Esok pagi, Rui membangunkan Jian yang masih tertidur pulas. "Jian, ini sudah pukul enam pagi! Kamu harus segera mandi dan mengganti pakaianmu dengan seragam sekolah sihir!"
Jian beringsut duduk. Menggosok matanya yang enggan terbuka, "Ini pukul berapa, Rui?"
"Ini sudah pukul enam pagi, Jian. Kamu harus segera mandi. Lihatlah, ada koki asrama yang mengantarkan sarapan untuk kita!" Rui menunjuk ke sebuah meja dan kursi yang tiba-tiba muncul di kamarnya beberapa menit lalu.
"Sarapan? Kupikir kita akan sarapan di sekolah bersama murid lainnya," Jian menatap hidangan lezat di atas meja.
"Katanya, itu hanya berlaku untuk makan malam dan makan siang. Sarapan selalu dikirim ke setiap kamar siswa. Cepatlah mandi, atau nanti kita akan terlambat."
"Rui, kamu tampak bersemangat," Jian menatap temannya yang sudah memakai seragam penyihir.
"Kamu tahu kan, Jian. Ini lebih menakjubkan dari yang kamu lihat di dalam komik!"
Mereka berjalan menyusuri koridor yang lengang. Jian dan Rui sudah melihat murid-murid Akademi Hudie yang berkumpul di lapangan akademi.
"Menurutmu kamar Neo di mana, ya?" Rui bertanya pada Jian. Melongok setiap pintu yang mereka lewati. Semua pintu tertutup, dia tidak bisa melihat ke dalam melalui jendela kaca.
"Neo pasti masih tidur, Rui. Kamu tahu sendiri dia tidak pernah tertarik dengan sekolah sihir. Dia sering sekali mengolokku tentang komik yang kubaca."
"Tapi sejak tiba di sini, kurasa Neo mulai menyukainya. Kamu melihatnya juga, kan? Dia lebih banyak bicara seakan mulai tertarik dengan dunia ini," Rui menyangkalnya.
Jian mengangguk-angguk, "Boleh jadi, dia malah tidak ingin pulang."
Keduanya tertawa sambil berjalan melewati koridor, "Apakah meninggalkannya berdosa, Jian? Dia akan terlambat, kan?"
Jian melambaikan tangan, "Biarkan saja, toh hukumannya tidak akan berat. Dia terbiasa terlambat saat di sekolah, kan?"
Mereka memutuskan untuk tidak menghampiri Neo yang menurut mereka masih di kamar. Tiba di lapangan akademi, Jian dan Rui mencari tempat yang cocok untuk mereka berdiri.
Tampaknya anak-anak penyihir ini tidak menyukai pendatang baru, wajah mereka menyeramkan bagi Jian dan Rui.
"Kita sebaiknya berdiri di mana, Jian?" Rui menyikut lengan Jian dengan wajah takut.
"Jian, Rui!" seseorang berseru.
"Jian, tidak mungkin ada seseorang yang mengenal kita, kan?" Rui semakin panik.
Jian terkekeh, "Itu suara Neo, Rui. Ayo kita bergabung dengannya." Jian yang melihat Neo melambaikan tangan jauh di depannya memutuskan untuk bergabung bersama Neo.
"Hei, tak kusangka kamu sudah bangun," Jian memukul perut Neo.
"Hai, Teman Neo!" dua orang penyihir di sebelah Neo menyapa.
"Eh, dia menyapa kita?" Rui menyikut lengan Jian, "Apa yang mereka katakan?"
Neo memasangkan sebuah alat di telinga Jian dan Rui, "Aku melupakan ini, Teman-teman. Ratu Hudie memberikan ini semalam, memintaku untuk memberikannya kepada kalian juga agar bisa berkomunikasi dengan murid-murid lainnya. Tapi aku lupa," jelas Neo, sambil menggaruk tengkuk.
"Ini benar-benar bisa membuat kita berkomunikasi dengan mereka?" Rui berbisik kepada Jian.
"Namaku Tomu, aku penyihir kelas satu, sama seperti kalian. Jadi, kita berteman saja!" Tomu menjulurkan tangannya.
"Aku Sue," gadis rambut pendek di sampingnya ikut mengulurkan tangan.
"Jadi kita semua berada di kelas satu, ya?" Jian bertanya.
"Semua murid yang berkumpul di lapangan adalah murid baru," Sue membantu menjawab, "Nama kalian siapa, Teman Neo?"
"Eh, kami bukan Teman Neo, namaku Rui, dia Jian," Rui menggeleng keras saat Sue memanggilnya Teman Neo.
"Jadi mereka bukan temanmu, Neo?" Tomu menatap Neo.
"Kami hanya kebetulan saling kenal saja. Meski dua tahun tinggal di kelas yang sama, mereka tidak benar-benar temanku. Hanya teman satu kelas saja." Neo membenarkan perkataan Rui.
