"Shean.. Aku lapar sekali. Aku mau pesan makanan, kamu mau makan apa?"
"Kenapa tidak masak saja? biar aku yang masak" ujar ku sembari berjalan ke arah dapur dan membuka kulkas besar, disana terdapat beberapa bahan masakan segar.
Sekitar satu jam lamanya aku memasak beberapa hidangan, ada daging sapi rica-rica dan tumis sayuran.
Jenny tertatih-tatih berjalan ke arah meja makan mencari tau masakan apa yang ku masak sampai wanginya tercium harum di seisi ruangan.
"Hebat sekali.. aku jadi semakin lapar, ayo makan!" ajaknya tak sabar karena perutnya sudah keroncongan seharian ini baru makan roti lapis tadi pagi.
Dengan bahan masakan mewah seperti itu rasanya siapapun akan bisa membuat hidangan enak dan spesial, namun ada sedikit rasa bangga ketika melihat Jenny menyantap dengan lahap semua masakanku tanpa tersisa sedikitpun di meja makan.
"Ahhhh.. kenyang sekali. Kamu jago masak ya ternyata". ucapnya
"Biasanya aku hanya buat steak pake bumbu seadanya, tapi masakan kamu beda banget loh, enak sekali rasanya". Lanjutnya memuji masakanku.
"Bahan masakannya lengkap dan segar-segar jadi aku bisa membuat ini semua".
"Oh belum tentu, bahan yang bagus belum tentu jadi masakan enak jika tidak pandai memasaknya, dan kamu hebat sekali". Ia terus-terusan memuji membuatku makin bangga dengan masakanku sendiri.
"Kamu pintar sekali memuji ya.." Aku tak bisa menyembunyikan rasa senang karena dipuji oleh perempuan secantik Jenny.
Setelah berbincang cukup lama di meja makan, aku memutuskan untuk terus merawat Jenny sampai ia sembuh, kata dokter 2 hari sudah bisa sembuh, tapi aku masih khawatir dengan keadaanya saat berjalan pun masih tertatih-tatih dan ia bilang rasanya sedikit ngilu pada bagian persendian.
Selama di apartemennya aku bertugas untuk membantunya berjalan, memastikan ia aman dan tidak terjatuh lagi. Ini kulakukan demi diriku sendiri yang sebenarnya tidak tega melihatnya kesakitan seperti ini, belum lagi rasa trauma yang ia rasakan ketika disakiti oleh Damian mantan kekasihnya.
"Kita lanjut ngobrol di balkon yuk! Aku mau kamu lihat pemandangan disana". Lanjut aku memapah langkahnya menuju lantai atas menuju balkon yang lumayan panjang terdapat meja permanent dan terdapat dua bangku kayu.
Di hadapanku terbentang luas awan putih yang menggantung diatas langit jelas terlihat juga pancaran sinar mentari yang sedikit redup.
Sangat menakjubkan.
"Kamu suka?"
"Tentu saja, indah sekali pemandangannya" jawabku dengan takjub dengan apa yang kulihat.
Kami jadi lebih akrab dari sebelumnya, perbincangan terus berlanjut tak sekaku tadi. Tak jarang ku lihat Jenny tertawa lepas menanggapi lelucon yang ku ucapkan. Mungkin seperti ini rasa bahagia ketika memiliki pasangan dan aku jadi menaruh harapan lebih padanya, meskipun pikiran seperti itu terlalu naif dan tak pantas untuk perempuan sempurna seperti Jenny.
"Sebenarnya, peta itu hanya sebatas koleksi atau memang kamu sedang merencanakan sesuatu?" tanyanya kepadaku yang sedang menikmati sesapan dari rokok kretek yang ku hirup.
"Kamu mau jawaban jujur dariku?" aku berbalik bertanya kepadanya.
"Jika kamu memang tidak bisa membicarakannya tak apa, aku bisa menunggumu menceritakan semuanya" terlepas dari cerita leluhurku yang ku ceritakan tadi, memang aku memiliki niat tertentu dengan peta itu, hanya saja selama ini tak ada orang lain yang tau.
"Baiklah, aku akan menceritakannya".
...----------------...
Semua hal yang sedang kulakukan ku ceritakan tanpa ada hal yang aku tutupi, dari rencanaku untuk mengunjungi pulau, juga riset dari berbagai macam literatur yang buku.
Biasanya hari minggu aku gunakan untuk ke perpustakaan kota, dan mencari buku-buku klasik tentang penjelajahan para pelaut pada zaman dulu, meski tak banyak yang bisa aku dapatkan setidaknya itu memberiku pengetahuan tentang dunia lampau yang tidak aku alami di masa kini.
Rasa penasaran dan juga semangat untuk memecahkan misteri dari peta kuno ini diwariskan dari kakek. Saat beliau masih hidup, kakek lah yang mengasuhku karena kedua orangtuaku sibuk bekerja dan seringkali keluar kota berminggu-minggu.
