..."Mereka hanya tahu menyalahkan ku, tapi lupa bertanya sesakit apa ketika aku harus menjadi pihak yang meminta maaf atas sesuatu yang bukan salahku."...
..._Fauziah Almunazar...
...Happy Reading Semua...
.......
.............
Helena yang dari tadi terus saja berlari, kini mulai memelankan tempo larinya. "Gila sekali aku lari sampe segitunya," sambil mengatur napasnya Hellena berucap..
Memang keadaan yang sepi membuat tidak akan ada orang disekitar yang mendengar perkataan Helena, apalagi ditembah dengan hujan yang masih saja turun meskipun hanya tinggal gerimis kecil.
"Yang penting sekarang udah gak di kejar lagi. Dasar orang gila, masa cuman numpang lewat doang terus di kejar." Sambil mengatakan hal tersebut Helena pun terduduk di kursi yang ada di pingir jalan tersebut.
Meskipun keadaan yang masih hujan, tetapi hal tersebut tidak dihiraukan oleh Helena. Dirinya masih duduk di kursi pingir jalan sambil di temani guyuran hujan, toh bajunya sudah basah kuyup sejak tadi berlari. Jadi buat apa neduh?
"Udah capek, baju basah lagi. Dahlah lengkap derita hamba ya Tuhan." Keadaan yang bener-benar menyedihkan untuk seorang Helena sekarang, terlihat sangat menghawatirkan sekali keadaan saat ini.
"Mau di simpen dimana nih blackdor? Masukin saku celana kali ya? Eh nanti keliatan lagi, tapi sepertinya bisa ditutup pake baju." Batin Hellena ambil membenarkan letak benda yang dibawanya dengan aman. "Oke sempurna."
"Oke aman, eh tunggu-"
Helena mulai meraba-raba setiap saku celananya, mencari benda yang teramat penting bagi setiap umat manusia di dunia ini.
Setelah meraba semua saku celananya, Helena pun mendapatkan benda tersebut di saku bagian depan sebelah kanan.
"Akhirnya ketemu juga, untung tidak hilang. Bikin serangan jantung mendadak saja!" Setelah menemukan benda yang dicarinya, dapat membuat Helena merasa lega sebab benda yang di carinya sudah ada dan masih dalam kondisi aman.
"Wah, masih di plastik ternyata."
Helena pun mengeluarkan benda tersebut dari dalam kantong plastik itu, lalu mulai memindai setiap sisi benda tersebut.
"Untung tidak terkena hujan," ucap Hellena setelah melihat benda tersebut tidak basah sama sekali. "Bisa gawat kalo basah."
Tak berselang lama, benda yang di keluarkan oleh Hellena bergetar dengan di iringi suara notif bertanda ada panggilan telepon masuk. Dan ya, benda yang teramat penting bagi Helena adalah sebuah ponsel.
Handphone dapat menjalankan setiap bisnis yang di miliki oleh Hellena, oleh sebab itu dia begitu menjaga ponselnya tersebut.
Dapat dilihat salah satu nama temannya berada dalam layar ponsel tersebut, dengan segera Hellena mengangkat panggilan tersebut.
"Halo?"
"Kamu dimana El?" Teriak orang yang berada di sebrang telepon sana.
Sedangkan Helena langsung menjauhkan sedikit ponselnya, setelah mendengar teriakan dari temannya itu.
Bukan lebay atau apa, cuman Hellena mencoba mencegah budeg di usia muda.
"Bisa gak sih? Gak usah teriak! Aku lagi di jalan, kenapa?" Setelah sedikit menggosok kupingnya, Helena mulai kembali mendekatkan lagi teleponnya dan berucap.
"Gimana gak teriak, aku kesel tau nungguin kamu. Dijalan mana? Jadi kan, main ke rumah?"
Seketika Helena tanpak terkejut mendenger perkataan temannya, dia seketika ingat akan janji yang sudah dibuatnya. "Duh gawat, aku lupa lagi ada janji main sama Grac."
Helena mulai bergelut dengan pikiran dan batinnya, ia sangat lupa kalau mempunyai janji untuk berkunjung ke rumah temannya.
