Episode 4

...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...

Malamnya aku pun mulai memilih buku dan baju yang akan aku bawa nanti dan memisahkannya di atas meja. Tanpa aku sadari bunda tengah berdiri menatap ku di ambang pintu sambil tersenyum.

"Ya ampun nak, bunda perhatikan kamu semangat banget siapkan keperluan kamu itu."

"Enggak kok, biasa saja."

"Bunda udah telpon nenek belum?"

"Sudah, katanya nenek bisa baru kesini nanti hari rabu depan. Soalnya harus mengurus dulu obat buat kakek,"

"Syukurlah kalau nenek berkehendak untuk tinggal sementara waktu di sini bersama bunda."

Sebenarnya rumah orang tua bunda sendiri tidak begitu jauh dari tempat tinggal kami, butuh waktu sekitar 1,5 jam untuk beliau bisa ke sini dengan mengendarai mobil. Biasanya paman Sanusi lah yang suka mengantarkan nenek dan kakek saat mau berkunjung ke rumah ku.

Tempat tinggal nenek berada di perbukitan dan jauh dari kota, sedangkan rumah kami ada di tengah-tengah kota. Awalnya bunda berniat untuk tinggal di sana, namun karena susah untuk mendapatkan penghasilan akhirnya bunda memilih untuk beli rumah di kota.

...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...

Saat aku tengah memasukan buku-buku ke dalam koper, ada Lulu dan ibunya berkunjung ke rumah. Seperti biasa dia langsung ke kamar ku, sedangkan ibunya bersama bunda di depan toko.

"Eh kamu lagi beres-beres ternyata."

"Emangnya kamu sudah?"

"Udah dong, lagian tidak banyak juga yang aku bawa nanti."

"Oh iya, aku sudah dapatkan alamat kosan untuk kita nanti. Jaraknya hanya 100 meter saja dari sekolah kita nanti."

"Kalau menurut saudara ku sih, akan lebih baik jika kita kost di perumahan gitu biar lebih aman katanya,"

"Jadinya gimana?".

"Ya tadi ibu aku sih,minta sama saudara aku untuk mencarikannya. Tapi sayangnya hanya ada satu kamar saja yang tersisa,"

"Oh gitu......"

"Iya, gimana dong. Aku jadi nggak enak sama kamu, soalnya aku kan yang kemarin-kemarin maksa kamu untum cari kosan berdua untuk kita." Jelasnya.

"Ya udah nggak apa-apa,nanti aku bisa bicara sama bunda. Kemarin bunda sempat cerita,kalau di sana bunda punya kerabat. Beliau memang sudah menawarkan sejak lama untuk aku tinggal bersamanya."

"Nah kalau kayak gitu ceritanya,aku lega juga dengarnya."

"Ya udah, yang terpenting kita masih sama satu sekolah ini nantinya." Aku berusaha untuk tidak buat Lulu merasa bersalah.

"Iya......"

...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...

Sepeninggal Lulu dan ibunya, bunda pun langsung menghampiri ku di ruang tamu.

"Bunda sudah dengar ceritanya dari ibunya Lulu. Jadi gimana, kamu mau tinggal bersama tante Vina di sana."

"Ya udah bu, aku mau."

"Lagi pula aku pun tidak mau,malah buat buat bunda khawatir nantinya." Balas ku.

"Ya udah, kalau begitu bunda mau hubungi tante Vina dulu."

Seingat ku,dulu aku memang pernah bertemu dengan tante Vina saat beliau main ke Malang. Namun karena waktu itu aku masih kecil dan sekarang sudah beberapa tahun sudah berlalu aku sudah lupa dengan wajah beliau.

Karena merasa bosan, aku pun memutuskan untuk cari angin di depan toko. Untungnya saat itu masih ada mba Ani yang tengah membungkus tepung terigu.

"Mba......"

"Aku kira mba udah pulang."

"Belum, ini nanggung lagi wadahi tepung dulu.Biar besok kalau ada yang beli gampang, gak harus mendadak bungkus."

Karen aku pun merasa bosan, aku pun membantu mba Ani untuk membungkus tepungnya kedalam plastik.

