Sepanjang perjalanan menuju ke sebuah kota industri, tak hentinya Aretha meneteskan air mata. Meskipun dia terus saja menguatkan hatinya. Namun, tetap saja rasa sakit dan perih terasa menyayat hati. Apalagi, saat dia mengingat bagaimana sikap mertuanya selama ini. Membuat dia semakin merasakan kepiluan hatinya.
Flashback on
Saat Ringgo di-PHK dari tempat kerjanya, Aretha ikut suaminya pulang kampung. Meskipun Aretha masih bekerja di sebuah perusahaan Jepang, mau tidak mau dia mengikuti ajakan suaminya untuk berwirausaha di kampung. Apalagi, mertuanya terus menyuruh Ringgo untuk pulang kampung agar meneruskan usaha keluarganya mengelola peternakan ayam dan kambing.
Awalnya Bu Lela terlihat baik pada Aretha, tetapi lama-kelamaan ibu mertuanya itu senang sekali menjadikan dia seperti seorang romusha. Aretha sering disuruh melakukan pekerjaan berat seperti mengangkang galon dan karung beras. Tidak ingin dianggap sebagai menantu pembangkang, Aretha pun hanya menuruti saja apa yang disuruh mertuanya.
Seperti saat ini, ketika Aretha baru saja pulang mengajar dari taman kanak-kanak, ibu mertuanya terlihat sudah menunggu di teras rumah. Wanita paruh baya itu terlihat menekuk wajahnya. Seperti sedang ada masalah.
"Assalamu'alaikum, Ibu." Aretha langsung mencium punggung tangan ibu mertuanya.
"Wa'alaikumsalam," jawab Bu Lela ketus, "kenapa kamu lama sekali pulangnya? Apa tidak tahu kalau ibu sangat lapar?"
"Memangnya Ibu tidak memasak? Retha beli gado-gado. Kalau Ibu lapar, buat Ibu saja."
"Ibu sangat lapar, sudah sini gado-gadonya buat Ibu. Kamu cepat belikan gas dan air galon. Gas di rumah ibu sudah habis, air galon juga habis. Ringgo sedang sibuk mengantar pesanan kambing. Kakak ipar kamu juga sedang sibuk di kelurahan," cerocos Bu Lela.
Padahal rumah Mbak Rere dan rumahku lebih dekat rumah Mbak Rere, tapi apa-apa pasti nyuruhnya ke sini, batin Aretha.
"Iya, Bu. Nanti aku ganti baju dulu."
"Jangan lama-lama! Ibu harus masak buat adik kamu. Pasti dia pulang sekolah kelaparan."
"Iya, Bu!" sahut Aretha seraya berlalu pergi menuju ke kamarnya.
Sementara Bu Lela menikmati sebungkus gado-gado yang dibawa oleh Aretha. Wanita paruh baya itu menghabiskannya hingga ludes tak bersisa. Aretha yang melihat pengganjal perutnya sudah habis, hanya bisa menelan air liurnya sendiri.
Tak apa, aku bisa beli lagi.
"Bu, aku beli gas sekarang. Uang ...."
"Dari kamu saja dulu. Ibu lupa bawa uang, nanti sore suruh Ringgo untuk ambil uang ke ATM. Tadi Masnya Ringgo kirim pesan kalau dia udah transfer uang. Rangga tuh memang selalu ingat sama ibunya yang janda ini. Setiap dia habis gajian pasti kirim uang buat Ibu. Dia ingat kalau adiknya ada yang masih kuliah. Padahal, biaya kuliah Reva harusnya jadi tanggung jawab Ringgo sebagai kakaknya."
Bagaimana bisa Mas Ringgo kasih uang banyak, kalau hasil peternakan uangnya diambil semua sama Ibu. Mas Ringgo dan aku hanya dapat baunya saja. Sementara uang gaji honorer hanya cukup untuk kami makan saja, batin Aretha.
"Aku berangkat ya, Bu. Ibu tunggu di sini apa mau di rumah?"
"Ibu tunggu di rumah saja."
Aretha pun mengantarkan ibu mertuanya terlebih dahulu sebelum dia membeli gas dan galon. Barulah dia berkeliling kampung mencari gas melon yang dibutuhkan oleh ibu mertuanya. Sekalian dia membeli air galon yang kemudian dia simpan di jok belakang motornya. Setelah mendapatkan semua yang dibutuhkan oleh ibu mertuanya, Aretha pun membeli gado-gado kembali karena perutnya sangat lapar.
"Ibu, gas dan galonnya sudah aku pasang. Aku pulang dulu ya, Bu. Mau makan dulu," pamit Aretha.
"Kenapa harus pulang? Sekalian saja masak buat Ibu. Biar kamu tidak usah membeli lauk lagi."
