Part 5

Dalam Diamnya Nara

Bab 5

Dia begitu luwes berbelanja seperti orang normal lainnya. Karena takut ketahuan, akhirnya Yudha buru-buru kembali ke mobil. 

Ternyata memang benar. Tidak lama, Yudha melihat Nara sudah selesai berbelanja dan berjalan ke arah mobilnya. 

Entah apa yang terjadi, Yudha melihat Nara langsung berlari dan buru-buru masuk ke dalam mobil di bagian belakang. Dia tidak duduk di bangku, melainkan berjongkok di bawah lalu menyembunyikan badannya di belakang sandaran bangku depan.

"Kenapa?" tanya Yudha heran.

Nara memberi isyarat agar Yudha diam. Dengan cekatan, Nara menulis di buku memo.

Dia abang tiri yang menjual saya.

Setelah membaca tulisan Nara, langsung saja Yudha menoleh ke depan, seolah-olah dia memang sendiri di dalam mobil. Andi–abang tiri Nara bekerja menjadi juru parkir liar di pasar dadakan tersebut. 

Mengetahui nasib dia dan Nara terancam, Yudha menurunkan kaca mobil hanya sedikit. Sudah cukup untuk dia mengeluarkan uang parkir  saja.

"Orang kaya sombong," upat Andi yang terdengar oleh Yudha.

Sepanjang perjalanan pulang, Nara tidak berani duduk di bangku, dia tetap dengan posisi sembunyinya. 

"Sudah sampai, turunlah!" perintah Yudha.

Nara sedikit  mendongak, melihat ke arah luar jendela. Memang benar, mobil berhenti karena sudah masuk ke perkaranya  rumah Yudha. Akhirnya Nara bisa bernafas legah.

Merasa situasi tidak aman, Yudha melarang Nara untuk keluar rumah walaupun sekedar membuang sampah di luar pagar. 

***

Pagi ini Yudha sudah tidak seperti anak kos lagi, sudah ada yang menyiapkan sarapannya. 

"Enak juga, ya, punya pembantu gratis," gumam Yudha sembari menyendok nasi dari magic com.

Yudha sudah terlihat rapi dengan pakaian ala-ala pekerja kantor. Dia memang seperti ini, setiap pagi keluar rumah seolah-olah dia memang pekerjaan kantoran. Padahal  kantornya dia adalah apartemen  Tante Olivia.

Entah sampai kapan dia begitu, nafsu tersalurkan, uang pun dapat. Itulah yang membuat Yudha enggan meninggalkan pekerjaan haram itu.

Sampailah Yudha di apartemen duluan. Mereka memilih tempat ini untuk bertemu karena tidak akan ada yang ikut campur dengan urusan satu sama lain dan agar anak-anak Tante Olivia juga tidak mengetahui bobrok kelakuan ibunya.

Tidak banyak kata saat mereka bersua,Tante Olivia langsung saja menyerang Yudha hingga dosa itu terbuat lagi. Hampir satu jam mereka melakukan pertempuran di atas ranjang hingga akhirnya Tante Olivia menyerah.

"Kamu tau nggak, Tante rindu sama kamu," bisik manja Tante Olivia.

Yudha mengeluarkan jurus gombalnya, dia juga mengatakan bahwa dia rindu dan dia tidak suka saat suami Tante Olivia pulang. 

"Kemarin minta uang sepuluh juta untuk apa, sayang?" Akhirnya Tante Olivia menanyakan ini juga.

"Aku terpaksa mentraktir teman-teman di club' karena aku kalah taruhan, kemarin kami disuruh bawa pasangan. Pasangan aku, kan Tante," bohong Yudha sambil menggombal.

Yudha turun dari tempat tidur menuju kamar mandi. Dia membersihkan badan dulu dengan cara mandi wajib, baru setelah itu berangkat bersama Tante Olivia. 

Untuk menipu publik, aku bekerja sebagai ajudan Tante Olivia yang harus mengantar dan menjaga dia kemanapun dia pergi terutama urusan pekerjaan. Tante Olivia mempunyai usaha wedding organizer lengkap dengan bridal salonnya. Sehingga mobilitas Tante Olivia cukup tinggi. 

Sore hari setelah tugas selesai. Yudha kembali ke rumah. Saat itu Yudha tidak melihat Nara. Teriakannya pun tidak ada jawaban. Rasa panik tiba-tiba datang. Yudha berlari kecil mencari di setiap ruangan. Ternyata, Nara sedang berguling-guling di karpet depan TV sambil memegang perutnya.

"Lu kenapa?" tanya Yudha panik.

Nara menunjuk ke arah perut dan berkata dengan bahasa isyarat tetapi, Yudha tidak mengerti. Yudha celingukkan mencari memo yang biasa Nara pakai. Ternyata ada di atas sofa. Yudha memberikan dua benda itu kepada Nara.

