

Namun langkahnya terhenti ketika suara Pak Damar terdengar, “Mau ke mana kamu?”

“Duduk, Pak,” jawab Hendra ragu, dengan wajah bingung.

Pak Damar menatapnya tajam. “Kapan saya suruh kamu duduk? Berdiri di situ kalau kamu masih mau tetap di kelas saya sampai pelajaran ini selesai,” tegas Pak Damar dengan nada datar namun penuh wibawa.

Suasana kelas mendadak sunyi. Hendra menelan ludah, lalu berdiri di samping meja dosen. Beberapa mahasiswa menoleh, sebagian menahan tawa kecil melihatnya. Wajah Hendra terasa panas, tapi ia tidak berani membantah.

---

Bel istirahat berbunyi nyaring, mengakhiri suasana serius di kelas. Beberapa mahasiswa langsung membereskan buku, ada yang keluar kelas lebih dulu, ada juga yang masih duduk sambil membuka ponsel.

“Kalau begitu bapak pamit undur diri.......” ucap Pak damar dengan nada formal sebelum melangkah keluar.

Hendra meregangkan bahunya. “Huft, akhirnya bisa makan juga. Dari pagi belum sempat sarapan, bisa-bisanya di suruh berdiri depan kelas juga” gumamnya sambil berdiri dan keluar kelas.

“Dra!” panggil suara dari belakang.

Hendra menoleh. “Ada apa, Bi?”

Robi, sahabatnya, menghampiri dengan senyum santai. “Lo mau ke mana?”

“Lo mau ikut nggak? Gw mau makan di kantin,” ajak Hendra.

“Lo punya uang?” tanya Robi dengan nada setengah bercanda.

“Ya, gw abis gajian, ya traktir deh,” jawab Hendra sambil tersenyum kecil, meski sebenarnya ia hanya mengarang alasan.

Robi menghela napas, sudah paham kondisi Hendra yang dulu. “Lebih baik lo tabung aja. Gw masih punya kok.”

“Tenang aja, gw udah sisain untuk tabungan,” balas Hendra.

“Yaudah, ayo,” ucap Robi. Mereka berdua pun melangkah ke kantin.

---

Di Kantin

Kantin kampus sudah ramai. Suara obrolan bercampur dengan bunyi piring, dan antrean di depan etalase mulai memanjang. Begitu Hendra dan Robi masuk, terdengar suara-suara lirih dari beberapa mahasiswa.

“Eh lihat, bukankah dia anak miskin yang suka nebeng sama temannya?” bisik seorang perempuan sambil melirik sinis.

“Iya, jangankan deket, liat aja males,” balas temannya.

Belum sempat Hendra bereaksi, suara nyaring terdengar. “Eh, miskin! Mau ke mana lo? Kalau mau uang, bersihin nih sepatu gue,” celetuk Ririn dengan nada mengejek.

“Udahlah Hen, jangan diladenin. Biarin aja,” ucap Robi sambil menepuk pundaknya.

“Sudah, ayo cari kursi kosong,” jawab Hendra, pura-pura tak mendengar.

Mereka duduk di pojok kantin. Robi segera berdiri. “Hen, gw pesen dulu. Lo mau makan apa?”

“Gurame asam manis sama jus durian aja,” jawab Hendra.

“Siap, tunggu sini,” kata Robi lalu pergi ke antrean.

Baru beberapa menit Hendra duduk, suasana di pintu kantin tiba-tiba ramai. Beberapa mahasiswa cowok terlihat berbisik-bisik.

“Eh, itu kan Lidya? Kok dia ke sini?” kata salah satu dari mereka.

“Dia mau ke arah gue, lihat aja,” ucap temannya sambil merapikan rambut.

“Matamu, dia mau ke arah gue!” timpal yang lain.

Hendra baru menoleh ketika suara langkah itu berhenti di depannya. Lidya berdiri di sana, tersenyum tipis.

“Kamu kuliah di sini juga?” tanya Lidya.

“Ya, kamu juga?” balas Hendra sedikit terkejut.

“Boleh duduk di sini?” tanya Lidya.

“Silakan, masih ada dua kursi,” jawab Hendra.

“Dua? Bukannya tiga?” tanya Lidya bingung.

“Temanku lagi pesan makanan,” jelas Hendra.

“Perempuan?” Lidya bertanya pelan.

“Laki-laki,” balas Hendra singkat.

“Syukurlah,” gumam Lidya tanpa sadar.

“Syukurlah? Memangnya kenapa kalau perempuan?” tanya Hendra heran.

“Ti…tidak apa-apa,” jawab Lidya, wajahnya sedikit memerah.

Terpopuler

Comments

Chen Wang

Chen Wang

lidya sama alisa 1 org kah thor?? atau ada kepribadian ganda ?

2025-03-06

0

Jeme Merinem

Jeme Merinem

Layla,Lydia,Alisa trus syp lg

2024-12-06

0

Ardi Provision

Ardi Provision

waduh,, jus durian 🤭🤭🤭

2024-12-19

0

lihat semua
Episodes
Episodes

Updated 95 Episodes

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!