"Iya, Bu! Aku mau makan dulu, baru nanti masak." Aretha mengambil piring dan sendok. Dia berniat memakan gado-gado terlebih dahulu sebelum memasak untuk mertuanya. Namun, baru saja dia memasukkan satu suapan gado-gado, terdengar ibu mertuanya berbicara yang tidak enak didengar di telinganya.
"Kamu tuh Aretha, jajan di luar terus. Kalau mau makan ya masak dulu. Jangan terus jajan di luar! Sebagai seorang istri harus bisa sadar diri. Harus bisa menyesuaikan diri, seberapa besar penghasilan suami kamu. Lah ini, tiap hari kamu jajan di luar terus, bagaimana bisa nabung buat kebutuhan yang besar? Pantas saja Tuhan gak percaya sama kamu untuk punya anak. Kamu saja hanya memikirkan diri kamu sendiri," cerocos Bu Lela seperti jalan kereta api yang panjang dan tak berujung.
Aretha hanya bisa menghela napas panjang mendengar ucapan mertuanya. Bukannya mendapatkan ucapan terima kasih, justru mendapatkan ceramah yang membuat pikirannya menjadi kacau. Sebisa mungkin Aretha menahan kekesalannya. Rasanya tidak mungkin jika dia harus melabrak ibu mertuanya. Bagaimana pun juga, wanita paruh baya itu sangat berjasa pada suaminya. Akhirnya Aretha memilih melanjutkan makannya dalam diam. Dia tidak bersuara sedikit pun hingga selesai memasak untuk mertuanya.
"Ibu, lauk dan sayur untuk Ibu dan Reva sudah aku simpan di meja makan. Aku pulang dulu, khawatir Mas Ringgo sudah pulang."
"Ya sudah sana, jangan lupa bawa lauk dan sayur untuk Ringgo."
"Iya, Bu!" sahut Aretha.
Dia segera pulang ke rumahnya yang terhalang lima rumah dari rumah mertuanya karena memang rumah yang ditempatinya sekarang merupakan pemberian dari mertuanya. Dia dan suaminya hanya membeli perabotan rumah saja. Makanya, Aretha lebih banyak mengalah karena malu sudah diberi tempat tinggal jika melawan atau pun menolak permintaan ibu mertuanya.
Sesampainya di rumah, terlihat Ringgo sudah mandi dan berganti pakaian. Biasanya sore hari dia akan pergi ke kandang dan pulang saat menjelang magrib. Sementara Aretha hanya menunggu di rumah.
"Mas, sudah siap. Ini aku bawakan sayur dan lauk. Tadi disuruh ibu masak di sana," ucap Aretha.
"Ayo makan berdua! Kamu jangan sampai telat makan, Dek. Mas menikahi kamu bukan ingin membuat kamu sengsara. Meskipun kehidupan kita sekarang sederhana, tapi jangan sampai tidak makan."
"Sebentar, Mas! Aku siapkan dulu piringnya."
Aretha pun menyimpan piring dan sendok serta gelas yang sudah diisi oleh air minum. Keduanya nampak makan dalam satu piring yang sama. Terkadang Ringgo menyuapi Aretha dan menyeka sisa makanan yang ada di bibir istrinya.
Memang, sikap lembut Ringgo lah yang membuat Aretha mau bertahan tinggal di kampung. Meskipun mertuanya terkadang semena-mena padanya. Seandainya saja pernikahan kedua Ringgo tidak pernah terjadi, mungkin Aretha tidak akan mungkin pergi meninggalkan suaminya.
Flashback off.
"Stasiun Bekasi, stasiun Bekasi ... yang mau turun segera bersiap mendekat ke arah pintu," teriak kondektur kereta api.
Aretha langsung saja menghapus air matanya dengan kasar. Dia memang meminta teman kampusnya untuk mencarikan dia pekerjaan di kota industri itu. Pekerjaan apa pun yang penting halal. Masalah gaji bisa mengikuti nanti.
Selamat datang hidup baru. Selamat tinggal masa lalu. Aku akan terus melangkah, meskipun banyak rintangan yang akan menghadang. Aku yakin Allah tidak akan menguji hamba-NYA di luar batas kemampuannya.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Uba Muhammad Al-varo
kisah hidup nya Aretha dengan kesedihan yang mendalam,bumer yang kejam dan cobaan tidak diberikan keturunan dengan waktu yang lama
2025-01-18
0
Sulaiman Efendy
DN KPUTUSAN TEPAT & BIJAK LO PERGI, BUAT APA LO PNY MERTUA TOXIC KYK LELA..
2023-12-27
2
v_cupid
begitulah mertua
2023-08-13
1