"Neo, bagaimana kamu bisa pergi tanpa kami?” Jian keberatan melihat Neo sudah memiliki teman.
"Bukankah kamu juga berniat meninggalkannya, Jian?" Rui berbisik, Jian menyuruhnya menutup mulut.
"Eh, aku semalaman tidak bisa tidur karena tidak sabaran. Aku berkeliling dan menonton Penyihir Kelas Atas berlatih malam. Lalu aku bertemu Ratu Hudie dan dia memberiku alat itu. Dia bilang akan bagus jika kita bisa berteman dengan murid lainnya. Itu tidak terlalu terlihat aneh." Neo menceritakannya kepada Jian dan Rui, "Aku kemudian mencari murid dengan identitas yang memiliki warna putih seperti milik kita, kebetulan mereka yang berpapasan denganku, jadi kita berteman."
"Lalu kenapa kamu tidak mengajak kami?!" Jian dan Rui berseru bersamaan.
Neo menahan napas, "Eh, kupikir kalian tidur karena Jian memarahiku saat aku mengunjungi kamar kalian" Neo segera mencari alasan agar Jian dan Rui tidak memarahinya.
Keduanya memilih untuk tidak berbicara dengan Neo lagi. Itu terlalu menyebalkan, Jian lebih sering memarahi Neo karena tingkah acaknya, Rui lebih sering bertanya dan mendapat panggilan bodoh dari Neo. Sungguh tertekan.
Neo mengeluarkan sebuah pena dan buku jurnal kecil. Itu adalah buku yang sebelumnya dia keluarkan saat masih berada di tepi hutan gumpalan kuning.
"Kamu mau apalagi?" Jian menatapnya malas.
"Apalagi? Tentu saja mencatat agendaku. Hari ini adalah hari pertamaku sekolah sihir. Ini menyenangkan, andai saja ponselku masih hidup, aku akan memotret semua yang ada di sekolah ini dan mengunggahnya di akun sosial mediaku. Aku pasti terkenal dalam waktu dekat." Neo tertawa kecil. "Jurnal ini akan berguna."
Jian memutar bola matanya, "Anak ini tidak pernah bertingkah normal."
"Master sudah datang!"
Jian dan Rui memperbaiki barisannya, Neo berdiri di depan mereka, sibuk memasukkan buku kecil dan pena ke dalam saku.
"Pakaian ini juga akan mahal jika dijual di kota kita, Rui," Neo tiba-tiba berbalik ke belakang dan berbisik kepada Rui.
"Benarkah?" anehnya, Rui meladeni celetukan asal itu.
"Benangnya terbuat dari emas, Rui. Aku sudah memastikannya!"
"Benar, Neo. Kita bisa kaya, membawa satu pasang seragam tidak akan dianggap mencuri, kan?" Rui bertanya polos.
Neo terkekeh kecil mendengarnya, "Mungkin tidak akan."
Pletak!
Jian menotok kepala Neo, "Bisakah kamu diam? Rui-ku tidak bisa asal kamu jahili saja!"
"Ha? Kalian kaum pelangi, ya?" Neo menunjukkan wajah terkejutnya yang dibuat-buat. Jian melotot dan menggeleng tegas untuk menjawab pertanyaan Neo yang aneh.
Di depan sana, Ratu Hudie sudah berdiri sambil memegang tongkat panjang.
"Keluarkan kartu identitas penyihir kalian."
Jian, Rui dan Neo mengambilnya dari saku dan mengangkatnya tinggi-tinggi. Tapi murid lain mengeluarkannya menggunakan sihir, dan mengambang di atas kepala mereka dengan sendirinya.
Jian, Rui dan Neo menahan napas, "Bisakah kita melakukannya juga?" Rui berbisik kepada Jian.
"Tujuan kita di sini adalah belajar sihir, Rui. Mereka melakukannya dengan mudah karena berasal dari keturunan penyihir, sedangkan kita hanyalah manusia biasa, harus belajar dari awal." Neo dengan senang hati menjelaskannya.
Jian berdecak, "Tidak perlu terlalu memercayai kalimatnya."
"Jian, kau juga bisa melakukannya sekarang," sahut Sue, "Begitu kita memiliki nama kita di kartu identitas penyihir, kita sudah langsung bisa memakai sihir dasar untuk memunculkan benda kecil yang sudah memiliki ikatan dengan kita." Sue lebih berbaik hati lagi menjelaskannya.
"Benarkah?"
Sue mengangguk, "Cobalah. Masukkan kembali kartumu ke dalam saku, lalu berkonsentrasi, jentikkan jarimu, dia akan muncul dengan sendirinya."
