"Reifan, ayo ikut Mamah pulang." Abai dengan sang menantu, justru Dara bersikeras membawa sang anak.
Reifan yang tidak tahu apa pun kebenaran di sini hanya diam tak mengerti harus ikut dengan siapa. Jujur satu pun orang tidak bisa ia percaya saat ini. Sedangkan bersama Arisha ia merasa lebih aman sebab tak sedikit pun wanita itu mengganggunya.
"Mah, ada apa sebenarnya? Reifan suamiku. Dia harus tetap tinggal di rumah kami." Arisha merasa cemas melihat sikap dingin sang mertua yang tiba-tiba saja berubah.
Selama ini hubungan mereka baik-baik saja. Tak sekali pun Arisha mendapatkan perlakuan tak enak dari sang mertua. Dan kali ini tatapan Dara begitu tajam pada Arisha.
"Suami saya sudah pergi, Arisha. Saya tidak ingin hidup sendirian di rumah. Saya butuh anak saya. Jangan kamu pikir selama ini saya merestui pernikahan kalian karena saya bersikap baik padamu. Itu semua demi suami saya. Sekarang saya hanya sendiri dan saya berhak menentukan yang terbaik untuk anak saya." Kepala Arisha menggeleng tak percaya mendengar ucapan sang ibu mertua.
Rasanya tak mungkin jika sikap sang ibu mertua bisa berubah drastis seperti ini. Segera Arisha menggenggam lengan Dara.
"Mah, aku mohon jangan membuat keadaan semakin buruk. Aku sedang berusaha membantu Reifan sembuh. Tolong, Mah." Genggaman tangan Arisha di tepis kian kasar oleh Dara.
"Karena kelalaian kamu sebagai istri anakku bisa seperti ini. Kamu hanya sibuk bekerja bekerja dan bekerja. Sekarang kamu minta saya jangan membuat keadaan semakin buruk? Sadar kamu Arisha. Kamulah biang masalah ini semua."
"Berhenti. Cukup! Kalian semua membuat kepalaku sakit." Reifan pun bergegas menuju kamar meninggalkan keduanya.
Meski lemas rasanya tubuh Reifan, ia berusaha segera tiba di kamar untuk berbaring sejenak sebelum membersihkan diri. Di sini tinggalah Arisha bersama Dara yang sama-sama menatap kepergian Reifan.
"Jangan kamu senang, Arisha. Saya akan membawa pergi anak saya dar kehidupan kamu. Satu tahun menikah bahkan kamu tidak bisa memberikan saya cucu. Itu semua karena apa? Karena kamu gila bekerja. Apa yang bisa saya banggakan dengan memiliki menantu sepertimu? Huh!" Setelah memaki sang menantu, wanita paruh baya itu pun pergi meninggalkan rumah sang anak.
Ia kembali ke rumahnya dengan perasaan kesal. Sedangkan di sini Arisha duduk diam melamun. Dirinya pun juga menginginkan seorang anak sejak lama. Tapi, proses program hamil yang tengah ia jalani kini terpaksa harus terhenti di tengah jalan akibat keadaan sang suami.
Bisa di bayangkan bagaimana marahnya Reifan jika Arisha mendekati pria itu di kamar.
"Aku harus bagaimana, Tuhan? Permudahkan aku memecahkan semua masalah ini. Aku sangat ingin hubungan pernikahanku baik-baik saja." gumam Arisha dalam hati.
"Arisha!" Teriakan dari dalam kamar yang tidak tertutup pintunya seketika membuat wanita cantik itu buyar dari lamunannya.
Bergegas Arisha bangkit dan mendekati sumber suara. "Ada a..." Ucapannya menggantung di udara kala melihat sosok sang suami yang mengenakan handuk di pingga dengan tubuh yang basah sehabis mandi.
Ia benar-benar terpesona, rindu tentu saja Arisha rasakan. Biasanya ialah yang mengeringkan tubuh itu dengan handuk sembari keduanya bercanda tawa.
"Berhenti terpesona padaku. Cepat siapkan aku pakaian." Lamunan Arisha buyar.
"Ehm i-iya."