Alhasil kakek yang juga seorang arkeolog sering mengajak ke situs-situs arkeolog yang sedang ia teliti dan menceritakan berbagai macam cerita dari peninggalan masa lalu sebelum dunia sudah modern seperti sekarang.
"Kemari nak.. lihat ini" ucap kakek sembari menunjuk sebuah lempengan dari kepingan batu yang tersusun rapih membentuk fondasi dari sebuah sisa-sisa dari kerajaan.
"Kakek.. Bagaimana bisa orang-orang di zaman dulu bisa membuat bangunan besar seperti ini" aku menatap kiri-kananku yang terdapat tiang kokoh yang masih berdiri dengan dinding-dinding bangunan yang sudah hancur namun tiang besar itu masih kokoh berdiri tegak di reruntuhan.
Ia mengelus rambutku dengan lembut dan menjelaskan jika pada masa lampau, kekuatan manusia lebih dari manusia yang hidup sekarang. dan juga terdapat teknologi-teknologi yang tidak diketahui oleh manusia modern pada zaman ini.
"Tugas seorang arkeolog adalah meneliti apa yang terjadi dimasa lalu, apa yang mereka lakukan, apa yang mereka buat, dan kehidupan seperti apa yang ada pada masa lalu".
"Menguak masa lalu adalah satu cara untuk membuka masa depan". Ucapnya saat itu masih terngiang dengan jelas di ingatanku, saat itu aku belum tau makna tersirat dari perkataanya, namun saat ini aku sedikitnya mengerti.
kedua orangtuaku lebih dulu meninggal, mereka mengalami kecelakaan pesawat yang tidak bisa dihindari, tak ada yang selamat dan pesawat hancur berkeping-keping di langit dan butuh sekitar sebulan untuk menemukan sisa-sisa dari kecelakaan. Bahkan hampir tak ada lagi sisa dari tubuh para penumpang.
Masa SMA menjadi sangat sulit ketika kedua orangtuaku meninggal dan menyisakan kakek seorang yang sudah tua renta yang tahun berikutnya menyusul kedua orangtuaku yang telah meninggal.
Pada akhir hayatnya aku selalu disamping kakek dan mendengarkan semua ceritanya seperti biasa ketika ia masih sehat.
Dari cerita itu, aku menemukan peta kuno di dalam brangkas yang terkunci rapih disimpan di kamar kakek, didalamnya juga terdapat 2 koin emas dengan ukiran berupa wajah yang telah pudar dan hampir tidak jelas terlihat karena kemakan usia.
"Suatu saat, kamu akan menemukannya" itulah pesan terakhir Kakek sebelum akhirnya ia meninggal karena kangker stadium akhir yang sudah menggerogoti tubuhnya selama ini.
Tekad kakek diwariskan kepadaku yang kala itu masih sangat muda, aku pun berupaya mewujudkannya dengan kuliah dan mengambil jurusan arkeologi demi melanjutkan cita-cita kakek dan semua leluhur yang sudah ia ceritakan kepadaku berulang-ulang.
Hampir 5 tahun lamanya aku pun lulus dengan nilai yang memuaskan, mencoba mencari-cari pekerjaan sebagai peneliti namun tak kunjung mendapatkan dan akhirnya berakhir menjadi seorang office-boy dan bergelut dengan tugas-tugas yang jauh dari ilmu yang selama ini aku pelajari.
...----------------...
"Hebat sekali, tidak banyak orang yang bisa berjuang sekeras kamu Shean.." ucap Jenny, sejak tadi ia memperhatikan semua ceritaku tanpa banyak bertanya.
"Terima kasih sudah mau mendengarkan ceritaku, hanya kamu saja yang tau tentang itu semua".
"Aku tak punya teman untuk bercerita apalagi menceritakan hal ini, siapapun yang mendengar cerita ini mungkin akan menganggapnya aku tengah mengarang cerita saja" aku memberikan alasan kenapa tidak bercerita kepada siapapun tentang keluarga juga tentang ambisiku.
"Emmm... Aku tidak menganggapnya seperti itu, aku tau kamu tidak berbohong" ia terus memberikan kalimat-kalimat penyemangat dan percaya terhadap semua yang aku ceritakan.
"Aku akan mendukungmu mulai saat ini, kamu tidak perlu khawatir". lanjutnya.
"Terima kasih kamu baik sekali. tapi aku akan berusaha sendiri untuk mewujudkan semua impianku".
"Udaranya semakin dingin, ayo kita masuk" ajak ku kepadanya dan menopang badannya agar bisa berdiri dan berjalan secara pelan ke kamar.
Meski tubuhnya masih lemas, akan tetapi sudah lebih baik dari sebelumnya, sepertinya besok pun sudah sembuh dan aku bisa pulang ke rumah dan melanjutkan pekerjaan-pekerjaan rumah yang saat ini terbengkalai.
...****************...
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 36 Episodes
Comments