Kak Sirena Pindah

Pagi ini, Zahrah terlambat bangun. Beruntung hari ini adalah hari Minggu. Jadi, dia tidak perlu khawatir terlambat pergi ke sekolah.

Setelah selesai mandi, Zahrah mengenakan baju santai nya. Dia berjalan keluar dari kamar Mamuju ke ruang makan.

Di ruang makan terlihat ramai oleh keluarganya dan juga keluarga mertua kakaknya.

"Selamat pagi semuanya" sapa Zahrah yang di balas dengan senyum manis dari semua orang.

"Ayo sini nak, sarapan bersama" ajak Ellen.

Zahrah mengangguk pelan, mengambil posisi duduk di samping ayah nya.

"Ayo makan lah yang banyak, supaya kamu cepat besar" ujar Ellen bercanda.

"Aku sudah besar Tante, lihat ini, lemak sudah di mana mana. Jika tubuhku lebih besar dari ini lagi, mungkin tidak akan ada baju yang muat di tubuh ku" Ujar Zahra mengundang tawa semua orang.

Ellen tersenyum menatap Zahra yang makan sangat lahap. Entah mengapa dia merasa lebih tertarik pada Zahrah ketimbang pad Sirena yang sudah sah menjadi menantu nya.

Setelah selesai sarapan, mereka semua berpindah ke ruangan depan. Karena rumah keluarga Handono tidak terlalu besar, jadi mereka hanya memiliki satu ruangan Keluarga sekaligus menjadi ruangan tamu.

Semua keluarga tampak mengobrol dan bersenda gurau. Kadang terdengar suara cekikikan mereka ketika mereka saling membalas dendam gurau.

Terkecuali Sirena, terlihat sejak tadi dia hanya diam dan berusaha untuk menjauh dari suaminya.

"Oh iya, aku ingin menyampaikan sesuatu" kata Jerico angkat bicara.

"Apa yang ingin kamu sampaikan nak?" tanya Ellen.

"Setelah berdiskusi dengan Sirena semalam, kami memutuskan untuk pindah ke kota nanti siang" ucap Jerico yang sukses membuat Sirena menatapnya nyalang.

Kapan kami berdiskusi?

"Apa ini tidak terlalu cepat nak?" tanya Lastri.

Jerico menggeleng pelan. "Tidak Bu, ini sudah menjadi keputusan kami berdua. Lagi pula, aku juga tidak bisa meninggalkan pekerjaanku terlalu lama" balas Jerico menjelaskan.

"Tapi-"

"Baiklah nak Jerico, jika itu sudah menjadi keputusan kalian berdua, kami akan menyetujuinya" ucap Gunawan memotong ucapan istrinya.

Sedangkan Lastri, dia hanya bisa diam. Dia tidak bisa membatah jika suaminya sudah angkat bicara.

"Ayo kak, aku akan membantu kakak mempersiapkan semua barang barang yang kakak butuhkan" ucap Zahra.

Sirena mengangguk, kemudian mereka pun berlalu ke kamar Sirena.

Setidaknya di kamar, Sirena langsung menghempaskan tubuhnya di atas tempat tidur. Menutup wajahnya dengan telapak tangan dan menangis dalam diam.

Zahrah terkejut, dia mendekati kakak nya yang sedang menangis.

"Kak" Zahra memegang bahu kakaknya. Melihat kakaknya menangis seperti itu, membuat Zahrah jadi ikut sedih.

"Zahrah, aku tidak mau pergi!"

"Tapi, ini kan sudah keputusan suami kakak dan kakak juga kan"

"Tapi, ku mau di sini Zahrah" ucap Sirena lagi. Dia benar-benar sedih bila harus meninggalkan desa tempatnya tinggal. Sangat banyak kenangan yang terukir di desa ini.

"Kak, kakak sudah menikah. Sudah sepantasnya kakak mengikuti apa yang suami kakak putuskan. "

"Kakak masih ingatkan, apa yang pernah ibu katakan. Seorang anak perempuan,jika sudah menikah nanti. Dia harus mengikuti apa yang suaminya katakan" sambung Zahrah mengulang petuah yang sering di ucapkan oleh ibu nya.

"Tapi dek, ini itu beda ceritanya"

"Yah seperti apapun cerita nya kak. Kewajibannya tetap sama. Seorang istri harus menurut pada suaminya" balas Zahra bijak.

"Kamu itu terlalu muda untuk mengerti semua ini" balas Sirena menghapus air matanya kasar.