...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...

Tidak terasa hari pun sudah malam, setelah menutup toko aku dan bunda pun bersantai di ruang TV sambil menikmati mie rebus yang di buatkan bunda barusan.

"Oh iya, kata tante Vina anaknya yang cowok itu sekolah di SMA Bina Kasih. Kalau tidak salah waktu itu kamu cerita,"

"Iya itu nama sekolahan tempat aku ikut program itu." Sambung ku.

"Kok bisa kebetulan banget ya,"

"Ya bunda pun baru tahu tadi, saat tante Vina cerita."

"Emangnya beliau punya anak cowok yah?"

"Punya, hanya saja waktu dulu beliau main ke sini tidak di bawa. Makanya kamu belum pernah ketemu sama anaknya beliau,"

"Oh......"

"Kalau tidak salah kalian seukuran juga, bisa jadi kalian satu angkatan juga saat ini." Lanjut bunda.

"Kebetulan banget yah,"

"Takdir nak,"

"Nanti kan kamu bisa berangkat sekolah sama anaknya itu,apalagi kamu kan nggak tahu jalan-jalan di sana."

"Iya sih,"

"Aku hanya takut saja, anaknya tidak menyukai kehadiran ku."

"Tahu dari mana, ibunya saja baik. Ya anaknya pun pasti baik lah,"

"Ya semoga saja, kalau tidak aku lebih baik cari kosan saja."

Bunda hanya tersenyum sambil menepuk pundak ku.

...¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶ ¶...

Tidak terasa hari keberangkatan ku pun tiba, bunda dan kedua orang tua Lulu pun ikut mengantarkan kami sampai sekolah. Setelah semalaman aku dan bunda menangis saling menguatkan satu sama lain.

Tidak harus menunggu lama, bis yang menjemput kami pun datang. Aku pun langsung memeluk bunda erat, rasanya memang berat harus berpisah dengan beliau.

Setelah berpamitan dengan bunda, orang tua Lulu jua dan tidak lupa pak Hendra selaku guru pembimbing yang mengurus keberangkatan kami tahun ini. Kami pun langsung masuk ke dalam bis dan duduk di kursi yang sudah ada nama kami masing-masing.

Terlihat di luar sana, bunda tengah berusaha menghapus air mata yang sudah membasahi wajahnya. Berat memang untuk aku juga untuk berpisah dengan beliau.

"Aku harus kuat, aku harus pulang dengan membawa kebanggan untuk bunda nanti." Bisik ku dalam hati.

Sepanjang perjalanan aku tidak bisa tidur,berbeda hal dengan Lulu yang tertidur pulas sejak tadi.

Jarak dari Malang sendiri membutuhkan waktu sekitar 9 jam kurang lebih, itu pun kami sempat beristirahat 2 kali di rest area.

Tepat jam 4 sore, kami pun sampai di depan sekolah yang nantinya akan jadi tempat kami belajar untuk satu tahun kedepan. Di sana audah banyak orang yang menunggu kedatangan kami.

"Nah yang pakai baju biru itu, saudara yang aku ceritakan sama kamu." Tunjuk Lulu.

"Ah itu,"

"Dia anak dari paman ku, sekarang tengah bekerja di salah satu mall di Jakarta. Namanya mba Nanda," jelas Lulu.

"Oh iya, aku penasaran sama yang jemput kamu. Yang mana orangnya?"

"Aku pun tidak tahu, aku sudah lupa dengan wajah beliau." Balas ku.

"Lah, terus gimana dong."

"Ya paling nanti beliau panggil-panggil nama aku," timpal ku.

"Harusnya kamu minta fotonya sama bunda kamu, biar nggak kebingungan."

"Aku lupa Lu, mana kepikiran sama aku."

Setelah busnya terparkir, kami pun langsung turun. Tidak lupa dengan barang bawaan kami yang sudah di keluarkan dari dalam bagasi.

"Kayla Nafisah......." Seruan seseorang mengalihkan perhatian ku.

Aku yang tengah sibuk mengambil koper pun langsung melihat siapa orang yang memanggil nama ku barusan.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!