"Jangan senang karena kau berpikir aku memihak padamu dengan tetap tinggal di sini." Arisha hanya diam tak menyahut.
Rasanya berbicara dengan pria seperti Reifan yang lupa ingatan tentu akan sangat menguras kesabaran. Arisha melakukan tugasnya dengan cepat pagi itu. Sebab sebentar lagi ia harus segera berangkat ke klinik.
"Dimana ponselku?" tanyanya.
Arisha kaget saat mendengar sang suami menanyakan ponsel miliknya.
"Di kamarku." jawab Arisha.
"Bawa kemari. Itu barangku. Semua barang yang aku punya bawa padaku. Kau tidak ada hak memegangnya." Patuh kembali Arisha menuruti perintah sang suami mengambil dompet serta ponsel pria itu.
Di kamarnya Arisha menatap foto di dompet sang suami dimana fotonya seorang diri terlihat menempel. Arisha tersenyum semoga dengan benda-benda kecil seperti ini Reifan mempertimbangkan sikap kasarnya pada sang istri.
Sesampai di kamar hal yang Arisha duga terjadi. Reifan membuka dompet dan merobek-robek foto Arisha yang tersenyum menatap kamera.
"Jangan pernah membodohiku. Pergi dari sini!" Suara Reifan menggema.
Arisha tertunduk kaget dan melangkah buru-buru keluar kamar. Air matanya menetes, baru saja ia merasa ada harapan kecil justru semua di patahkan seketika oleh Reifan.
Di bawah guyuran shower Arisha meneteskan air mata sedih. Berharap semua ini bisa berakhir. Di rumah ia harus menghadapi semua kekasaran sang suami. Sedang dii luar ia harus bekerja satu hari full. Lelah rasanya namun Arisha tak bisa mengeluh. Selalu yang menjadi semangatnya adalah menantikan hari dimana ia bisa bahagia bersama sang suami.
"Dokter Arisha. Di luar ada tamu yang ingin bertemu Dokter." ujar seorang perawat kala menghubungi Arisha via telepon.
"Jadwal klien saya belum ada satu jam ini kan, Lia?" tanya Arisha memeriiksa jadwalnya hari ini.
"Belum ada, Dokter. Nanti dua jam ke depan akan ada beberapa yang datang." jawab Lia menjelaskan.
"Yasudah tamunya suruh masuk saja yah?" Patuh panggilan pun seketika terputus usai Lia mengiyakan perintah sang Dokter.
Klinik yang di miliki Arisha memang cukup terkenal. Itu sebabnya ia begitu sibuk saat ini.
Di ruangan Arisha mengangkat wajah ketika mendengar pintu ruangannya di ketuk dari luar. Segera ia melihat siapa yang masuk setelahnya.
"Nalendra?" Arisha berdiri menyambut kedatangan sang adik ipar yang tersenyum padanya.
"Hai Kak...sibuk banget yah? Gimana kabarnya?" tanya pria tampan itu basa basi. Wajahnya yang baby face sempat membuat kehebohan di luar sana. Dimana para perawat yang bekerja bersama Arisha semua adalah wanita single.
"Yah begitu lah. Kamu bagaimana kabarnya? Baik kan?" sahut Arisha lagi.
Keduanya duduk saling berhadapan berbataskan oleh meja dokter. Dimana Arisha pun menceritakan tentang kesehatan Reifan yang tak kunjung pulih ingatannya.
"Sabar, Kak. Aku yakin Kakak bisa mengembalikan semua ingatan Kak Reifan. Kalian pasangan yang serasi sayang jika harus bubar. Sebelumnya Kak Arisha pun tahu bagaimana sikap dinginnya Kak Reifan?" Arisha mengangguk paham dengan apa yang di ucapkan sang adik ipar.
"Masalahnya sekarang bukan hanya Reifan saja, Ndra. Tapi Mamah juga ikut membenci Kakak." Ucapan Arisha membuat Nalendra menunduk lemas sembari menghela napasnya kasar.
"Ini yang aku takutkan selama ini, Kak." ucapnya membuat kening Arisha mengerut dalam.
"Maksud kamu, Ndra?"
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 56 Episodes
Comments
Lili Astuti
5 kata sabar dulu arista
2023-08-06
0