"Di jalan mau pulang. Kayaknya aku gak bisa, kalau harus ke rumah kamu sekarang." Helena Mulai menimang hari apa yang bisa untuk dia berkunjung ke rumah temannya itu, "gimana kalo lain kali aja?"
"Apa? Kok gak bisa sih? Kan kamu udah janji." Terdengar nada disebrang telepon tersebut mulai kesal dengan apa yang Hellena katakan, tapi sungguh dia tidak berniat untuk menbuat temannya kesal.
"Tetep gak bisa Grac, tolong ngertiin aku."
Seorang Helena Edlyn Meddison atau kerap di panggil El oleh teman-temannya, sudah berbicara dengan memohon seperti itu yang berarti dirinya benar-benar tidak bisa untuk melakukan hal itu karena terdapat alasan di balik itu.
Terdengar helaan napas dari temannya yang dipanggil Grac itu.
"Oke, aku gak akan maksa kamu datang sekarang. Tapi janji ya, nanti kesini." Grac sudah sangat paham situasi seperti ini, sehingga sebagai teman yang baik dirinya memaklumi hal itu.
"Aku gak bisa janji, tapi kalo aku ada waktu luang banyak aku pasti ke rumah kamu."
"Bener ya, nanti main ke rumah?"
"Iya."
"Kalo gitu aku tutup teleponnya, semangat!"
"Semangat kembali."
Tut tut
Sambungan telepon tersebut terputus, Hellena dengan langsung kembali memasukan ponselnya kedalam kantung plastik agar tidak basah akibat air hujan.
"Semangat!!"
Secara langsung Hellena kembali berteriak kecil, sambil mengepalkan tangan ke atas.
"Mari kita jalani hidup yang kejam ini," berdiri dari tempat duduknya melihat ke atas langit yang sudah menghentikan hujannya.
Kemudian Helena melangkah meninggalkan tempat tersebut, tetapi kali ini berjalan dengan penuh tekad bukan berlari dengan penuh ketakutan.
***
Sedangkan ditempat lain, lebih tepatnya di sebuah mension keluarga Jovanca seorang gadis berusia 18 tahun sedang kesal sambil menghantakan kakinya.
Gadis tersebut adalah anak tunggal dari keluarga Jovanca, yang tak lain adalah Grac yang bernama lengkap Gracia Jovanca.
Grac anak dari pasangan Delano Jovanca dan Asti Jovanca. Seorang anak yang berasal dari campuran, atau lebih sering dikenal dan disebut sebagai peranakan.
Delano sendiri adalah warga asli Amerika dan tentunya berkebangsaan Amerika juga. Sedangkan Asti merupakan asli orang Indonesia, yang sekarang berpindah kependudukan menjadi warga Amerika juga mengikuti suaminya.
Tidak aneh juga, jika wajah Gracia adalah campuran dari Asia dan juga Amerika. Gracia merupakan salah satu sahabat baik dari Helena, masih ada satu orang lagi yang menjadi sahabat baik keduanya.
Berteman Gracia dan Helena sudah terjalin sejak masa Junior High School, dimana keduanya sama-sama teman sekelas.
Sehingga, hubungan keluarga Gracia juga sangat baik terhadap Helena. Kedua orang tuan Gracia juga sudah menganggap Helena adalah anak mereka sendiri, apalagi ditambah dengan keadaan mereka yang hanya memiliki satu anak saja.
Apalagi ditambah dengan keadaan Helena yang sekarang membuat keluarga Jovanca sangat baik terhadap Helena, namun hal itu juga yang membuat Helena merasa tidak enak diperlakukan seperti itu.
Takut merepotkan dan juga merasa malu karena terlalu sering membantu.
"Kamu kenapa Cia?" Asti bingung melihat anak gadisnya yang sedang duduk kesal, serta mulut Gracia yang tidak henti-hentinya mengerutu pelan.
Perlu diketahui, jika kedua orang tuan Gracia memanggil dengan sebutan Cia, seolah memang panggilan kesayangan. Sedangkan untuk orang lain, Gracia lebih senang dipanggil Grac saja.