"Terus kakak mau seperti apa? apa kakak ingin menolak keinginan suami kakak dan menimbulkan masalah di hati pertama kakak menjadi seorang istri? terus, ibu sama ayah jadi sedih. Apa kakak mau itu terjadi?" ucap Zahrah menakan Sirena yang langsung menggeleng kuat.

Tentu saja wanita yang baru kemarin menjadi seorang istri itu tidak mau membuat kedua orang tuanya sedih.

"Nak, makanya sekarang kita packing semua pakaian dan barang yang kakak butuhkan" Ucap Zahrah.

Sebenarnya Zahrah mengerti apa yang kakak nya rasakan. melihat sikap kakaknya yang seperti ini, membuat Zahrah yakin bahwa pernikahan ini terjadi karena sebuah perjodohan.

Namun, apa yang hendak di kata. Nasi sudah menjadi bubur, tidak akan pernah bisa menjadi nasi kembali.

"Iya iya deh yang sok paling dewasa. Terserah kamu aja deh, mau ngomong apa. Aku mengalah saja" ucap Sirena kembali menghapus air matanya.

"Oh iya, kamu mendapat beasiswa sekolah di kota kan?" Zahrah mengangguk.

"Kalau begitu, kakak akan menunggu kamu di kota. Kita akan tinggal bersama di sana nanti"

"Oke boss" jawab Zahra tercengir kuda.

Setelah selesai memasukkan semua barang barang yang Sirena butuhkan ke dalam koper, mereka kembali ruang depan.

Waktu Sirena berada di rumah ini semakin singkat. Hanya tersisa satu jam lagi.

"Apa kamu sudah siap?" tanya Jerico. Sirena tidak menjawab, dia hanya menunjuk kopernya dengan lirikan mata.

Jerico tersenyum, meskipun istri nya tidak menjawab dengan suara. Setidaknya Sirena menjawab dengan menunjukkan kopernya.

Pukul 1 siang, semua orang terlihat sibuk memasukkan barang barang mereka ke dalam bagasi mobil. Terutama Jerico, dia membantu istri nya memasukkan koper berukuran besar ke dalam mobil.

Setelah semua barang sudah masuk ke dalam mobil, kini saat nya mereka berpamitan pada keluarga Handoko.

Sirena memeluk ibu nya, tangis sedih tak dapat dielakkan. Dia benar benar tidak ingin berpisah dari ibu dan ayah nya.

"Nak, ingat pesan ibu yah. Kamu harus patuh sama suami kamu. Pandai pandai dengan keluarga di sana. Jangan membuat mereka kesal kepada mu. Mengerti?"

Sirena mengangguk mendengar petuah ibu nya, dia tidak akan pernah melupakan itu.

Kini, Sirena beralih pada ayah nya.

"Ayah.."

"Sudah, jangan menangis. Anak ayah sudah besar, sekarang sudah menjadi istri orang" Gunawan terkekeh pelan. Memperlihatkan rasa bahagia dan menyembunyikan rasa sedih berpisah dari putri sulungnya.

"Aku akan merindukan ayah"

"Ayah juga akan merindukan putri ayah"

Sirena kembali menangis, dia benar-benar tidak sanggup.

"Hey, kenapa harus menangis hm? aku akan menyusul mu ke sana" decak Zahrah mencubit pipi kakaknya saat kakaknya ingin memberikan salam perpisahan.

"Kamu harus menyusul ku, jika tidak aku akan pulang dan menyeret mu ke sana" Mereka tertawa mendengar ucapan Sirena.

"Oke baiklah, ayo kita berangkat sekarang. Sebelum pesawat meninggalkan kita!" ujar Jerico.

Mereka pun segera masuk ke dalam mobil. Jerico mendorong pelan istrinya yang terlihat enggan masuk ke dalam mobil.

"Sudah lah, ayo masuk. Mereka bisa kapan saja mengunjungi mu. Kalian tidak berpisah karena kematian" kaya Jerico membuat Sirena menatapnya tajam.

"Kamu tidak akan mengerti apa yang aku rasakan " kata Sirena.

"Terserah!" balas Jerico ikut masuk ke dalam mobil setelah istri nya masuk ke dalam.

Zahra memandang kepergian kakaknya. Ini terasa sedikit lebih berat, di bandingkan melepaskan kakaknya tinggal di kos nya yang tidak jauh dari tempat dia bekerja.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!