Sakit datang bulan.

"Jadi apa yang harus gue lakukan?" tanya Yudha lagi.

Tidak ada. Nanti hilang sendiri.

"Yakin?" lanjut Yudha.

Bisa tolong saya belikan pembalut?

"Muke gile! Ogah!" Dua puluh delapan tahun, baru kali ini ada cewek yang meminta dia belikan pembalut.

Saya mau pergi beli tapi saya tidak punya uang.

Tulis Nara lagi.

Yudha pun terdiam untuk beberapa saat.

"Ada yang mau dibeli lagi?" tanya Yudha akhirnya mengalah.

Nara menggeleng sesekali keningnya mengernyit menahan sakit.

Yudha pergi ke minimarket di depan komplek dengan memakai masker dan menutup kepala dengan topi dari jaket hoodie yang dia kenakan.

Di minimarket dia mengambil pembalut, Sera perlengkapan mandi Nara. Dia baru ingat, beberapa hari ini Nara hanya memakai sampo yang dijadikan sabun. Karena itu yang masih ada di rumah. Sesekali Yudha tersenyum sendiri mengingat kebodohan nya itu.

Yudha juga mengambil meminumkan pelancar haid dan penghilang nyeri haid. Sebelum ke sini dia sempat searching di google terlebih dahulu.

"Ngapain, kau?" 

Yudha terkejut mendengar sapaan itu. Saat dia menoleh ternyata Aron sudah berdiri di belakang Yudha. 

"Kau yang ngapain? Ngaget-ngagetin orang," gerutu Yudha.

Yudha berusaha menyembunyikan keranjang belanjaannya. Akan tetapi, percuma. Aron sudah melihatnya dari tadi.

"Apa aku nggak salah lihat?" Aron bertanya sambil senyum-senyum yang seolah dia sedang mengejek.

"Sulit diceritakan, teman." Yudha menuju kasir untuk membayarnya. "Ngapain kau di sini?" tenya Yudha heran.

Rumah Aron jauh dari sini, tidak mungkin untuk sekedar membeli cemilan saja dia ke minimarket dekat rumah Yudha.

"Mau main ke rumah kau, lah. Kemana aja kau setelah malam itu? Aku mau mastikan, kau masih hidup apa udah dimutilasi oleh cewek, tu," cicit Aron membuat Yudha kesal.

Satu pukulan mendarat di bahu Aron. "Brengsek! Ayok, lah! Kau nanti bakal tau juga."

Aron dan Yudha menuju rumah menggunakan kendaraan masing-masing. Yudha harus mempersiapkan diri untuk menjawab pertanyaan Aron saat dia melihat Nara tinggal bersamaku.

"Masuk!" suruh Yudha.

"Kok, kaku kali kau? Biasa nya aku main ke sini," sahut Aron sambil mendorong Yudha ke samping.

Aron membuka pintu dan berjalan duluan masuk ke dalam rumah.

"Astagfirullah," ngucap Aron terkejut melihat Nara yang masih berguling di lantai dengan rambut tergerai.

"Ngapa?" tanya Yudha ikut terkejut juga.

"Apa, tu?" Tunjuk Aron.

Yudha tertawa ngakak melihat ekspresi di wajah Aron yang ketakutan. 

"Kuntilanak," celetuk Yudha sambil tertawa. 

Mendengar suara gaduh, Nara pun duduk dan menoleh ke sumber suara.

"Dia yang di club?" Tunjuk Aron lagi.

Nara tertunduk, dia takut. 

"Nih," Yudha menyodorkan kantong belanjaan kepada Nara.

"Terima kasih," ucap Nara dengan bahasa isyarat.

Nara melihat isi kantong belanjaan dan mengambil minuman penghilang nyeri haid. "Ini apa?" tanya Nara dengan cara mengangkat botolnya.

"Minuman penghilang nyeri datang bulan. Minum aja!" jelas Yudha.

Sementara Aron memperhatikan Yudha dan Nara tanpa bersuara. Nara bangkit dan berjalan mundur ke arah kamar. Mungkin dia takut kelihatan bercak darah datang bulannya.

"Dia, kok, gitu ngomongnya?" tanya Aron setelah Nara benar-benar masuk ke dalam kamar.

"Bisu," jawab Yudha.

"Ha?"

"Biasa aja kau!" Yudha mendorong wajah Aron yang jaraknya hanya sejengkal dengan wajahnya.

"Eh, jangan bilang mami, ya, dia ada disini!" mohon Yudha.

"Jadi …?" Aron membalas mendorong kepala Yudha.

Mereka sudah dalam masalah besar.

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!