"El gak bisa main ke rumah sekarang Bun," Gracia kembali cemberut setelah mengatakannya. Dia sangat kesal karena rencana menghabiskan waktu bersama Helena harus sirna.
Karena Asti adalah asli orang Indonesia, membuat Asti ingin dipanggil Bunda oleh Gracia.
"Loh kenapa? Bukannya, udah janji mau kesini?"
Seingatnya, Gracia dan Helena memang sudah membuat janji akan bermain bersama dikediaman Jovanca tersebut. Dan tentunya Asti akan ikut senang akan hal itu.
"Itu dia Bun, El ada urusan mendadak. Bunda tau sendiri kan? El orangnya kayak gimana."
"Iya, Bunda tau. Pasti El lagi banyak kerjaan sekarang," entah mengapa hati Asti merasa sedih saat mengatakan itu. Dirinya kembali membayangkan, Helena yang sedang bekerja kerasa untuk menghidupi kebutuhannya sehari-hari
"Kayaknya, iya Bun."
Kedua perempuan beda usia tersebut hanya termenung sedih duduk di sofa karena Hellema yang tidak jadi berkunjung ke rumah mereka.
"Kalian berdua kenapa? Kok mukanya pada sedih gitu?" Tanya Delano yang baru ikut bergabung dengan mereka di sofa tersebut.
"El gak jadi ke sini Dad," Gracia menjawabnya dengan malas.
"Pantesan kalian sedih."
Delano sudah tau betul jika anak dan istrinya itu pasti sangat sedih jika, Helena tidak jadi untuk berkunjung ke mension mereka.
"Mungkin emang El gak bisa ke rumah sekarang, dia punya banyak urusan di hidupnya. She is a great and strong girl, sekaligus sibuk tentunya." Imbuh Delano mencoba memahami keadaan Helena kepada Asti dan Gracia.
Mereka sangat kagum pada Hellena, sorang gadis yang seumuran dengan anak mereka, tetapi sudah harus berjuang untuk hari esok agar tetap hidup.
Alasan apa yang mengakibatkan Helena, yang hanya teman baik dari Gracia bisa di sayang layaknya anak sendiri? Jawabannya sederhana, yaitu kebahagiaan.
Helena membawa ke bahagian bagi orang di sekitarnya, termasuk keluarga Jovanca juga. Helena mampu menjadi sahabat yang begitu baik dan tulus kepada Gracia, dan juga Helena mempu mengisi kekosongan sepasang suami-isrti yang ingin mempunyai anak lagi.
"Bunda kangen banget sama dia, udah lama banget dia tidak berkunjung kesini." Rasa rindu sangat di rasakan oleh Asti akan kehadiran Helena untuk menambah suasana ramai.
"Iya, udah lama banget anak itu tidak menghancurkan dapurnya Bunda." Diiring dengan kekehan kecil oleh Delano mengatakannya.
Delano jadi teringat jika El berada di rumahnya, pasti istrinya akan marah dan teriak-riak sebab dapur yang bersih dan rapihnya harus berantakan bak kapal becah oleh Helena dan Gracia.
Tapi selalu saja, istrinya itu ingin Helena datang dan kadang memaksa untuk menginap juga. Membuat Delano merasa tidak habis pikir dengan hal itu.
"Gak papa, yang penting dia kesini dulu. Udah disini mau di teriakin, mau di jewer juga gak papa kan Bun?" Tanya Gracia yang tentu saja disetujui oleh Asti.
"Iya, mau Bunda jewer sampe putus tuh telinganya. Bikin kesel aja, udah lama gak kesini."
Sedangkan Delano hanya bisa menggelengkan kepalanya pelan, perkataan Asti sungguh tidak akan bisa terwujud jika Hellena sudah benar-benar datang nantinya.
To Be Continue
Haiiii👋👋👋
Author yang baik ini kembali menyapa.
Makasih buat yang udah baca, kalau ada typo tolong tandai ya. Jangan lupa rutinitas like, vote dan komen. Gratis kok dan gak ribet, jadi yuk langsung like, vote dan komen!
Semoga suka dengan cerita ini, bay bay see you next part.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 77 Episodes
Comments