Jian mulai berkonsentrasi, kemudian menjentikkan jarinya, kartu identitas benar-benar muncul di depannya. Jian berseru senang, segera meminta Rui mencobanya juga, "Lihat, perkataan Neo tidak sepenuhnya benar!"
...----------------...
Sudah mempelajari sihir dasar untuk memunculkan dan menghilangkan benda terikat, Master Hudie membagikan masing-masing satu tongkat untuk satu siswa.
Tongkat ini bukan seperti tongkat sihir yang dilihat Jian di dalam komik. Tongkat itu panjang dan berat. Ada banyak ukiran indah di setiap ujungnya. Jian berseru takjub begitu memegang tongkat sihir miliknya.
"Berikan nama untuk tongkat sihir kalian. Ini tidak hanya tingkat sihir, dia akan membantu kalian terbang, membantu kalian melawan hewan buas, membantu kalian menyembuhkan luka. Agar dia terikat dengan kalian, berikan dia nama yang kalian mudah mengucapkannya." Arahan dari Master Hudie sudah terdengar di telinga Jian, Rui dan Neo.
"Aku akan memberi nama tongkatku Jilly!" Jian berseru senang, memeluk tongkat itu dengan bahagia.
Jilly tiba-tiba bercahaya terang, Jian refleks melepasnya dan memasang wajah terkejut. Melihat itu, Master terkekeh, "Jian berhasil memiliki ikatan dengan tongkatnya, nama yang bagus, Jian!"
Jian merasa senang mendapat pujian di hari pertama sekolahnya. Dunia ini tidak semenyeramkan yang dipikirkan Neo.
"Nama tongkatmu apa, Rui?" Neo bertanya.
"Hm ... nama tongkatku, Riu." Rui menjawab pendek, tongkat Rui menyusul bercahaya. Master ikut senang untuk mereka.
"Kalau nama tongkatku ... Juju!" Neo berseru dengan percaya diri.
Nyaris semua murid tertawa mendengar nama itu. Jian dan Rui tak kuat lagi menahan tawa mereka, "Maaf, Neo. Kami tidak bisa bersikap sopan di depanmu! Nama itu buruk sekali!"
Neo merengut dan tidak menghiraukan kalimat Rui. "Tongkatnya milikku, jadi namanya terserah padaku!"
Tongkat Neo tak mengeluarkan cahaya, tapi Neo melemparnya dan mengatakan kalau dia baru saja seperti terkena tegangan listrik besar.
"Tongkat Neo tidak menyukai nama itu, makanya dia menolak dengan menyengat majikannya dengan listrik besar. Kau harus mencobanya lagi, Neo, berikan nama yang bisa disukai tongkatmu." Master menjelaskan sambil menahan tawa.
Neo memasang wajah kesal, "Jadi kamu tidak menyukai nama pemberianku, Juju?" Neo mendekat, memungutnya lagi dan melemparnya lagi.
"Sial! Dia menyetrumku dua kali?" Neo melotot kesal.
"Harus kuapakan kau!"
"Eh, Neo. Sebaiknya jangan melukai hati tongkatmu, nanti dia tidak mau akur bersamamu. Lebih baik carikan nama baru saja." Tomu menepuk pundak Neo dan berusaha membesarkan hatinya.
"Baiklah. akan kuberikan kau nama baru. Tapi jika kau tetap tidak menyukainya, kujual saja kau!"
Semua orang menunggu Neo memberikan nama untuk tongkatnya.
"Bagaimana kalau Piu Piu?" Neo mengangkat tangannya tinggi-tinggi.
Orang-orang terdiam, memang tidak seburuk yang pertama. Tapi Neo adalah laki-laki, kenapa memberi nama tongkat sihir dengan nama yang terdengar feminim?
Ddrrrttt!
"Astaga! Kau masih tidak menyukainya?" Neo melempar tongkatnya untuk yang ketiga kali.
"Sepertinya kamu buruk dalam memberi nama, Neo." Master akhirnya tidak bisa menahan tawanya lagi, "Menurutku, dia akan sangat cocok jika dipanggil Pru.
Neo mendecih, "Nama apa itu? Buruk sekali," gumamnya tidak setuju.
Tapi tongkat Neo langsung berdiri tegak dan bercahaya sangat terang. Semua murid tertawa melihatnya, "Master memang sangat pandai memberikan nama pada senjata! Jangan meragukannya, Neo." Sue memberi saran.
"Baiklah, Pru! Mendekat!" Neo berseru tegas.
Pru langsung mendekati tuannya, cahayanya perlahan meredup, dan tidak menyetrum Neo lagi. Jian dan Rui menghela napas lega.
"Tongkat Neo terlihat pemarah."
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 60 Episodes
Comments
Musliha yunos
neo kamu bukn ahli nya dlm mmberi nama🤣🤣🤣
2024-06-26
0
Iyan
wkwkkw kenapa sii namanya
2023-07-09
0